Sembari saya berjalan di kawasan Desa Tigawasa, saya menemukan beberapa penampungan sampah yang masih belum dikelola dengan maksimal. Yang pertama yaitu penampungan sampah yang berada di Pempatan, Dusun Dauh Pura, Desa Tigawasa. Masyarakat sekitar membuang sampah rumah tangga mereka di lokasi ini, namun bisa dilihat bagaimana kondisi sampah di lokasi ini. Sampah-sampah berserakan dan menumpuk.
Penampungan yang kedua yaitu di Pigi, Dusun Dauh Pura, Desa Tigawasa. Kondisi sampah di penampungan ini hampir sama dengan di penampungan sampah pempatan yang dimana sampah masih menggunung, ada beberapa yang dibakar dan belum dikelola dengan maksimal.
Tidak hanya di penampungan sampah, sampah-sampah masih berserakan di beberapa titik seperti di Menyusuh dan di pinggir pinggir jalan di Desa Tigawasa.
Saya cukup prihatin melihat kondisi sampah di desa saya maka dari itu, saya melakukan observasi dan mewawancarai Perbekel (kepala desa) Desa Tigawasa Made Sudarmayasa mengenai rencana otoritas desa untuk menangani permasalahan sampah yang ada di desa.
Menurut Perbekel sulitnya mencari personil bank sampah menjadi masalah. Menurutnya mayoritas masyarakat Tigawasa masih menganggap sampah adalah tabu. Banyak yang mau menjadi pengurus Bank sampah tetapi tidak mau mengambil sampah atau jadi pengangkut sampah. Sampah akhirnya menggunung di beberapa lokasi bak penampungan tanpa terolah. Contohnya seperti di bak sampah pempatan dan bak sampah pigi.
Untuk persoalan sampah, Made Sudarmayasa meminta warga membersihkan sekitar rumah dulu agar tidak ada sampah plastik. “Minimal masyarakat sekitar mau membuang sampah di tempat sampah meskipun belum dapat dipilah sampah organik atau anorganik,” kata perbekel desa Tigawasa
Dari pihak desa sudah menyiapkan dua bak sampah besar yang bisa digunakan masyarakat untuk mengumpulkan sampah. Lokasi bak pertama ada di pempatan dan bak kedua ada di pigi. Lokasi bak sampah ini terletak di banjar dinas dauh pura Desa Tigawasa. Bak sampah tersebut dibangun di lokasi itu karena masuk dalam kawasan pusat desa Tigawasa. Kawasan tersebut merupakan pusat aktivitas warga. Sekitar bak tersebut juga ada tempat persembahyangan atau sanggah dadia, karena itu bak sampah cepat penuh.
Menurut Kepala Desa sampah diangkut sebulan sekali dari bak penampungan. Tapi sebelum diangkut bak sudah penuh sehingga sampah meluber.
Made Sudarmayasa memiliki rencana untuk mengatasi sampah. Ia meminta agar warga dadia bisa mengkondisikan sampahnya. “Tidak dibuang begitu saja bisa dikondisikan seperti dipilah, agar bank sampah tinggal mengangkut saja,” ujar Sudarmayasa yang juga menjadi Kelian Adat Desa Tigawasa.
Salah seorang warga, Eka dharma mengatakan dia sudah memilah sampah sampah namun sampah yang terpilah dibuang lagi di bak penampungan. Ia kesulitan menumpuk sampah organiknya karena tidak punya cukup lahan untuk menampung sampah organik. Terkait pengelolaan sampah di desa menurutnya belum maksimal karena tidak ada sistem pengelolaan.
Salah satu pembelajaran yang baik dilakukan oleh Putu Virgo Dianawati, ia sudah memilah sampah dan sampahnya ditumpuk di salah satu sudut lahannya sendiri, sementara sampah anorganik dibawa ke TPS. Menurutnya sampah anorganik sangat berbahaya bagi lingkungan. “Kesadaran mulai dari hal kecil. Ketika kami mandi di pemandian umum selalu membawa pulang sampah plastik seperti kemasan sampo, sabun, odol, dan deterjen,” ujarnya. Menurutnya kesadaran ini kurang terlihat di masyarakat.