
Traffic light (lampu lalu lintas) setiap persimpangan ada untuk mengatur laju kendaraan agar pengguna jalan dapat berjalan dengan aman. Hal lain tujuan kehadiran lampu lalu lintas disampaikan Putu Lina, petugas dinas perhubungan Kota Denpasar adalah untuk mengurai kemacetan di setiap ruas jalan yang tak terdampak macet.
Simpelnya, memberikan kesempatan jalan untuk ruas jalan yang penuh ke arah yang kosong. Sayangnya lampu lalu lintas di beberapa persimpangan Kota Denpasar justru mengerikan. Pengguna jalan yang berjalan sebelum gilirannya dan sistem lampu lalu lintas yang membingungkan.
Misalnya lampu lalu lintas di persimpangan Waribang, Denpasar terlihat rancu karena dua arah berjalan bersamaan. Padahal terdapat jeda masing-masing arah. Namun, lalu lintas masih saja rancu karena jeda sebentar. Bahkan pengguna jalan terbiasa berjalan sebelum giliran karena jeda yang berdekatan.
Di titik lain, lampu lalu lintas di perempatan Antasura-Astasura, Peguyangan, Denpasar Utara. Durasi lampu merah sekitar 25 detik, 5 detik lebih lama dibanding lampu hijau sekitar 20 detik. Namun saat lampu hijau, dua jalan yang berhadapan, persis berjalan bersamaan. Sedangkan arahnya ada yang berlawanan. Misalnya dari utara ada yang lurus dan belok kanan atau belok kiri. Rentan berpapasan jika terlalu ngebut atau paling cepat bergerak.??Jeda lampu kuning terlalu cepat sehingga saat orang melaju, ternyata di tengah jalan sudah lampu merah, dan seringkali sejumlah kendaraan hampir tabarakan. Sejumlah peristiwa tabarakan terjadi hampir di semua 4 lajur jalan di perempatan itu.
Beberapa titik persimpangan menjadi mengerikan dilewati padahal sudah dilengkapi dengan lampu lalu lintas. Lalu, bagaimana konsep lampu lalu lintas itu diatur? Berikut penjelasan dinas perhubungan Kota Denpasar.
Ada beberapa pertimbangan yang menentukan waktu jeda setiap lampu lalu lintas. Tak ada yang sama. Bahkan masing-masing ruasnya pun diatur sesuai kondisi di lapangan. Pertimbangannya yang pertama, kepadatan lalu lintas dari masing-masing ruas jalan. Kedua singgungan mulut simpang. Ada banyak tipe singgungan mulut simpang. Tipe ini menentukan akan diatur berapa detik lama jeda lampu merah dan lampu hijau.
Ada 56 lampu lalu lintas di Denpasar. Sebanyak 50 lampu lalu lintas sudah menggunakan Area Traffic Control System (ATCS). Sedangkan 6 lampu lalu lintas lainnya masih menggunakan sistem manual atau konvensional.
I Putu Lina, menjawab kerancuan persimpangan lampu lalu lintas di jalur Antasura-Astasura, Denpasar. Persimpangan itu merupakan salah satu lampu lalu lintas yang masih menggunakan sistem konvensional.
Traffic light di persimpangan Warung Mina, Peguyangan memiliki mulut simpang yang dekat. Memiliki rasio di bawah 0,6. Kalau rasionya di atas 0,6 baru bisa diterapkan menjadi 3 fase atau 4 fase. Sehingga sementara di persimpangan jalan Antasura kita terapkan 2,5 fase untuk mengurangi kemacetan di bagian ruas yang tidak terdampak kemacetan.
Sebelumnya, dinas perhubungan pernah menerapkan alur perjalanan menjadi 4 fase. Namun, fluktuasi pemakai jalan tidak seperti yang kita targetkan. Sehingga sering kali di beberapa ruas jalan ketika mendapat giliran berjalan, tak ada kendaraan yang lewat sama sekali. Sedangkan antrean dari sisi utara dan selatan sudah antre panjang.
