Transisi ke kendaraan listrik, atau electric vehicle (EV) dapat mengurangi emisi transportasi, namun perlu dikelola dengan baik agar memberikan manfaat yang luas dan tidak menambah kesenjangan sosial ekonomi, menjadi tema rangkaian diskusi “Bali Bicara Transportasi Berkeadilan” tentang transisi energi dan pengembangan transportasi berkelanjutan di Provinsi Bali, serta pemaparan Temuan Studi Dampak Sosial dan Ekonomi dari Transisi EV di Bali oleh World Resources Institute (WRI) Indonesia, yang berlangsung di Rumah Tanjung Bungkak di Denpasar, pada tanggal 10 Desember 2024.
Acara ini didukung oleh Koalisi Bali Emisi Nol Bersih, yang beranggotakan WRI Indonesia, Institute Essential Services for Reform (IESR), New Energy Nexus, dan CAST Foundation. Acara juga dihadiri oleh mitra-mitra koalisi lainnya di sektor transportasi, seperti Asosiasi Dewata Motor Listrik (ADAMOLIS) dan Trans Metro Dewata (TMD).
“Studi Dampak Sosial dan Ekonomi dari Transisi EV yang dilakukan oleh WRI Indonesia bertujuan menjawab dua tantangan utama dalam transisi EV yang berkeadilan, yaitu isu keterjangkauan dan aksesibilitas,” ujar Sofwan Hakim dari Koalisi Bali Energi Nol Bersih. “Transisi ke EV dapat mengurangi emisi transportasi, yang menyumbang 43% dari total emisi di Bali. Oleh karena itu, Provinsi Bali perlu memastikan bahwa transisi yang berlangsung tetap mempertimbangan asas kemanusiaan dan keadilan, serta dikelola dengan cara yang baik, sehingga tidak menimbulkan kesenjangan sosial dan ekonomi dan memberikan manfaat bersama yang lebih luas,” lanjutnya.
“Pemerintah Provinsi Bali menyambut baik inisiatif dan dukungan WRI Indonesia, melalui Studi Dampak Sosial dan Ekonomi dari Transisi EV, yang melihat aspek sosial dan ekonomi dari adopsi kendaraan listrik untuk mendorong transisi transportasi yang berkelanjutan dan adil. Kami berharap bahwa penelitian ini dapat memberikan wawasan berharga dalam menyusun kebijakan yang lebih inklusif dan berbasis data,” ujar IGW Samsi Gunarta, Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Bali, dalam sambutannya di acara tersebut.
Menurutnya, Pemerintah Provinsi Bali berkomitmen untuk memastikan bahwa kebijakan yang diambil dalam melaksanakan transisi energi dan pengembangan transportasi berkelanjutan, sebagai langkah penting untuk mencapai emisi nol bersih pada tahun 2045, akan tetap mempertimbangkan dampak sosial-ekonomi masyarakat, khususnya kelompok berpenghasilan rendah, perempuan, dan difabel. “Keberhasilan transisi energi dan pengembangan transportasi berkelanjutan membutuhkan kolaborasi erat dengan berbagai pihak, termasuk lembaga masyarakat, universitas, dan komunitas lokal, untuk menyempurnakan kebijakan yang lebih adil, inklusif, dan berbasis bukti, sehingga transisi energi tidak hanya mengurangi emisi, tetapi juga memperkuat kesejahteraan sosial,” ungkap IGW Samsi Gunarta.
Pemerintah Provinsi Bali, melalui peluncuran inisiatif Emisi Nol Bersih Bali pada Agustus 2023, telah mengukuhkan komitmen untuk menjadi provinsi terdepan dalam mencapai target emisi nol bersih pada 2045, yaitu 15 tahun lebih cepat dari Indonesia. Komitmen ini adalah upaya nyata dari Peraturan Gubernur Bali No. 45 Tahun 2019 tentang Energi Bersih Bali, sekaligus tonggak perjalanan pembangunan hijau di Provinsi Bali. Sektor transportasi merupakan salah satu penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar di Bali, tercatat sebesar 4.664,86 Gg CO2eq atau sekitar 43% dari total emisi Provinsi Bali. Angka ini menunjukkan bahwa, transformasi sistem transportasi menjadi lebih berkelanjutan adalah kunci untuk mencapai target emisi nol bersih.
