• Beranda
  • Pemasangan Iklan
  • Kontak
  • Bagi Beritamu!
  • Tentang Kami
Monday, November 10, 2025
  • Login
BaleBengong.id
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip
No Result
View All Result
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip
No Result
View All Result
BaleBengong
No Result
View All Result
Home Budaya

Jejak Unik Puisi-Fotografi IB Darmasuta

Redaksi BaleBengong by Redaksi BaleBengong
18 March 2014
in Budaya, Kabar Baru, Sosok
0 0
0

puisi-fotografi

Fotografi dapat melahirkan karya apa saja.

Tak hanya visual, tapi juga soal pikiran dan idealisme dalamnya. Itulah sekelumit bagian dari Diskusi Alih Kreasi: Puisi-Fotografi Ida Bagus Darmasuta yang berlangsung pada Minggu lalu Bentara Budaya Bali (BBB).

Ida Bagus Darmasuta, sastrawan Bali yang aktif mengadakan kegiatan apresiasi sastra ini, menawarkan sebentuk eksplorasi unik antara dua medium berbeda, yaitu fotografi dan puisi. Keduanya dirangkum dalam buku terbarunya, Jejak Kanvas: Puisi-Fotografi.

Darmasuta menjelaskan, sesungguhnya upaya eksplorasi dan alih kreasi puisi dengan berbagai media sudah banyak dilakukan. Misalnya penggabungan puisi dengan musik menjadi musikalisasi puisi, atau puisi dengan drama dan pemanggungan yang melahirkan dramatisasi puisi.

Bagi Darmasuta, wilayah eksplorasi puisi pada fotografi lebih menonjolkan keunikan, di mana fotografi dijadikannya sebagai pemantik untuk menghasilkan berbagai bentuk kreasi yang baru, baik puisi, maupun karya rupa. Ia mencontohkan, di tangan seorang perupa, sebuah foto mungkin dapat menghasilkan sebentuk karya lukis, dan bagi seorang dramawan, foto bisa menjadi sebuah karya teater.

Fotografi di sini bukanlah sebuah penyampaian foto secara sempurna, akan tetapi, apakah fotografi mampu memantiknya untuk menghasilkan ciptaan puisi. Darmasuta ingin menangkap sesuatu dari foto yang ia jadikan puisi, terlepas dari apakah foto tersebut secara teknis terlihat begitu estetik atau bahkan memiliki kekurangan.

“Dari foto yang secara teknis fotografi ada kekurangan, justru ada sesuatu di dalamnya yang ingin saya tangkap dan jadikan sebuah puisi,” jelas Darmasuta.

Lantas, apa saja yang mampu memantiknya untuk mentransformasi karya fotografi ke dalam kata-kata? Darmasuta mengakui bahwa ia mengamati apa yang dilakukan oleh seniman-seniman dalam berkesenian, mengapa mereka berkesenian, dan apa kesenian bagi mereka. Kemudian, berdasarkan hal ini, ada satu-dua hal yang memantiknya untuk membuat puisi.

Puisi yang dibuat dasarnya adalah foto, tidak menjelaskan foto. Peraih Penghargaan Sastra Rancage 2007 tersebut menerangkan, “Puisi ini tidak menjelaskan foto, foto ini tidak menjelaskan puisi, hanya lahirnya puisi karena saya melihat foto. Foto itu lahir karena saya melihat fenomena, dan ketika melihat fenomena, tidak ada puisi. Jadi itu prosesnya.”

Sebuah foto yang estetis akan menimbulkan impresi estetis saja, tanpa memantik “sesuatu” untuk dituangkan dalam puisi. Namun Darmasuta tidak bisa mengkualifikasikan foto mana yang bisa menimbulkan puisi, karena itu merupakan proses reseptif dalam diri yang berdasarkan kemampuan masing-masing individu untuk menangkap. Baginya, foto yang memiliki karakter, memiliki rasa, dan memadukan rasa dan teknik dapat menciptakan karya-karya yang sangat menyentuh.

“Sebuah foto tidak harus diterima seperti sebuah puisi, karena setiap orang memiliki impresiberbeda,” ujarnya.

Dalam buku Jejak Kanvas: Puisi-Fotografi yang diterbitkan Balai Bahasa Denpasar, Darmasuta menghadirkan 70 foto yang diambil di berbagai tempat di Indonesia, seperti Bali, Makassar, Jogja, Solo, Baduy, Jakarta, dan beberapa tempat lain yang ia singgahi.

Sebanyak 70 foto disandingkan dengan 70 puisi yang merupakan hasil eksplorasi Darmasuta dalam menangkap sesuatu di dalam foto-foto tersebut. Tidak ada tema khusus yang menjadi benang merah buku; Darmasuta hanya memotret hal-hal yang terjadi di sekelilingnya ketika ia mengunjungi tempat-tempat berbeda di pelosok negeri.

