Pengalaman-pengalaman tak menyenangkan mengganggu citra Bali sebagai daerah pariwisata.
Libur akhir tahun baru saja berlalu. Saat liburan, saatnya jumlah turis baik domestik maupun internasional bertambah. Kemacetan di sekitar obyek wisata pun mulai meningkat. Saya pun ikut liburan. Kebetulan sahabat saya bersama istri dan anaknya sudah merencanakan jauh-jauh hari untuk berlibur di Bali. Rancangan perjalanan sudah diatur sedemikian rupa, supaya waktu liburan singkat benar-benar efektif.
Pada liburan kali ini, ada beberapa hal yang saya cermati sepanjang perjalanan hampir semingguan ini. Dan hal tersebut sungguh membuat saya tak nyaman, bahkan malu.
Ketidaknyamanan saya lebih kepada sikap-sikap yang tidak mencerminkan keramah-tamahan orang Indonesia, yang selalu diusung dan didengung-dengungkan kalau bicara tentang karakter orang Indonesia. Bagaimana tidak? Keramahtamahan tersebut saat ini kian memudar bahkan sampai ke generasi muda, yang disebabkan oleh satu hal… UANG.
Kejadian pertama adalah saat kami mengikuti wisata kampung di Nusa Lembongan, Klungkung. Saat berkunjung ke Gala Gala, sebuah rumah di dalam gua yang punya catatan menarik seputar kisah pembuatnya, kami harus melalui deretan rumah penduduk. Ini bukan kunjungan pertama kalinya bagi saya.
Dari kejauhan tampak dua anak gadis sedang menari. Wah, tambahan atraksi nih di Nusa Lembongan, pikir saya. Berarti masyarakat semakin memikirkan bagaimana membuat turis-turis tertarik mengunjungi kampung mereka.
Berangsur Hilang
Ternyata semakin dekat mata saya terpaku pada stoples di hadapan penari cilik tersebut. Ooopss, jelas saya terkejut karena kemudian senyum manis dan lirikan mata sang penari berangsur hilang saat kami melintas begitu saja tanpa memasukkan uang ke dalam stoples. Mereka hanya menari saat ada orang melintas saja. Kali ini saya hanya bisa mengelus dada.
Kejadian kedua berkaitan dengan transportasi. Sahabat saya dan keluarga semobil bersama kami. Namun, kebetulan ikut bersama kami kolega sahabat saya, sebut saja keluarga Budi (bukan nama asli) yang juga berlibur. Dari mulut ke mulut temannya yang organizer, mereka mendapat mobil sewaan bersama sopir. Karena mereka tidak memesan paket tur, dalam pikiran saya berarti semua perjalanan bisa kita atur selama memenuhi jam sewa yang dipesan.
Ternyata sang sopir berpikiran lain. Saat kami memutuskan rafting di daerah Telaga Waja, Karangasem, berulang kali dia mempertanyakan kepada Budi dan istri, mengapa tidak memilih di Ubud, karena Telaga Waja sangat jauh. Mulai dari bertanya, ingin tahu, sampai promosi setengah paksa untuk beralih ke Ubud.
Akibatnya, saat mengantar ke starting point, sikapnya mulai tidak ramah. Bahkan saat selesai pun, ia masih memaksa untuk singgah ataupun menginap di daerah Ubud. Keluarga Budi jelas tidak mau.
Akhirnya konflik pun tak terelakkan. Itu terjadi saat perjalanan kembali ke hotel. Kami (semobil) mengajak keluarga Budi untuk makan malam di bubur Lao Ta. Karena berpisah arah (kami sempat singgah di Denpasar) mobil mereka tak terhindar dari macet di jalan sekitar Legian. Sambil memandu lewat smartphone, kami saling menelpon.
Pertama-tama sang sopir mengaku tidak tahu Lao Ta. Kami mengatakan itu di jalan raya Tuban. Lalu kami memberikan solusi untuk bertemu sekitar Joger. Sang sopir mengaku tidak tahu Joger. Saya dan suami menjadi agak kesal, karena sebelumnya sang sopir mengaku sudah 20 tahun menjadi sopir pariwisata. Masa tidak tahu Lao Ta dan Joger yang menjadi salah satu ikon tujuan wisata, terutama bagi turis domestik dari Jakarta.
Karena bingung sementara mobil terus berjalan ke arah Kuta, istri Budi mengatakan pada suaminya, “Ayo kita balik aja ke Lao Ta. Ini nggak enak sudah ditunggu.”
Sang sopir segera menimpali, “Coba ibu bilang dari tadi. Kalo mutar lagi ini sudah jauh. Macettt, saya nggak mau.”
Budi pun marah dan membentak sang sopir, “Istri saya nggak tahu jalan di Bali, kenapa Bapak salahin dia.”
Suasana pun runyam. Budi marah-marah dan baru kali ini sang sopir diam. Akhirnya dia mengiyakan untuk mampir ke resto cepat saji sebelum kembali ke hotel. Merasa tak enak, istri Budi sampai harus telpon ke saya membatalkan kehadiran mereka.
Komisi
Di sini saya sungguh-sungguh kecewa. Karena berharap dapat komisi, sang sopir tidak menjaga nama baik dirinya, dan terutama pariwisata Bali. Akhirnya usai malam itu; bahkan tanpa terpikir untuk memberikan sekadar tips bagi sang sopir. Keluarga Budi minta tolong kepada kami untuk dicarikan sopir yang lebih kooperatif dan ramah.
