Pro kontra rencana reklamasi Teluk Benoa masih berlanjut.
Banyak alasan kenapa terjadi pro dan kontra. Sumber perdebatan itu salah satunya adalah Surat Edaran Gubenur Bali tahun 2011 tentang akomodasi pariwisata. Isi SE tersebut adalah agar tidak ada lagi pembangunan akomodasi pariwisata di Kabupaten Badung, Kabupaten Gianyar dan Denpasar karena sudah melebihi ambang batas kapasitas.
Mungkin Gubenur Bali amnesia bahwa letak Teluk Benoa tersebut berada di kawasan Kabupaten Badung sehingga pada 26 Desember 2012 Gubenur Bali menandatangani surat keputusan no 2138/02-C/HK/2012. SK ini berisi Pemberian Izin dan Hak Pemanfaatan Pengembangan dan Pengelolaan Wilayah Perairan Teluk Benoa Provinsi Bali kepada PT. Tirta Wahana Bahari Internasional (TWBI). Gubernur Bali membuat SK tersebut hanya berdasarkan rekomendasi DPRD Bali dan kajian yang belum final dari kajian Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Udayana.
Sabtu lalu, Gubenur Bali Made Mangku Pastika mengundang aktivis pro lingkungan, akademisi dan beberapa tokoh serta warga Bali di kantor Gubenur Bali. Pertemuan tersebut untuk membahas rencana reklamasi Teluk Benoa. Pastika mengatakan daripada berdemo yang bisa merusak citra Bali sebagai pulau yang akan menggelar beragam even internasional maka lebih baik berdiskusi.
Diskusi ini semacam “onani”. Seharusnya diskusi dibuat sebelum Gubenur Bali menandatangani SK tertanggal 26 Desember 2012 yang sebagaimana kita tahu itu hari cuti bersama Natal.
Demo itu dilindungi UU Nomer 9 Tahun 1998 mengenai kebebasan penyampaian pendapat di muka umum. Jika Gubenur Bali mempermasalahkan orang demo ini, maka secara otomatis dia sudah melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).
Nol Koma Sekian
Mengenai reklamasi Teluk Benoa, inilah poin-poin penting alasan Made Mangku Pastika memberikan izin reklamasi kepada PT. TWBI selaku investor.
Pertama menambah pulau baru. Pastika melihat bahwa pulau Bali ini kecil. Hanya nol koma sekian persen dari luas Indonesia. Daratan pesisir pulau Bali juga semakin hari semakin habis akibat abrasi. Pastika berpikir ke depan tentang Bali. Terlebih Bali merupakan pulau kecil dengan kunjungan terbanyak di Indonesia sebagai daerah destinasi pariwisata yang terkenal di dunia.
Pulau yang akan direklamasi menjadi seluas 838 ha nantinya akan menjadi milik Bali, bukan milik investor. Menurut Pastika, warga Bali seharusnya bersyukur bahwa dengan adanya pulau ini, daratan pulau Bali jadi menambah. Mumpung ada yang membuatkannya untuk kita.
Kedua, menambah lapangan pekerjaan. Luas 838 ha sebagaimana tercantum di SK Gubenur Bali, akan dijadikan destinasi pariwisata baru. Pastika menyatakan bahwa dari 838 ha luasnya akan dibagi menjadi 400 ha untuk hutan. Jadi hutan kita akan bertambah. Adapun 300 ha akan dijadikan ruang publik dan 100 ha akan dijadikan pusat bisnis oleh investor.
Pembuatan destinasi pulau baru ini pastinya akan menambah 200.000 orang yang akan bekerja di sana. Dia juga akan berefek kepada daerah sekitarnya seperti Nusa Dua, Jimbaran dan Kuta. Bahkan, secara hitungan kotor penghasilan dari pulau baru ini bisa mencapai Rp 50 milyar per hari dan 5 persennya akan diberikan kepada negara sebagai pajak hotel dan restoran.
