Tak mudah menjadi perempuan di Bali.
Setidaknya begitu pengalaman Made Semi (nama samaran). Setelah suaminya meninggal, perempuan dari Marga, Tabanan ini seperti kehilangan keluarga.
Dengan almarhum suaminya, dia punya empat anak. Tapi semuanya perempuan. Menurut adat Bali, keempat anak perempuannya harus ikut suami masing-masing.
“Anak saya tidak ada satu pun yang mau mengurusi saya,” kata Semi, pertengahan Juli lalu.
Maka, Semi pun dititipkan di Panti Jompo Wana Seraya, Denpasar. Sejak sekitar 10 tahun silam, Semi tinggal di panti yang dikelola Dinas Sosial Provinsi Bali ini. Saat ini, perempuan yang tidak tahu umur persisnya – dia hanya ingat ketika Jepang menjajah Indonesia, dia sudah berumur belasan tahun — menjadi satu dari 46 penghunti Panti Sosial Wana Seraya tersebut.
Perasaan terbuang dari keluarga tak hanya dirasakan Semi tapi juga Wayan Tinggal dari Gianyar dan Rini dari Jakarta. Tinggal mengaku harus tinggal di panti tersebut karena tak ada satu pun anaknya yang mau mengurusi.
Dia sendiri tak punya tanah dan rumah.
“Pernah ada yang mau membuatkan rumah tapi saya tidak punya tanah,” ujar Tinggal. Sejak dua tahun lalu dia tinggal di panti jompo bersama salah satu anaknya yang cacat mental.
Adapun Rini telantar di Bali setelah tidak berhasil mencari anaknya yang bekerja di Bali. Perempuan berumur 53 tahun ini pun tinggal di sana. Meski ada beberapa orang yang mengajaknya tinggal di rumah mereka, dia tetap tidak mau.
“Saya khawatir malah tidak enak tinggal di rumah mereka. Saya sudah kerasan di sini,” kata Tinggal.
Sebagian besar lansia penghuni Panti Jompo Wana Seraya sudah berumur renta di atas 60 tahun. Sebagian malah sudah sakit-sakitan. Mereka yang sakit tinggal di gedung isolasi.
Berbincang dengan teman di beranda menjadi kegiatan sehari-hari para lansia. Ada pula yang menyibukkan diri dengan membuat porosan, salah satu bahan untuk banten, sesaji umat Hindu Bali.
Para tamu yang datang menjadi hiburan bagi mereka. “Senang karena ada orang lain yang diajak ngomong kalau ada yang berkunjung,” kata Rini.
Foto-foto para pengunjung kadang kala disimpan menjadi pengganti anak-anak mereka sendiri yang tak pernah datang. [b]