Oh iya, sebenarnya hari itu tidak hanya masalah sopir saja yang mengganggu kenyamanan saya. Seusai rafting, saya dicegat beberapa gadis kecil yang membawakan bunga. Saya tidak memiliki kecurigaan apa-apa saat menerima bunga. Namun, kemudian mereka meminta uang untuk bunga yang sudah layu tersebut. Bunga itu bahkan tidak bisa dirangkai menjadi apapun.
Saya cuma bilang, “Dik kalau bunga seperti ini, di rumah saya di Denpasar juga banyak.” Dia bilang tidak bayar juga tidak apa-apa. Namun, dia dan teman-teman terus mengekor ke mobil untuk meminta uang. Karena tak mau terganggu, suami saya mengangsurkan seribuan dua lembar kepada anak tersebut. Anak itu masih berkata, “Satu lagi buat teman saya mana?”
Kami pun segera mengunci pintu, menutup jendela dan kabur dari tempat itu.
Dan ternyata kejadian tersebut sempat membuat kesal turis Korea yang tak menyangka akan dimintai uang. Tidak tanggung tanggung permintaannya. Karena tidak ada pecahan rupiah kecil, hanya ada seratusan ribu dan beberapa lembar dolar, anak tersebut memaksa untuk meminta beberapa lembar dolar. Turis tersebut dibuat benar-benar jengkel. Tercoreng lagi pariwisata Bali.
Mental Kere
Perjalanan liburan kami belum selesai. Hari terakhir, kami snorkeling ke daerah Labuhan Amuk, Karangasem. Pelayanan provider sangat bagus dan ramah. Namun, begitu ke area parkir, tiba-tiba kami dihadang serombongan anak perempuan dari desa. Mereka memaksa untuk membukakan pintu mobil. Kami sudah paham modusnya, pasti ingin diberi uang. Dengan tegas saya berujar, “Nggak usah, Dik. Saya bisa sendiri. Terima kasih ya..”
Mereka masih berdiri dengan tampang sedikit galak. Terus terang saya sudah khawatir, tindakan apa yang akan mereka lakukan untuk memaksa minta uang. Namun, sampai kami berangkat, akhirnya mereka berangsur pergi walau dengan tatapan tak senang.
Duh, dari kejadian-kejadian tersebut, saya jadi merenungkan banyak hal. Saya memang tidak lahir dan besar di Bali, walau saya sudah menjadi penduduk Bali sejak 1999. Saya memang hanya ibu rumah tangga yang suka jalan-jalan. Saya pun bukan pekerja pariwisata. Namun, saya mengamati, alangkah sayangnya bila lama kelamaan sikap perilaku segelintir orang bisa membuat nama Bali menjadi tercoreng dengan mudahnya.
Padahal tak perlu promosi bersusah payah, Bali masih eksis menjadi daerah tujuan wisata siapapun yang tinggal di Indonesia maupun luar negeri. Dengan kondisi tersebut, tentu yang perlu dibenahi dan ditata adalah karakter orang-orang di dalamnya. Memberi jasa pelayanan dengan sangat baik. Kemudian mendapat imbalan; itu memang sudah sewajarnya apalagi kalau itu berupa pekerjaan.
Namun, tidak melakukan apa-apa namun berharap mendapat uang, itu sama saja dengan mental kere, mental pengemis yang dilatarbelakangi kemiskinan atau bahkan tergiur oleh gaya hidup yang mendewakan uang.
Yang memprihatinkan hal seperti ini bahkan sudah masuk ke benak anak-anak atau generasi muda. Padahal bila dua anak gadis yang menari tersebut, benar dibuatkan pertunjukan tarian singkat di mana penonton bisa saweran uang, tentu hal tersebut akan membuka lahan atraksi dan tentunya pekerjaan baru. Sayangnya, belum terpikir oleh saya bagaimana mengemas tindakan memberi bunga atau membukakan pintu bisa menjadi sebuah atraksi wisata.
Saya tidak mau menyalahkan siapa-siapa untuk kejadian-kejadian yang kami alami ini. Saya juga belum tahu apa yang bisa saya lakukan sebagai bagian dari penduduk di pulau indah ini. Mungkin sudah saatnya kita memikirkan solusi bersama-sama, agar Bali menjadi daerah tujuan wisata yang ‘lengkap’. Tak hanya indah dan menarik pemandangan, aktivitas maupun suasananya; namun juga indah karakter orang-orang di dalamnya. [b]
Ivy, tulisan Anda sangat menarik! Benar, kita harus belajar melayani sepenuh hati.
Tidak perlu malu menjadi orang Bali. Karena budaya Bali lah Bali itu menjadi unik dan diminati wisatawan san tempat mencari kerja.
Mari kita cari saluran yang benar untuk berkeluh kesah-jangan sampai menjeneralisir permasalahan atas nama pariwisata Bali, padahal permasalahan tersebut bersumber bisa jadi dari wisatawan sendiri yang moodnya lagi jelek, atau memang dari segelintir pelaku pariwisata di Bali.
