Walhi Bali memberikan hadiah tahun baru berupa gugatan terhadap Gubernur Bali.
Gugatan tersebut disampaikan Walhi kepada Gubernur Bali Rabu kemarin. Gugatan ini menyusul tidak digubrisnya somasi pertama maupun kedua yang telah dilayangkan Walhi Nasional kepada Gubernur Bali, Made Mangku Pastika. Organisasi Lingkungan Hidup ini pun melayangkan gugatan Tata Usaha Negara (TUN).
Ketua Dewan Daerah Walhi Bali, Wayan Gendo Suardana, SH mendaftarkan gugatan Walhi di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Denpasar Rabu kemarin.
Gendo mengatakan ini merupakan “hadiah tahun baru” untuk Gubernur Bali dari Walhi. Gugatan ini dilayangkan karena Gubernur Bali tidak menggubris dua kali somasi yang telah dilayangkan Walhi. Selain itu, Gendo menilai Gubernur tidak transparan dalam menerbitkan keputusan tersebut. “Buktinya sampai sekarang Gubernur Bali belum memberikan data yang diminta oleh Divisi Hukum Walhi Bali,” ujar Gendo.
Gendo menambahkan dengan keluarnya keputusan tersebut, Gubernur telah melanggar kebijakan yang dibuatnya sendiri tentang moratorium akomodasi pariwisata di Bali selatan. Hal tersebut karena dalam keputusan yang dikeluarkan PT. Tirta Rahmat Bahari diberikan izin membangun sejumlah fasilitas akomodasi pariwisata, seperti 75 penginapan di dalam hutan mangrove. Pemberian izin pembangunan akomodasi pariwisata di dalam hutan mangrove, menurut Gendo, membahayakan ekosistem hutan mangrove tersebut, mengingat vitalnya fungsi mangrove di sana.
Saat melakukan pendaftaran Gendo didampingi oleh tim kuasa hukum yang ditunjuk oleh Walhi Nasional berdasarkan surat kuasa yang ditandatangani oleh Ketua Pengurus Walhi Nasional Abetnego Panca Putra Tarigan. Kuasa hukum tersebut di antaranya I Putu Artawan, SH., Drs. Edmund Wahyu Indrawan SH., AA Made Eka Dharmika, SH., I Gusti Agung Jaya Putra, SH., dan AA Gde Anom Wedhaguna, SH.
Beberapa lembaga dan komunitas pun mendampingi mereka dalam gugat tersebut yaitu pengurus Frontier Bali, Bali Outbound Community dan Walhi Bali yang tergabung kedalam KEKAL Bali.
Putu Artawan, SH yang didaulat menjadi ketua tim kuasa hukum mengatakan gugatan yang didaftarkan menggunakan mekanisme Legal Standing. Artinya, Walhi sebagai Organisasi Lingkungan Hidup melakukan gugatan karena merasa dirugikan, meskipun tidak secara langsung, atas terbitnya izin pengusahaan pariwisata alam pada blok pemanfaatan kawasan taman hutan raya Ngurah Rai seluas 102,22 hektar kepada PT. Tirta Rahmat Bahari.
Menurut Artawan ada dua alasan yang digunakan untuk melakukan gugatan TUN ini. Pertama, Gubernur Bali dalam menerbitkan izin, dianggap telah melanggar peraturan perundang-undang yang berlaku. Kedua, izin yang diterbitkan tersebut dianggap melanggar asas-asas pemerintahan yang baik.
Lebih lanjut Artawan menjelaskan peraturan perundang-undangan yang telah dilanggar oleh Gubernur Bali dalam penerbitan izin tersebut antara lain UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup beserta PP No. 27 Tahun 2012 tentang izin lingkungan. Gubernur Bali juga telah melanggar UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya serta PP No. 36 Tahun 2010 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Marga Satwa, Taman Nasional, Taman Hutan raya dan Taman Wisata Alam.
Dalam pemberian izin tersebut Gubernur Bali melanggar Asas-asas pemerintahan yang baik sebagaimana diatur oleh UU No. 28 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas KKN.
Adapun isi tuntutan yang disampaikan adalah menyatakan batal atau tidak sah Surat Keputusan Gubernur Bali No. 1.051/03-L/HK/2012 tentang pemberian izin pengusahaan pariwisata alam pada blok pemanfaatan kawasan taman hutan raya Ngurah Rai seluas 102,22 hektar kepada PT. Tirta Rahmat Bahari. Walhi juga menuntut gubernur segera mencabut Keputusan tesebut.
Gugatan Walhi diterima kemarin oleh Panitra Muda I Ketut Oka Astawa, SH. Dengan No. register 01/G/2013/PTUN.Dps. []