Foto-fotonya menunjukkan fakta sosial, perhelatan kesenian, upacara religi, lanskap alam, dan sebagainya, yang bernuansa kritik sosial, kritik lingkungan, rasa kepedulian, bahkan kepolosan.

Bahkan beberapa foto tertangkap dengan tidak sengaja, yang justru menggambarkan sesuatu yang menggelitik; seperti foto ibu-ibu yang tengah berjalan dan salah satu dari mereka tiba-tiba mengangkat sepatu bertali rafia.

“Karya-karya Darmasuta, baik puisi maupun fotonya yang penuh kejujuran, kemurnian, kepolosan, berhasil menghidupkan objek maupun subjek, yang didekatinya lewat kamera maupun kata, menjadi sesuatu yang sangat menyentuh hati kita,” ungkap Wayan ‘Jengki’ Sunarta selaku moderator diskusi. Ia menyandingkan karya Darmasuta dengan puisi-puisi Kirjomulyo yang bernuansa sederhana, di mana Kirjomulyo menuliskan puisi untuk setiap tempat dan objek.

Jengki juga menyimpulkan, “Di tangan seniman yang kreatif, kesenian terus menggelinding. Itulah yang dilakukan Darmasuta, yang menggelindingkan kegelisahannya (lewat foto, puisi, kanvas) sehingga menemukan jalan akhir yaitu kemurnian batin.”

Darmasuta menyebutkan, “Bagi saya, karya-karya ini hanya jejak-jejak saja, dan jejak-jejak itu kita tinggalkan, bukan tujuan.” [b]

Tags: Bentara Budaya BaliDiskusiFotografiSastra
Liputan Mendalam BaleBengong.ID
Redaksi BaleBengong

Redaksi BaleBengong

Menerima semua informasi tentang Bali. Teks, foto, video, atau apa saja yang bisa dibagi kepada warga. Untuk berkirim informasi silakan email ke kabar@balebengong.id

Related Posts

Sang Gunung Menyerahkan Jejaknya ke Laut, Alternatif Pengarsipan Sejarah

Sang Gunung Menyerahkan Jejaknya ke Laut, Alternatif Pengarsipan Sejarah

22 August 2023
Dian yang Menulis Jauh dari Publikasi

Dian yang Menulis Jauh dari Publikasi

26 August 2020
Serapan BST Mahasiswa Masih Rendah

Serapan BST Mahasiswa Masih Rendah

10 July 2020
Suara Perempuan Menghadapi Skizofrenia

“Esensi Nobelia” dan Tragisnya Nasib Pengarang

25 April 2020
“Sastra ODGJ”: Apakah Sekadar Racauan?

“Sastra ODGJ”: Apakah Sekadar Racauan?

12 April 2020
Fotografi, Sekadar Konsumsi atau Kepercayaan?

Fotografi, Sekadar Konsumsi atau Kepercayaan?

12 November 2019
Next Post
Partisipasi Seni Peringatkan Perubahan Bali

Partisipasi Seni Peringatkan Perubahan Bali

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Temukan Kami

Kelas Literasi BaleBengong
Melali Melali Melali
Seberapa Aman Perilaku Digitalmu? Seberapa Aman Perilaku Digitalmu? Seberapa Aman Perilaku Digitalmu?

Kabar Terbaru

Akses Medis Neurodiversitas: Perjuangan di tengah Minimnya Akses Layanan

Akses Medis Neurodiversitas: Perjuangan di tengah Minimnya Akses Layanan

10 November 2025
Ratusan Titik di Bali Alami Bencana

Memetakan Lokasi Banjir dari Media Sosial

9 November 2025
Pemuliaan Sumber Air Ritual Melasti di Catur Desa Adat Dalem Tamblingan

Pemuliaan Sumber Air Ritual Melasti di Catur Desa Adat Dalem Tamblingan

8 November 2025
Warisan Walter Spies dan Paradoks Bali Kini dalam Film Roots

Warisan Walter Spies dan Paradoks Bali Kini dalam Film Roots

7 November 2025
BaleBengong

© 2024 BaleBengong Media Warga Berbagi Cerita. Web hosted by BOC Indonesia

Informasi Tambahan

  • Iklan
  • Peringatan
  • Kontributor
  • Bagi Beritamu!
  • Tanya Jawab
  • Panduan Logo

Temukan Kami

Welcome Back!

Sign In with Facebook
OR

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip

© 2024 BaleBengong Media Warga Berbagi Cerita. Web hosted by BOC Indonesia