To Bayu Wisnawa…
Memang bener orang bali tidak perlu malu jadi orang bali, karena bali di takdirkan jadi tujuan pariwisata…. cuma yah dengan adanya tulisan ini, orang bali harus lebih positif, jangan arogan, jangan sombong, jangan terlalu juga buta dengan keadaan, karena sekarang banyak tempat yang jauh lebih indah pantai nya dari yg ada di bali…… tinggal butuh pengelolaan saja dari pemerintah setempatnya, pasti bali kalah indah:
Saya juga punya pengalaman sangat menjengkelkan, di bali….
jujur saja bali menjadi dafter coret untuk liburan lagi untuk saya……
Peristiwa terjadi sewaktu saya bawa mobil rentcar, saya menginap di kuta, hotel mercure. terus namanya saja liburan pertama kali mau tau dong kota denpasar, maka kami memutuskan jalan2 di kota denpasar, terus kepasar burung denpasar… nah di sinilah awal mulanya kecewa dengan oknum orang bali………Baru keluar dari pasar burung di bali, kira2 baru jalan 10meter ada orang pakai setelah seperti abis olahraga, potong jalan saya, tanpa lihat kanan kiri pakai motong langsung ketengah jalan,… reflek dong nge-rem mendadak, pontang panting lah anak saya dan istri saya di dalam mobil, dan sialnya di tabrak motor dari belakang……. sial banget mana mobil rent car lagi….
Kesel saya saya teriakin orang yg motong jalan terbesut,” lia-liat bli kalo jalan, emang ini jalan mu pribadi apa banyak pengguna jalan disini” seperti itulah saya menegur orang itu…..
akhirnya orang tersebut denger balik mengarahkan motornya kesaya…. tanpa di diduga saya kira mau minta maaf, eh malah balik marah2 ngajakin berantem… orang itu bilang ” mau apa saya orang sini asli,( dengan logat bali yg kental ) saya sudah biasa seperti itu, mau apa?” akhirnya bukan situasi membaik dengan dia minta maaf malah menantang balik, kesel saya juga… akhirnya saya jelaskan peraturan di jalanan umum, itu orang malah nggak terima ngajak berantem,” dia bilang ini daerah saya mau apa” sial dalam hati orang ini…..kalo masalah kekerasan mah saya sudah sering liat waktu di singapore saya sempet liat orang di tusuk sampai sekarat…. tapi inikan bali, katanya orangnya ramah2….
Akhirnya saya di tantang emosi juga, saya bilang bukannya mikir tu orang berkali2 ngajak berantem…..
Merasa di tantang terus2an kepancing juga dong….. dia ngajak saya berantem ” ayo kita ke sana, udah emosi.. ayolah saya bilang…..
dia jalankan motornya saya ikutin pake mobil rentcar, walaupun istri saya udah bilang jangan di ladenin saya nggak dengerin petunjuk dari istri…..
Setelah 2 menit jalan saya ikutin tuh orang, dalam hati, saya bertanya…orang ini mau berantem kok repot bener? tapi saya tetap ikutin. di tengah perjalanan di keluarin hp, rupanya dia telpon temen2nya…. tiba2 berenti kalo nggak salah di jalan suli denpasar…. dia berenti saya keluar mobil dong, ayolah mau elu apa bukan mikir malah ngajakin berantem… nggak jauh dari situ ada sebuah gang, nggak tau saya nama gang itu….5 orang berbada besar dateng, dengan bahasa bali, maki2 saya….
saya merasa nggak punya urusan sama orang2 tsb, saya ngomong ke orang yg pertama ngajak saya berantem…. elu mau main keroyokan…. saya cuma bertiga 1 saya 2 istri 3 anak umur 6 thn…..
saya jelasin dong ketemen2nya kronologis kejadiannya…. si temen2 orang tersebut juga mikir walaupun udah di jelasin….akhirnya saya di kroyok dong… dan mobil kacanya di pecahin anak sama istri saya shok dong….. jelas saya kalah….
Akhirnya ada orang yg bantuin saya waktu saya di keroyok 6 orang tsb…. akhirnya mereka berhenti juga…. sambil teriak2 saya orang bali kamu, jangan macam2 yah di bali….. saya bilang siapa yg macam2 saya sudah jelaskan kejadiannya… akhirnya karena saya di keroyok akhirnya saya memilih diam, dan masuk mobil dan pergi tak lupa, mengucapakan terima kasih kepada orang yg memisahkan saya……
gara2 itu padahal saya sudah rencana 1 minggu di bali jadi saya batalkan, cukup 3 hari saja, dan ini hari terakhir di bali….hari itu saya balik ke surabaya, setelah membayar ganti krugian mobil yg rusak….. Akhirnya saya bilang sama istri, anak saya ini pertama dan terakhir kita ke bali…..rupanya bali tidak sebagus yg saya bayangkan…… pengalaman paling buruk selama saya pergi liburan ke daerah2 di indonesia…..
Saya cuma kasih saran ke preman2 bali yang ada di bali ” kalo mau jadi preman jangan di bali, ssebab bali ada tujuan pariwisata, penghasilan terbesar bali dari pariwisata, apa jadinya kalo bali nggak ada pengunjungnya……
Kalo mau jadi preman jangan di gangannya sendiri, yg jauh…kesini ke jakarta…coba kuasain nih surabaya…. ini pengalaman pariwisata yang sangat buruk saya dan kaluearga liburan di BALI……. ( jauh dari dugaan )…
Bayangin saya salah satu orang yg mengeluarkan uang untuk pendapatan daerah bali….. saya nggak perlu cari kerja di bali, bahkan saya mengeluarkan uang selama di bali… untuk keberlangsungan kesejahteraan bali…..