Kian Habis
Begitulah dua poin penting yang saya catat waktu diskusi di kantor gubenur. Tentunya hal tersebut tidak bisa kita telan begitu saja. Mari kita ulas beberapa alasan Gubenur Bali tersebut.
Pertama, apakah benar reklamasi ini akan menambah pulau baru? Secara kasat mata memang benar bahwa jika reklamasi ini terjadi maka pulau Bali akan menambah luas daratannya, seperti halnya tahun 1996 ketika Pulau Serangan direklamasi oleh PT. BTID.
Namun, apa yang terjadi di Pulau Serangan? Secara kasat mata memang benar bahwa luas daratan bertambah tetapi efeknya kemudian berimbas pada pulau sekitarnya.
Lihat saja pantai utara Tanjung Benoa yang tidak lagi memiliki pesisir. Begitu juga dataran pesisir Pantai Mertasari, Sanur yang kian habis. Mungkin juga hingga berdampak pada Pantai Lebih di Gianyar. Reklamasi tidak saja mengubah arus ombak yang menyebakan percepatan abrasi, melainkan juga merusak biota laut yang ada.
Dengan begitu apakah reklamasi Teluk Benoa berpengaruh terhadap daerah yang disampingnya?
Tanjung Benoa berada paling terdekat dengan lokasi reklamasi. Selain memiliki daerah konservasi penyu di pantai barat Tanjung Benoa, daerah ini juga terkenal dengan water sport yang pastinya bergantung pada laut dan kehidupan biota laut, seperti halnya snorkeling dan diving. Begitu juga bila ingin berkunjung ke Pulau Penyu dengan menggunakan boat melintasi Teluk Benoa.
Bagi para nelayan di Tanjung Benoa, Teluk Benoa juga tempat mencari ikan secara tradisional, seperti mekekarang, nyundih udang, ngalih yuyu, dan lain-lain.
Reklamasi juga dapat mempercepat habisnya pesisir Tanjung Benoa. Secara logika sederhana, pulau baru hasil reklamasi itu tentunya membutuhkan air dalam di sekitarnya untuk mengelilinginya sedangkan teluk benoa kondisi airnya termasuk dangkal. Ketika membutuhkan air yang cukup untuk mengelilingi pulau tersebut maka hal yang dilakukan adalah mengeruk daratan pesisir di sekitar pulau baru itu. Pesisir pantai barat Tanjung Benoa akan menjadi korban. Dengan dikeruknya pesisir maka daratan pesisir akan sangat cepat amblas seperti hal yang dilakukan dan sudah terjadi saat ini di Pulau Serangan.
Sangat Cukup
Maka, jika reklamasi ini terjadi dia tidak hanya “membunuh” para perusahaan lokal dan para nelayan, tapi juga mempercepat abrasi di Tanjung Benoa.
Jadi, untuk apa menambah pulau baru jika dampaknya dapat menghilangkan pulau aslinya di sekitarnya?
Bila Gubenur Bali Made Mangku Pastika mengaku berpikir tentang pulau Bali ke depan, maka saya juga berpikir ke depan tentang Tanjung Benoa sebagai tempat kelahiran saya.
Alasan kedua adalah untuk menambah lapangan pekerjaan. Ini merupakan alasan dengan pola lama bagi para perusahaan yang ingin dipermudah izinnya ketika ingin membangun usaha. Dalam reklamasi Teluk Benoa, hal ini juga dijadikan dasar merebut hati masyarakat. Inilah alat paling mudah dan murah untuk mengelabui masyarakat. Ketika kita menjadikan ini sebagai alasan untuk mendukung mega proyek reklamasi, maka selama itu kita akan “dibodohi” oleh investor akus.
Logika sederhananya saya ambil di kawasan Tanjung Benoa karena ini daerah yang paling berdekatan dengan lokasi reklamasi. Bila kita menghitung jumlah hotel di Tanjung Benoa, maka jumlahnya sangat cukup untuk menampung warga lokal untuk bekerja. Hotel-hotel di Tanjung Benoa juga menggunakan pola sama, memberikan pekerjaan kepada warga sekitar.