“Kadang-kadang, dari arah timur, kita sempat perpanjang 16 detik, tidak ada mobil atau sepeda sama sekali yang lewat. Kosong jadinya, terlihat vakum. Sehingga yang dari utara dan selatan jadi ribut,” jelas Lina.
Sistem lalu lintas di persimpangan Antasura-Astasura yang masih konvesional mendapat pengawasan manual oleh petugas. Sehingga setiap seminggu sekali programnya berubah. Dengan pertimbangan melihat perkembangan fluktuasi kepadatan lalu lintasnya.
Selain menggunakan data dari sistem yang terpasang di traffic light, Dishub menghitung menggunakan rumus. Dengan memantau kendaraan yang keluar dan masuk di persimpangan itu, baru bisa menentukan di persimpangan itu cocok digunakan berapa fase.
Ketika pemasangan programnya pun, perlu dipantau sehari. Menurut Lina, menemukan pola fase fluktuasi kendaraan, tidak bisa mengandalkan aturan dan rumus saja. Data lapangan adalah yang paling riil. Meski dari pantauan kamera sudah tercatat, jika ketika pemasangan program di lapangan perlu disesuaikan maka bisa diubah.
“Kalau memang terlalu panjang hijaunya, kami kurangi lagi, begitu,” tambah Lina. Setelah percobaan sistem berjalan selama seminggu, maka akan dianalisis kembali. Dengan memadukan kondisi lapangan dan sistem yang terekam pada sistem lampu ketemulah pola 2,5 fase untuk persimpangan Antasura-Astasura.
Setengah fase itu dihitung kalau ada yang jalan berbarengan. Fase ini ditentukan oleh banyak, sedikit dan fluktuasi kendaraan lalu lintas. Kecuali kalau fluktuasinya rata-rata sama seperti di persimpangan Cokroaminoto, Denpasar. Di jam dan detik yang sama, jumlah kendaraan yang berhenti setiap waktunya sama atau berbeda hanya beberapa persen, tapi tetap ada kendaraan.
Persimpangan besar di Denpasar sudah terpasang ATCS juga (area traffic control system). Di sana terpasang kamera yang mendeteksi fluktuasi kendaraan.
“Seberapa ada kendaraan dari arah utara, selatan, timur dan barat, terpantau oleh kamera, segitulah dihijaukan. Jadinya tidak vakum,” katanya.
Seperti di persimpangan Jalan Kenyeri, lampu lalu lintasnya sudah menggunakan ATCS. Tapi tetap diterapkan 2,5 fase, karena itu jalan searah, dan fluktuasinya berbeda.
Lampu hijau paling lama yang ditentukan Dishub sampai 36 detik. Lamanya lampu hijau disetiap simpangnya tidak serentak. Beda jenis kendaraan juga mempengaruhi penghitungan program ATCS. Jika dipantau secara manual maka menggunakan acuannya, jenis kendaraan. Misalnya truk, mobil, mini bus dan sepeda motor beda pemberlakuannya.
Kalau truk, start awal lambat sehingga ditambah waktu sebanyak 2,5 detik untuk riil costnya. Ditambahkan lampu hijaunya, baru dipadukan dengan hasil pantauan kamera. Anggap dari arah timur kendaraan mengantre sudah sampai jembatan, maka program akan memerintah menjadi lampu hijau.
Menemukan program paling pas untuk perjalanan dipengaruhi banyak faktor. Kondisinya pun harus ramah dengan perubahan. Namun, kata Putu Lina, juga harus dibarengi dengan kedisiplinan pengguna jalan. Sehingga pelanggaran oleh oknum bisa dikurangi. Kedisiplinan lalu lintas juga dipengaruhi oleh petugas di lapangan tertib mengikuti program yang sudah ditentukan.
Lina sesalkan yang sering terjadi, ketika ada kendaraan pejabat lewat, sistem giliran lalu lintas jadi kacau. Sehingga masyarakat jadi terbiasa tidak tertib program lampu lalu lintas yang sudah terprogram.