Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Provinsi Bali mengusulkan permainan tradisional Megandu agar masuk Warisan Budaya Tak Benda (WBTB). Sebelumnya Megandu sudah didaftarkan sebagai Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) oleh Mahasiwa Fakultas Hukum Universitas Udayana (FH Unud).
Pengajuan permainan tradisional Megandu sebagai WBTB disampaikan oleh Peneliti Ahli Madya BPNB Provinsi Bali pada kegiatan Forum Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan pada Kamis (4/5/22) di Balai Subak Sangawang Desa Adat Ole. FGD tersebut dihadiri oleh BPNB Provinsi Bali, Perangkat Desa Adat Ole, Pegiat Seni di Desa Adat Ole, Peneliti Megandu, dan perwakilan mahasiswa FH Unud.
Saat FGD berlangsung, Peneliti Ahli Madya BPNB Provinsi Bali, Nuryahman menyampaikan permainan tradisional Megandu penting untuk didaftarkan WBTB. Menurutnya WBTB Kabupaten Tabanan masih minim dibandingkan kabupaten lain di Provinsi Bali.
“Pendaftaran permainan tradisional Megandu ini sangat penting apalagi daftar WBTB Tabanan masih minim dibandingkan kabupaten lainnya,” ungkapnya.
Pendaftaran Megandu sebagai WBTB disambut baik oleh pegiat seni di Desa Adat Ole. Ketua Sanggar Wintang Rare, I Wayan Weda menjelaskan, saat ini Megandu sudah mendapatkan sertifikat KIK yang didaftarkan oleh Mahasiswa FH Unud dan pihaknya mendukung upaya BPNB Provinsi Bali dalam mengajukan permainan Tradisional Megandu sebagai WBTB. Menurutnya permainan tradisional Megandu adalah warisan budaya yang harus dilestarikan karena sangat bermanfaat untuk tumbuh kembang anak-anak.
“Sebelumnya Megandu sudah didaftarkan KIK oleh adik-adik Mahasiswa FH Unud dan kami sangat mendukung BPNB Provinsi Bali untuk mengajukan lagi permainan Megandu sebagai WBTB, karena Megandu adalah warisan budaya yang sangat bermanfaat bagi anak-anak, terutama perkembangan mental, disiplin, serta mengandung unsur kepemimpinan,” lanjutnya.
Wayan Weda mengatakan Megandu merupakan permainan tradisional masyarakat agraris di Desa Adat Ole. Jenis permainan ini biasanya dimainkan di sawah dengan melibatkan 10 orang atau lebih. Alat permainan yang digunakan adalah bola kecil dari jerami dengan jumlah sebanyak anak yang ikut bermain.
Lalu di areal permainan tersebut ditancapkan tongkat di tengah-tengah arena. Kemudian dilengkapi dengan tali pelepah pisang. Bola-bola jerami tersebut kemudian diletakkan di dekat tiang. Permainan dimulai ketika ada seorang anak yang berjaga dengan memegang tali. Tugasnya adalah menjaga telur-telur tersebut dari anak-anak lainnya yang berusaha mengambil.
Disela-sela FGD, mahasiswa FH Unud, Kadek Mahesa Gunadi menyerahkan kajian mengenai pentingnya perlindungan dan pengembangan permainan tradisional Megandu. Mahesa mengatakan inti dari kajiannya adalah meminta pemerintah daerah agar peduli terhadap pegiat seni di Desa Adat Ole yang telah berkontribusi terhadap pemajuan kebudayaan khususnya permainan tradisional Megandu.
“Inti dari kajian saya adalah meminta Pemerintah Daerah memberikan penghargaan yang sepadan kepada pegiat seni di Desa Adat Ole yang telah berkontribusi luar biasa dalam dalam pemajuan kebudayaan,” urai Mahesa.
Mahesa mengatakan para pegiat seni di Desa Adat Ole sangat layak diberikan penghargaan karena telah puluhan tahun konsisten menjaga warisan budaya yang ada. Menurutnya para pegiat seni di Desa Adat Ole tidak mendapat perhatian dari Pemerintah Daerah.
Penghargaan ini dinilai layak diberikan karena mereka sudah puluhan tahun konsisten mengembangkan warisan budaya permainan Megandu tanpa menerima uang sepeserpun. Pemberian penghargaan ini diatur dalam Pasal 50 Ayat (1) UU No 5 Tahun 2017 Tentang Pemajuan Kebudayaan.