Memang betul bali unik dengan budaya, harap diingat budaya unik nggak cukup kalo orang bali sombong, angkuh, dan tidak respek dengan terhadap orang… dan jangan itu di jadi kan salah satu budaya unik juga loh…..
Kalo bali jadi tempat para pendatang, itu pun terjadi di mana2, Sby, Lampung, Jakarta, Sulawasi dan masih banyak tempat lainnya… untuk cari makan juga kan…. kalo masalah pendatang biasa kali…. kalo tanpa pendatang bali juga nggak jadi kayak sekarang…. iyahkan…. coba masyarakat bali sekali-kali kunjungi daerah lain, aman kok… kalo kataanya bali aman, nggak juga kok…… silahkan anda, kelaur daerah buka wawasan dan liat dari sisi yg benar….
trus gimana kelanjutanya mas rudi??
laporken aja ke polisi, bikin malu aja preman2 brengsek itu..!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!1
aku juga ndak mau bali jadi ‘pulau seribu preman’ bikin malu pariwisata internasonal saja..!!!!!!!!!!!!!!!
untungnya tahun ini Pangdam sama Kapoldanya sudah lebih tegas babat abis preman pakek Tim Jaguar…
Ini sama persis kejadiannya sama temen saya 3hari yang lalu ke bali..
Temen saya naik motor boncengan berdua, Disampingnya ada mobil avanza, saya sama temen naik motor di belakang mobil avanza ini..
Ternyata si mobil avanza ini belok kiri tiba2 tapi ga nyalain lampu sen, dari belakang saya liat dia mau belok tapi ragu2, alhasil nyerempet temen saya yang di pinggir mobilnya..
Pas keluar bapak2 udah kesel mukanya, mobil depannya petot sedikiiit (tidak lecet, disiram airpanas juga balik)
Bapak ini marah2, langsung minta ganti rugi 500rb.
Temen saya bilang kita anterin saja ke bengkel pak, nanti biaya bengkel kita yang tanggung, eeh si bapak malah makin galak..
Pake nanya kami dari mana? Jangan macam2 sama orang bali, mau nahan KTP kita, mau bawa kita ke polisi..
Saya jadi gagal paham, apa ada perkataan kita yang salah?
Dia udah kaya mau nabok temen saya, teriak2 tetep minta ganti 500rb, akhirnya temen saya kasih uang dilipet kecil tapi 150rb, dan si bapak tanpa liat uangnya langsung masuk mobil dan pergi.. saya yakin di dalam mobil pas bapak itu ngitung uangnya dia bakal maki2 kitaa lagi ?
saya belum lama juga tinggal di bali bu…saya juga banyak kecewanya dengan Bali setelah tinggal disini…suami saya pernah bercerita, sewaktu ada keperluan di bandara ada seorang porter yg marah2 pada 2 orang wisatawan wanita dari jepang yg dibantunya mendorong troley, hanya gara2 diberi 10rb rupiah untuk ongkosnya mendorong dan yg membuat miris dia sempat mengatakan dengan membentak2 agar si turis tidak pernah lagi kembali ke Bali dan dlm kondisi spt tdk ada seorangpun yg menegur si porter tersebut…sungguh bodoh sekali…. selain itu tampaknya kesadaran orang2nya mengenai kebersihan juga kurang, sekali pernah saya makan di minimarket yg menyediakan makanan siap santap & ada anak2 muda Bali yg makan disebelah saya tapi membuang kertas struk, tusuk sate bekas makan & plastik bungkus sendoknya sebarangan kebawah meja, sayapun berinisiatif memungut sampah mereka & membuangnya ketempat sampah yg jaraknya tidak lebih dari 2 meter dari meja mereka, tp mereka hanya melihat saya & samasekali tidak merasa malu atau minta maaf…saya yg merasa miris & malu bu…
Memang betul bu, saya sebagai pengunjung bali, saya juga sangat kecewa,…. makanya dengan media ini kita harus mngingatkan orang2 yg ada di bali untuk bertindak lebih berwawasan, ramah dan sopan…. kita nggak mau kan ngeluarin uang di tempat yg mengecewakan kita…. maka ini hanya bagian dari kritik, koreksi agar orang2 bali lebih baik lagi……
Appreciated tulisan ini dan semoga yang diceritakan adalah para oknum saja, dan kupikir ini penting menjadi bahan masukan bagi semua pribadi dan institusi terkait.
Saya juga pernah mengalami di Trunyan, namun setelah saya pikir itu akibat ketidakpercayaan diri sendiri yang lebih suka blusukan. Padahal nyebrang sudah ada pelabuhannya.