WRI Indonesia, dalam Studi Dampak Sosial dan Ekonomi dari Transisi EV, menggunakan pendekatan berbagai metode, termasuk analisis konten, diskusi kelompok terfokus (focus group discussion), dan Proses Hirarki Politik (AHP), untuk mengembangkan serangkaian indikator komprehensif dalam menilai keadilan transisi EV di Bali. Studi ini juga melibatkan konsultasi pemangku kepentingan dan survei ahli untuk menyempurnakan dan memprioritaskan indikator-indikator ini, memastikan relevansi dengan konteks lokal, dan selaras dengan kerangka transisi yang adil.
“Untuk mendistribusikan manfaat transisi kendaraan listrik secara luas dan adil di Bali, perlu adanya kebijakan dan program yang tepat sasaran untuk mendukung kelompok berpenghasilan rendah, meningkatkan akses infrastruktur, dan mendorong kesempatan kerja yang adil,” ungkap Hapsari Damayanti, Climate and Just Transition Project Lead WRI Indonesia.
Terdapat tiga dimensi yang menjadi indikator transisi kendaraan listrik berkeadilan di Bali, yaitu dimensi ekonomi, sosial, dan lingkungan. Salah satu temuan di dimensi ekonomi menemukan bahwa alokasi dana yang diberikan pemerintah untuk subsidi kendaraan listrik belum menjangkau banyak masyarakat, sehingga target pembelian EV di tahun 2023 masih belum tercapai. Selain itu, di tahun 2022, transisi kendaraan listrik belum berdampak signifikan terhadap penurunan emisi GRK dan polusi udara. Padahal, tren angka kematian per 100.000 di Bali akibat polusi udara ambien PM 2.5 meningkat dari tahun 1990 hingga 2021.
Berikut empat rekomendasi kebijakan transisi kendaraan listrik di Bali, berdasarkan temuan Studi Dampak Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan dari Transisi EV di Bali:
- Meningkatkan keterjangkauan harga dan aksesibilitas: Kendaraan listrik masih dinikmati 1% golongan ekonomi tertinggi, insentif kendaraan listrik yang telah tersedia masih perlu ditingkatkan dan kualitas standardisasi stasiun pengisian daya perlu diperbaiki agar kendaraan listrik lebih menjangkau masyarakat luas.
- Mendukung transisi tenaga kerja dan diversifikasi ekonomi lokal: Jumlah bisnis bengkel konversi kendaraan listrik dan pengemudi profesional kendaraan listrik meningkat. Transisi kendaraan listrik perlu dibarengi dengan program pelatihan tenaga kerja (upskilling/reskilling) dan pemberian insentif pada inisiatif lokal yang mengembangkan teknologi ataupun infrastruktur kendaraan listrik.
- Meningkatkan kesadaran tentang manfaat kendaraan listrik dan dimulai dari elektrifikasi transportasi publik: Insentif pajak yang lebih rendah (termasuk untuk bus listrik) jika dibebankan pada tarif bus yang lebih rendah, dapat menguntungkan kelompok berpendapatan rendah yang lebih bergantung pada transportasi umum. Di lain sisi, manfaat penghematan biaya kendaraan listrik dibanding kendaraan BBM dapat mencapai 78%.
- Memperkuat usaha penjagaan lingkungan: Menetapkan program daur ulang baterai bekas kendaraan listrik dan transisi sumber energi listrik ke sumber energi terbarukan.
Analisis awal “Mengukur Kemajuan dan Tantangan Transisi Kendaraan Listrik yang Adil di Bali” dapat diunduh di bit.ly/Just-EV-Transition-Bali.