Jadi bila mau, maka ruang pekerjaan sudah cukup tersedia. Begitu pula daerah Nusa Dua, Jimbaran dan Sanur.
Seharusnya yang gubenur pikirkan adalah menaikan kualitas sumber daya manusia mengingat persaingan bebas ke depan. Kita tentunya tidak mau warga Bali menjadi buruh tulen di negerinya sendiri. Gubenur Bali juga harus diingatkan bahwa universitas di Bali tidak hanya kampus pariwisata.
Ketika Gubenur Bali ketakutan melihat pemuda Bali setelah lulus kuliah menjadi pengangguran dan para penari bali kehabisan lahan tempat menari, maka saat itu juga saya ketakutan melihat pikiran Gubenur Bali yang terjajah oleh investor rakus nantinya. [b]
Berkutat pada soal kuantitas, mengabaikan kualitas. Tidak ada argumentasi yang benar-benar meyakinkan yang mampu diungkap oleh Gubernur selain alasan-alasan klise. Sesat pikir mungkin sedang melanda. Kesesatan karena penyembahan berlebihan terhadap berhala bernama “uang”.
Apalagi menggunakan dalil banyak lulusan sekolah seni yang tidak punya tempat pentas sehingga perlu dibuatkan hotel atau gedung teater dimana mereka bisa pentas dengan mereklamasi..??? Ada berapa hotel saat ini di Bali? Sudahkah semua mementaskan kesenian Bali?
Akomodasi pariwisata di Bali sudah sangat cukup. Hentikan Pembangunan akomodasi Pariwisata di Bali Selatan. Pertumbuhan ekonomi Bali bukan hanya dibentuk dari pembangunan sarana pariwisata. Ketika pembangunan sarana akomodasi pariwisata dihentikan, tak berarti pertumbuhan ekonomi akan mati.
Pertanian yang harus lebih diperhatikan agar kualitas hasil pertanian bisa dipergunakan sebagai bahan makanan seluruh hotel di Bali.
wogh, akhirnya pemuda lokal bersuara dan sangat lantang. nik akhirnya dapat sesuatu dari kegemarannya mendengar musik noah, ex peterpan. haha
yang pasti pantai mertasari itu dulunya tidak seluas saat ini. itu disebut tanah timbul…mereklamasi sendiri. datanya mesti lebih akurat.
Soal abrasi pantai lebih, itu pun sudah dulu terjadi sebelum reklamasi serangan. Tapi kalau tulisan ini cuma khayalan tingkat tinggi, ya tidak apa apa nggak pakai data juga nggak apa apa…negeri bebas.
saya sangat menghargai pemikiran pak gubernur. tatpai menurut saya, bali selatan saya kira sudah saatnya berbenah diri untuk memperbaiki apa yang ada. bukan meninggalkan apa yang ada dan membuat sesuatu yang baru yang tentunya akan menimbulkan dampak positif dan negatif.
saran saya…, kenapa tidak fokus pada pembangunan Bali utara?…, Bandara international, abarasi di seputaran pantai buleleng…, penataan penduduk…?,
saya kira penataan penduduk juga sangat penting untuk mengurangi kriminalitas, pengangguran, dan mutu dari penduduk itu sediri. sehingga SDM bali bisa menjadi tuan rumah yang terhormat di daerahnya.., buka hanya sebagai karyawan kelas supervisor ke bawah.
thanks
mengenai reklamasi memang ada dampak positif dan negatifnya, jadi kajian dengan lebih mendalam dengan melibatkan para pakar dari negara-negara yang telah sukses melakukan reklamasi perlu dilakukan. Bali harus maju kedepan dan kita harus realistis bahwa sebagian besar manusia Bali hidup bergantung dari pariwisata. Perubahan adalah hal yang kekal dan akan terus terjadi pada pulau kita ini, jika bukan terjadi disini maka dunia di sekeliling Balilah yang akan berubah. maka menurut tyang wacana ini tidaklah tepat disebut khayalan tingkat tinggi. hanya kitalah yang akan tentukan ke arah mana perubahan tersebut.
Suksma