Jjur mendengar pengakuan dlm tulisan ini sbg org bali sya sgt terketuk…..,selama ini bali sgt trkenal sekali didunia….,bahkan Bali sampai di kira sebuah negara karena sking terkenalnya…..di Bali sendiri masyarakatnya majemuk karena memang byk sekali pendatangnya dari luar bali dn menetap di bali….tidak ada konflik…mereka hidup berdampingan….bahkan ada bangunan Pura dengan masjid dan dengan greja berdampingan ….mereka rukun..saling menghargai,,tolerir…..,
Namun kesempurnaan hanya milik tuhan….,jadi mungkin kekurangan seperti yg diceritakan diatas itu hanya OKNUM saja…..ada pengemisnya…trus ada pelayanan dari oknum tertentu yg tidak ramah,,sya rasa mungkin hal seperti ini pasti akan ditemukan disemua daerah wisata di indonesia…….,,tulisan ini kita jadikan koreksi…dn pemerintah lah disini yg lamban dalam menangani para peminta di tmpt2 wisata ini…..,,
Saya juga punya pengalaman sangat menjengkelkan, di bali….
jujur saja bali menjadi dafter coret untuk liburan lagi untuk saya……
Peristiwa terjadi sewaktu saya bawa mobil rentcar, saya menginap di kuta, hotel mercure. terus namanya saja liburan pertama kali mau tau dong kota denpasar, maka kami memutuskan jalan2 di kota denpasar, terus kepasar burung denpasar… nah di sinilah awal mulanya kecewa dengan oknum orang bali………Baru keluar dari pasar burung di bali, kira2 baru jalan 10meter ada orang pakai setelah seperti abis olahraga, potong jalan saya, tanpa lihat kanan kiri pakai motong langsung ketengah jalan,… reflek dong nge-rem mendadak, pontang panting lah anak saya dan istri saya di dalam mobil, dan sialnya di tabrak motor dari belakang……. sial banget mana mobil rent car lagi….
Kesel saya saya teriakin orang yg motong jalan terbesut,” lia-liat bli kalo jalan, emang ini jalan mu pribadi apa banyak pengguna jalan disini” seperti itulah saya menegur orang itu…..
akhirnya orang tersebut denger balik mengarahkan motornya kesaya…. tanpa di diduga saya kira mau minta maaf, eh malah balik marah2 ngajakin berantem… orang itu bilang ” mau apa saya orang sini asli,( dengan logat bali yg kental ) saya sudah biasa seperti itu, mau apa?” akhirnya bukan situasi membaik dengan dia minta maaf malah menantang balik, kesel saya juga… akhirnya saya jelaskan peraturan di jalanan umum, itu orang malah nggak terima ngajak berantem,” dia bilang ini daerah saya mau apa” sial dalam hati orang ini…..kalo masalah kekerasan mah saya sudah sering liat waktu di singapore saya sempet liat orang di tusuk sampai sekarat…. tapi inikan bali, katanya orangnya ramah2….
Akhirnya saya di tantang emosi juga, saya bilang bukannya mikir tu orang berkali2 ngajak berantem…..
Merasa di tantang terus2an kepancing juga dong….. dia ngajak saya berantem ” ayo kita ke sana, udah emosi.. ayolah saya bilang…..
dia jalankan motornya saya ikutin pake mobil rentcar, walaupun istri saya udah bilang jangan di ladenin saya nggak dengerin petunjuk dari istri…..
Setelah 2 menit jalan saya ikutin tuh orang, dalam hati, saya bertanya…orang ini mau berantem kok repot bener? tapi saya tetap ikutin. di tengah perjalanan di keluarin hp, rupanya dia telpon temen2nya…. tiba2 berenti kalo nggak salah di jalan suli denpasar…. dia berenti saya keluar mobil dong, ayolah mau elu apa bukan mikir malah ngajakin berantem… nggak jauh dari situ ada sebuah gang, nggak tau saya nama gang itu….5 orang berbada besar dateng, dengan bahasa bali, maki2 saya….
saya merasa nggak punya urusan sama orang2 tsb, saya ngomong ke orang yg pertama ngajak saya berantem…. elu mau main keroyokan…. saya cuma bertiga 1 saya 2 istri 3 anak umur 6 thn…..
saya jelasin dong ketemen2nya kronologis kejadiannya…. si temen2 orang tersebut juga mikir walaupun udah di jelasin….akhirnya saya di kroyok dong… dan mobil kacanya di pecahin anak sama istri saya shok dong….. jelas saya kalah….
Akhirnya ada orang yg bantuin saya waktu saya di keroyok 6 orang tsb…. akhirnya mereka berhenti juga…. sambil teriak2 saya orang bali kamu, jangan macam2 yah di bali….. saya bilang siapa yg macam2 saya sudah jelaskan kejadiannya… akhirnya karena saya di keroyok akhirnya saya memilih diam, dan masuk mobil dan pergi tak lupa, mengucapakan terima kasih kepada orang yg memisahkan saya……
gara2 itu padahal saya sudah rencana 1 minggu di bali jadi saya batalkan, cukup 3 hari saja, dan ini hari terakhir di bali….hari itu saya balik ke surabaya, setelah membayar ganti krugian mobil yg rusak….. Akhirnya saya bilang sama istri, anak saya ini pertama dan terakhir kita ke bali…..rupanya bali tidak sebagus yg saya bayangkan…… pengalaman paling buruk selama saya pergi liburan ke daerah2 di indonesia…..
Saya cuma kasih saran ke preman2 bali yang ada di bali ” kalo mau jadi preman jangan di bali, ssebab bali ada tujuan pariwisata, penghasilan terbesar bali dari pariwisata, apa jadinya kalo bali nggak ada pengunjungnya……
Kalo mau jadi preman jangan di gangannya sendiri, yg jauh…kesini ke jakarta…coba kuasain nih surabaya…. ini pengalaman pariwisata yang sangat buruk saya dan kaluearga liburan di BALI……. ( jauh dari dugaan )
Ayo kita lakukan sesuatu untuk memperbaiki Bali! Barang kali Bapak/Ibu disini punya wadah independen untuk memperbaiki dan melestarikan Bali?
