Gong Kebyar diperkirakan muncul pertama kali satu abad lalu di daerah Buleleng.
Kala itu, kehadiran ragam kesenian Bali yang terbilang monumental ini dianggap sebagai sebentuk kreasi gamelan baru, sekaligus merepresentasikan semangat “kebebasan”.
Dalam perkembangannya, Gong Kebyar hadir menjadi instrumen penting, baik pada ritual religi, maupun juga ekspresi kesenian.
Merayakan 100 Tahun keberadaan Gong Kebyar, sebuah konser musik gamelan baru (A New Music for Gamelan) kembali digelar di Bentara Budaya Bali (BBB), Sabtu, 17 Mei 2014. Menghadirkan tiga komposer bereputasi internasional bersama grup atau sekaa masing-masing, yakni I Wayan Gde Yudane dari Sekaa Gamelan Wrdhi Cwaram, Dewa Alit dari Sekaa Gamelan Salukat dan I Wayan Sudirana dari Sanggar Cenik Wayah.
“Ketiga komposer muda ini terbilang unggul karena keberanian mereka untuk merambah wilayah penciptaan baru, memperkaya musik gamelan dengan kemungkinan-kemungkinan penciptaan yang kreatif dan kreasi-kreasi segar yang memikat,“ ungkap Putu Aryastawa, staf budaya BBB.
Tidak heran bila pengamat dan publik musik dunia memberikan sebutan “maverick” atau sang pemberani, lantaran totalitas dan keteguhan mereka dalam melakukan eksplorasi atas perangkat gamelan yang memang memiliki sejarah panjang dan bahkan terdepankan sebagai musik yang telah mentradisi.
Pada konser gamelan bertajuk “A Tribute to Gong Kebyar” ini, ketiga komposer tersebut akan kembali mengeksplorasi bentuk-bentuk kreasi baru yang berangkat dari keunikan Gong Kebyar yang selama ini dianggap pula sebagai “pelanjut tradisi”, di mana kemunculannya kuasa mempertahankan eksistensi repertoar gamelan melalui transformasi dan adaptasi.
Peringatan 100 Tahun Gong Kebyar ini terjadwal sedari bulan Mei hingga November 2014, diawali dengan peristiwa Konser Internasional Musik Gamelan Baru “A Tribute to Gong Kebyar” di Bentara Budaya Bali. Kegiatan akan berlanjut dengan berbagai program di berbagai venue antara lain di sejumlah tempat di Ubud, termasuk Museum Puri Lukisan, dan pada penutupannya berlangsung di BBB November 2014 mendatang ditandai peristiwa seni dan pertunjukan terpilih.
Peristiwa seni kali ini mencoba pula menggali lebih jauh perihal kelanjutan Kebyar di masa mendatang. I Wayan Gde Yudane, Dewa Alit, dan I Wayan Sudirana akan mempresentasikan juga kemungkinan-kemungkinan penciptaan baru yang berangkat dari rekam sejarah perkembangan Gong Kebyar.
“Selain ditandai konser atau pertunjukan karya-karya monumental (seperti Kebyar Legong, Palawakya, Kebyar Pengeleb, Kebyar Ding Sempati, Jaya Warsa dll), rangkaian festival ini juga disertai dengan diskusi atau seminar yang akan membahas keberadaan dan perkembangan Gong Kebyar selama ini, berikut latar sejarah dan kemungkinannya di masa depan,“ ungkap Gde Yudane.
Musik Gamelan Baru merefleksikan semangat kreatif yang telah dan tengah dilakukan para seniman-seniman kini, yang mencoba berpijak kembali kepada akar kultur seraya membuka kemungkinan penciptaan sebebas-bebasnya. Tradisi bukan hanya dipandang sebagai wujud kesenian yang bersifat baku serta tertutup dari eksplorasi inovasi, melainkan dinilai dapat terus dihidupkan melalui interpretasi, kreasi serta paduannya dengan langgam kesenian dewasa ini.
Hal ini telah pula dilakukan oleh berbagai kreator, baik di dalam maupun luar negeri, yang berkeyakinan bahwa lewat usaha-usaha seperti ini maka seni tradisi dapat bertumbuh seiring dengan perubahan dan perkembangan tatanan masyarakat.
Ketiga komposer, I Wayan Gde Yudane, Dewa Alit, serta I Wayan Sudirana, merupakan seniman muda Bali yang berulang diundang menampilkan karya-karya cipta mereka dalam pagelaran internasional di banyak negara. Masing-masing dinilai memiliki capaian yang orisinil dan mempribadi.
Wayan Yudane, menempuh jalan cipta yang terbilang unik dan otentik sebelum tersohor sebagai komposer dengan reputasi internasional. Ia menempuh pengalaman penciptaan di Bali dan Selandia Baru serta terdepankan sebagai seniman dalam jajaran komposisi musik baru. Ia dipandang sebagai komposer yang mumpuni, di mana kreasi dan dedikasinya terpujikan dengan capaian teknik yang piawai sekaligus mengejutkan.
Buah karya-karyanya menjangkau ansamble gamelan, musik orkestra, paduan suara, elektro-akustik musik, termasuk komposisi musik untuk tari, teater, film dan instalasi. Dia menerima banyak penghargaan untuk komposisinya. Karya-karyanya memperkenalkan konsep-konsep baru tentang orkestrasi gamelan, serta pemanfaatan keheningan dan irama pernapasan secara luar biasa.
Dengan kehadiran komponis-komponis seperti Yudane, keberadaan dan masa depan gamelan Bali penuh dengan optimisme, di mana komposisi-komposisi yang diciptakan terasa hidup, penuh kesegaran serta mengekspresikan kekinian, sekaligus tampil percaya diri untuk pendengar abad ke duapuluh satu.
Dewa Alit diakui sebagai salah satu komposer terkemuka untuk generasinya di Bali. Karyanya “Geregel” (2000) sangat berpengaruh baik di Bali maupun di luar negeri, menjadi bahan analisis 50 halaman pada “The Perspectives on New Music”. Secara berkala dia diundang untuk mengajar komposisi untuk gamelan di luar Bali, termasuk Gamelan Galaktika di Massachusetts Institute of Technplogy (director: Evan Zypolyn), dan Helena College di Perth, Australia.
Sebagai kolaborator, Dewa Alit juga telah bertugas sebagai gamelan master untuk opera baru Evan Ziporyn, “A House in Bali” pementasan perdana di Bali dan Cal Performances USA, 2009 dan Boston, juga New York, Oktober 2010.
I Wayan Sudirana lahir di Ubud, Bali, pada tanggal 31 Mei 1980. Dia adalah lulusan ISI Denpasar (2002), dan juga anggota pertama dari Sanggar Cudamani, sekaligus salah satu musisi yang aktif di dalam percaturan musik baru untuk gamelan Bali. Dia juga pernah menjadi “Artis in Residence” di University of British Columbia (UBC) dari 2004 sampai 2006, dan melanjutkan studi pada jenjang pasca sarjana di Universitas tersebut.
Gelar Master of Arts dalam bidang Ethnomusicologi diraihnya pada tahun 2009, dan Doctor of Philosophy dalam bidang Ethnomusikologi dari UBC pada tahun 2013. [b]