Teks dan Foto Luh De Suriyani
Ketika kemacetan jadi momok bagi warganya, perbaikan perhubungan masih sebatas rencana.
Karena dua acara TV nasional di Bali, Sabtu malam ini Denpasar dan Kuta macet. Beberapa teman berkabar lewat jejaring sosial Twitter, dari Denpasar ke Kuta yang biasanya cuma perlu waktu 30 menit, kini sampai 3-4 jam. Teman lain nyamber, cuma keluar gang rumahnya pun dia tak bisa.
Begitulah. Kemacetan makin akrab di Denpasar dan Kuta. Lalu, bagaimana sebenarnya pemerintah Bali mencarikan jalan keluar untuk ancaman kemacetan ini.
Pemerintah Bali menjanjikan desain besar perhubungan darat dan laut akan mengurangi kepadatan di jalan dan memeratakan perekonomian warga. Namun proyek besar tambahan tetap dimulai di Bali Selatan, pusat perhotelan dan sarana pertemuan internasional ini.
Proyek yang sudah pasti akan dimulai 2011 adalah underpass di kawasan Simpang Dewa Ruci dan Jalan Tol Tanjung Benoa-Serangan. Mega proyek selanjutnya di masa depan adalah pelabuhan barang di sekitar Amed, Karangasem, jalan pantai utara Bali, serta bandara baru di Buleleng.
“Kami yakin dengan rencana makro ini, pemerataan perekonomian terjadi dan mengurai kemacetan yang drastic di Bali Selatan,” ujar I Made Santha, Kepala Dinas Perhubungan dan Informasi Komunikasi Bali, beberapa waktu lalu di Denpasar.
Selama ini pelabuhan barang dan orang ada di Bali Utara dan Timur yang tetap menggunakan jalur Bali Selatan untuk mendistribusikan ke penduduk. Dari dua pelabuhan ini, Pelabuhan Gilimanuk dan Padangbai menurut Santha truk-truk masih melewati Bali Selatan. Direncakan pelabuhan baru di Amed, khusus untuk barang kawasan Indonesia timur seperti NTT dan NTB yang melewati Bali Utara melalui jalur Pantura.
Di lain pihak pemerintah belum ada rencana untuk mengendalikan jumlah kendaraan bermotor di Bali. Pajak kendaraan masih menjadi prioritas sumber penghasilan tertinggi. Kemacetan dalam jangka pendek akan diurai dengan peningkatan sarana infrastruktur.
“Kami belum memikirkan soal pengendalian jumlah kendaraan. Dinas Pendapatan masih menargetkan peningkatan pajak kendaraan,” ujar Santha.
Kendaraan bermotor di Provinsi Bali naik drastis hingga hampir dua kali lipat selama kurun waktu lima tahun terakhir dari 1,58 juta unit pada 2006 menjadi 2,35 juta unit pada awal 2011. Jumlah penduduk terakhir di Bali adalah 3,9 juta orang. Jadi, perbandingannya tiap 1,7 orang punya satu kendaraan.
Separuhnya atau hampir 2 juta unit beroperasi di wilayah Kota Denpasar dan Kabupaten Badung. Santha mengatakan peningkatan yang sangat pesat itu hampir terjadi pada semua jenis kendaraan, terutama motor. Pada 2006, jumlah motor 1,36 juta unit lalu saat ini hampir 2,2 juta unit.
Kendaraan yang beroperasi di Bali terdiri atas mobil penumpang 214.474 unit, mobil barang 88.174 unit, bus 7.003 unit, sepeda motor 2.040.618 unit dan kendaraan khusus antara lain mobil tangki 428 unit.
Sementara data Dinas Pendapatan menunjukkan Pajak kendaraan bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNK) menjadi sumber pendapatan asli daerah (PAD) utama di Bali. Target tahun ini adalah lebih dari Rp 900 milyar dari kedua pos itu. Kota Denpasar pemasok tertinggi dan terendah Kabupaten Bangli.
Santha meyakini solusi kemacetan di seputar Bali Selatan akan mulai terurai dengan rencana pengoperasian public bus Sarbagita yang kemungkinan beroperasi Mei atau Juni. “Masih ada masalah administrasi dan legal dari pusat yang memberikan bantuan bus mahal itu,” katanya. Padahal rencana awal, bus ini sudah beroperasi Februari lalu.
Rute perdana Batubulan-Nusa Dua ini adalah salah di antara 17 trayek bus yang akan melayani transportasi umum Kota Denpasar, Badung, Gianyar dan Kabupaten Tabanan (Serbagita). Direncanakan ada 18 bus yang beroperasi. “Bus ini mewah, harganya Rp 1,2 milyar per unit dengan AC. Saya mengusulkan gratis dulu, biar warga merasakan enaknya,” kata Santha. Tarif tiketnya pun murah, untuk rute Batubulan (Gianyar) ke Nusadua (Badung) Rp 3500 untuk umum dan Rp 2500 untuk pelajar.
Pemerintah tak menyediakan shelter atau parkir sementara kendaraan pribadi di sekitar halte. Hanya merevitalisasi bemo sebagai kendaraan pengumpan dan distribusi ke kawasan pemukiman.
Agung Wardana, aktivis lingkungan Bali mengatakan pemerintah harus melakukan pengaturan jumlah kendaraan bermotor di Bali sesuai dengan daya dukung infrastruktur yang ada. Selain itu, menurutnya harus ada diversifikasi sarana angkutan. Misalnya sepeda dan dokar sebagai salah satu sarana angkutan yang bersih dan ramah lingkungan untuk wilayah perkotaan.
Demikian juga menurut I Made Suarnatha, aktivis lingkungan dari Yayasan Wisnu. Menurutnya tinggal menunggu waktu Denpasar menjadi Jakarta berikutnya. Ia mengharap fasilitas transportasi public di Denpasar juga bisa digunakan semua golongan. [b]