Mari kita mengeritik, tapi jangan cuma pandai mengeritik- harus pandai juga memperbaiki-karena kalau mengeritik/mengeluh, semuapun pandai. Bali butuh action,Not Talk!
mungkin sah saja jika ini adalah bentuk “protes” penulis, dan memang benar hal2 tersebut salah satu negatif dari pariwisata Bali, namun kata2 “malu” menurut saya tidak tepat jika menggambarkan bagaimana perasaan penduduk (asli) bali tentang pulau yang kami cintai ini. kritikan ini sangat membangun karena datang dari slah satu penikmat (wisatawan) pulau ini. tp men-judgje mereka bermental kere seperti itu sperti yg dikatakan tadi benar2 mengecewakan. ingat mereka hanya penduduk desa yang belum tau apa itu pariwisata, dan itu adalah efek keterkejutan banyaknya orang “asing” di tanah Bali. lambat laun orang Bali akan berintropeksi diri, namun ada baiknya juga jika wisatawan mampu menjaga etika dan sama2 menjaga kearifan lokal Bali.
Saya juga pernah mengalami hal serupa, ketika saya ke Kintamani pada pertengahan tahun 2004, saya dibuat jengkel oleh para pedagang asongan yang disana, mereka sangat memaksa untuk mendapatkan uang, mereka menjual daganganya dengan memaksa sekali, bahkan dengan menolak secara halus pun, sudah tidak mempan, bahkan saya sampai harus mengeluarkan bahasa Bali Halus untuk menolak mereka itupun masih tidak mempan, dan mereka masih terus mengikuti kita, sehingga kita merasa sangat tidak nyaman, kita ingin refreshing, tp dengan kejadian itu, justru malah stress dibuatnya, istri saya sampai tidak berani keluar dari mobil, karena begitu keluar mobil maka akan dibuntuti sampai kita beli barangnya, dan anehnya, kalau yang dibeli satunya, yang lain juga minta dibeli barangnya…gila bener, saya cerita kepada teman yang kebetulan rumahnya deket Kintamani, bahkan diapun sampai geleng2 kepala dibuatnya, karena dia sebagai orang asli daerah sana kalau kesana juga diperlakukan seprti itu, walaupun dia sudah mengatakan orang situ, para pedagang itu cuek, dan jujur saja saya KAPOK kesana, ada baiknya memang pemerintah setempat menertibkan mereka-mereka itu agar tidak membuat wisatawan merasa tidak nyaman..karena dampaknya akan buruk buat Bali, khususnya Kintamani, jujur saja Pemandangan Kintamani luar biasa Indah, tapi sayangnya, oknum2 pedagang asongannya tidak bisa menjaga prilakunya.. Saran saya, ayo kita sama2 introspeksi diri….kita sikapi komplain wisatawan sebagai kritik yang membangun, agar Bali tetap menjadi tujuan wisata dunia yang menyenangkan….
Fenomena macam itu tak hanya akan Anda jumpai di Bali. Di lokasi wisata lain pun juga tak jauh beda. Memang budaya kita sudah lama luntur. Yang ada tinggal barang dagangan yang tidak laku kalau yang menawarkan tidak disertai wajah melas. Kasihan ya kita……….. 🙂
Wah, ternyata banyak yang kesal dengan Bali. Saya dan istri hari ini baru saja kembali dari Bali dan kami juga mengalami kejadian tidak enak dengan rental mobil.
Awalnya, saudara kami di Bali mencarikan rental mobil. Dengan pemilik mobil, terjadi kesepakatan harga Rp 100.000. Sewaktu mobil dalam perjalanan pengantaran, sopir memberitahu saudara saya kami kalau dia mengisi bensin 50rb. Jadilah ketika datang kami beri 150rb. Artinya kami punya hak bensin 50rb. Diperjalanan, saya mencoba mengetes kira2 bensin 50rb habisnya seberapa, Lalu saya isi kembali dengan menambah bensin 30rb. Pada saat mobil dikembalikan, pemilik mobil marah2 dan bilang kalau bensin kurang dari posisi awal. Saya kan punya hak 50rb, tapi ternyata bensin harus tetap dikebalikan ke posisi pada saat diserahkan ke saya. Sebenarnya bukan soal 50rb, tapi ini soal fair play. Ternyata banyak pelaku pariwisata di Bali yang berlaku curang. Belum lagi perilaku pengendara motor yang lebih ugal-ugalan dari pengendara motor di Jakarta. Sudah jalannya kecil, ngebut seenaknya.
Jujur, saya kesal sudah berkunjung ke Bali. Bali ternyata tak seramah yang saya kira. Belum lagi muka ketus orang-orang Bali setiap kali kami bertanya, bahkan cuma tanya parkirnya dimana.
Yang pernah tersenyum dengan kami cuma polisi pariwisata dan supir Blue Bird (padahal supirnya orang Flores, yang notabene dikenal keras2, tapi sampai kami turun di Bandara dia masih tersenyum tulus kepada kami).
nah itu dia mas…. kalok disini memang motor yg berkuasa terutama yg naek motor pelan2 tapi ngawur…!!!!!
krn motor yg berkuasa makanya Sumber Kencono ndak berkutik kalok masuk sini… wkwkwk..
Mas orang flores muka aja yang seraam tapi hatinya baik bukan main..
Saya liburan 10hari di flores tidak ada kelecewaan yang sudah2 seperti di bali..
Masyarakat di flores tidak membeda2kan wisatawan, tidak mematok harga tinggi untuk souvenir dan makanan, pokoknya flores lebih baik dari Bali
Saya agustus kmrn hbs berlibur pertama x k bali n saya sempat kecewa n geleng2.mulai dari sampe bandara saya bertanya suatu hotel n supir taksi berkata itu jauh dan akhirnya dia memberi pilihan k hotel lain,krna weekend hotel yg d sarankan penuh smua dan krna msh penasaran akhirnya saya ngotot k hotel tujuan utama tp supir taksi tetap berkata jauh n pasti macet,tp ketika saya melihat tulisan nama jalan yg saya tuju,akhirnya dia diam dan mengantarkan ke hotel yg saya maksud.yg saya sesali mengapa dia harus berkata bohong alamatnya jauh.dan terakhir dia minta uang 250rb,pdhl klw d argoin cm 50rb,krna dia agak memaksa akhirnya saya beri.kemudian esoknya saya jalan2 k agung bali setelah dari agung bali berniat k krisna,akhirnya saya mencari taksi,dan karena tdk tahu jln akhirnya saya nego 50rb dia mau.ternyta krisna itu di tempuh hanya 5menit naik taksi dan jalan kaki bisa.karena krisna yg kami maksud bkn itu,akhirnya kami berkata bukan yg ini pak,tp dgn jutek nya supir taksi itu berkata krisna hanya ini dan dia memaksa kami turun dari taksi.mgkn kami yg salah krna salah tempat n salah nama tapi apa pantas seperti itu??krna penasaran kami akhirnya msk jg k krisna dan perlakuan tdk enak pun kembali kami dpt,ketika saya melihat kaos dan jarak nya di atasa,saya pun memanggil pramuniaga,dgn wajah tdk bersahabat dia naik ke bangku dan mengambil yg saya maksd,tapi bukannya diberi ketangan saya,baju itu di lempar ke tempat baju2 yg display d lipat saya tdk tahu apa namanya.hari esok karena kapok akhirnya kami menyewa travel,untung supir travel ramah jd asik.tapi sampai ke tempat wisata terlihat sekali diskriminasi wisatawan lokal dan asing.wisatawan asing di sapa dll,sdgkn kami di pasang wajah dingin n cuek.yah begitulah kecewa,ternyta lebih ramah jakarta mnrut saya.saya di bali 5hari 4mlm.tp untung karyawan hotel saya menginap ramah2.saya rasanya ingin marah ketika d perlakukan seperti itu,tapi saya sadar itu kota orang.mungkin pembelajaran saja.
kalok seandainya waktu itu saya yg menghadel, dijamin perjananannya bakal menyenangken mbak…. 🙂
Sedikit cerita pengalaman pertama ke bali beberapa bulan lalu, dari cerita-cerita diatas sepertinya ada benarnya karna saya pun mengalaminya.
Pertama, saat saya ke krisna di sunset road, saya sedang memilih-milih kaos, karna yang di display ukurannya kecil, saya menyapa pelayan untuk diberikan nomor yang lebih besar, saya panggil pelayan toko dengan sebutan “ibu” ( menurut saya sapaan “ibu” sangatlah sopan ), tapi ternyata beberapa pelayan disana malah tertawa seperti ngeledek dan bilang ke teman yang sama-sama pelayan itu ” bu, ibu…” (sambil mereka tertawa), dalam hati saya “apakah salah saya panggil ibu?”. Jujur saja ini pertama kali ke bali dan saya bener-bener ga tahu kalo manggil perempuan bali itu harusnya “mbok” (tapi sapaan “ibu” untuk perempuan dewasa, bukankah itu termasuk sopan ya? kenapa juga mereka mesti menertawakan?)
kedua, saat di bali bird park, saat ditempat dimana kita bisa berfoto bersama burung-burung kakak tua, terlihat sekali kalau saat kami datang mereka cuek aja (senyum pun tidak), giliran orang-orang bule datang langsung disapa dengan sangat ramah dan memberikan edukasi tentang burung-burung tersebut (entah lah apa mereka anggap saya sudah lebih pintar tentang perburungan daripada bule2 itu ya?? hehehe). Karna merasa bosan akhirnya kami tidak sampai 1 jam disana. Beberapa kali saya mengunjungi tempat-tempat wisata di Indonesia, baru kali ini saya merasakan diskriminasi.
ketiga, waktu ke tanah lot pun penjaja souvenir tidak henti-henti nya menghampiri kami , dari ibu-ibu sampai anak kecil, terkadang kok mereka sampai ada yang bilang ” bu beli lah bu, kasian bu” karna saya orangnya tidak tegaan akhirnya saya beli barang mereka, tapi kok setelah itu lebih banyak lagi yang datang ya?? kalau untuk poin yang ini, menurut saya ga terlalu masalah sih.
cuma 1 hal yang saya senang di bali, ada untung nya perbedaan antara turis lokal dan asing, yaitu harga tiket masuk ! udah itu aja hehehe.
Bukan kearifan lokal pak tiap daerah loh punya kearifan lokal jgn hanya bali aj dianggap paling baik dari daerah lain oleh orang2 bali tolong dong respek juga sama daerah lain kl merasa dikenal dunia silahkan wjdkn kmerdekaan seperti yg byk saya liat2 orang bali bicara g ush pk mengancam indonesia g akan rugi kok kehilangan satu pulau yg katanya dikenal dunia jujur pak pulau g kalah indahnya sama pulau bali budaya nya pun beraneka ragam jgn org luar dsrh jaga kearifan bali, orang bali sendiri jaga kearifan kesopanan g ada ruginya saya sangat miris melihat orang dikeroyok tp memang sebgian besar di bali sprt itu orang bali kl pergi ke pulau lain pst was was krn mereka sdh negatif thinking dl jgn dah jauh2 untuk kebutuhan persembahyangan saja bahan baku nya msh nggu kiriman dr pulau seberang apa gak malu bersikap sombong
@Saudara Nayas,
Sombong itu memang tidak baik.
Orang Bali kebanyakan tidak sombong.
Buktinya, semakin hari semakin ramai saudara saudara kita dari seluruh dunia untuk datang ke Bali.
Mohon maaf kalau Bali berbuat kesalahan, sehingga membuat saudara kurang nyaman.
Sebagai orang Bali, tentunya saya sedih membaca sisi negatif seperti yang sudah saudara saudara tulis.
Tapi saya tahu semuanya yang menulis disini pada dasarnya cinta Bali.
Matur suksema semeton tyang sareng sami. Peace, love and care.
saya rasa bali sudah banyak berubah, tahun 1990 waktu pertama ke bali, bali sangatlah asri, namun sewaktu datang kembali di tahun 2013 saya sangat terkejut, suasana asri hampir hilang.Yang paling menyolok adalah sangat banyaknya billboard papan iklan yang bertebaran di seluruh daerah. Mudah ditebak, tentunya senua diatasnamakan PAD alias Pendapatan Asli Daerah, alhasil yang timbul nantinya bukan AJEG BALI, tapi AJEG PEJABAT BALI
Banyak tempat wisata yg bagus juga di indonesia selain bali….
Menurut saya dimana-mana sama saja yang penting jangan berharap tinggi kalau ngga mau kecewa berat.
Saya ke Paris, Yunani, Belgia, Italia, dan beberapa negara lainnya berharap seperti di TV atau film, sama saja, pengemis, penodong, orang-orang kasar, bahkan lebih parah… Memang ngga ada yang se enak kampung halaman sendiri.
Yang penting jaga hati, jaga fikiran, jaga bicara dan jaga diri, dimanapun.
Mental bangsa ini memang perlu dirubah, harapan tinggi tapi solusi nol, ngga semua orang di Bali sekolah hospitality. Mungkin hanya di surga semua orang senyum manis dan tulus dan baik-baik, Bali bukan surga… Bali hanya sebuah pulau kecil yang pendapatan dari sektor pariwisatanya tidak merata, dimana Bali Selatan ditumpuki hotel, dikangkangi villa sampai pantai pun dibeli dan dipagari.
Malu itu, kalau kita seenaknya di daerah orang, malu itu kalo punya uang ngga sedekah, malu itu kalo parkir ngga bayar, malu itu kalo buang sampah sembarangan, kalau jadi orang/penduduk saja sudah malu, mau jadi apa lagi ya? Ada yang mau jadi kutu kupret ngga hari gini?
Salam Sampah…
Berterima kasih pada semua opini teman2. Tulisan ini pengalaman saya awal 2013 dan masih ada teman yang mau mengapresiasinya. Itu berarti masih banyak yang peduli pada Bali.
Jujur.. saya yakin sudah ada perubahan sana sini. Dan saya berharap kita sendiri bisa mengevaluasi diri masing2 seperti yang telah kita tulis. Mudah2an pariwisata Bali terus menata diri menjadi lebih baik.
kualitas pengendara di bali sangat buruk. bahkan bila dibandingkan dengan kota besar lain nya yang lebih padat kendaraan. semoga warga bali lebih mendapat pendidikan tentang safety dijalan.
BURUKNYA YA ITU MAS, NAEK MOTOR JALAN PELAN TAPI NGAWUR NDAK LIAT2 SPION DAN SUKA NGANDANG!!!!
KALOK DI JAKARTA ENAK, NGEBUT TAPI TERATUR…
KADANGKALA MOBIL2 MEWAH PUN KALOK BELOK NDAK PASANG RETING TRS KALOK DITEGOR MALAH MARAH2 BRENGSEK MEMANG..!!!!
SUDAH SAATNYA PARA PELAKU PARIWISATA BALI DIREFORMASI DENGAN CARA MEMBICARAKAN DENGAN PARA PETINGGI2 S/D TINGKAT BENDESA & KELIAN SUPAYA WARGANYA TIDAK BERLAKU TIDAK MENYENANGKAN DG WISATAWAN LOKAL/ASING, SERTA DINAS PARIWISATA PROVINSI, KAB/KOTA HARUS PUNYA CALL CENTER, SEHINGGA KALOK ADA APA2 (EX : DIPALAK SAMA SOPIR TRAVEL, DSLB) DAPAT LANGSUNG DIREKAM ATAU DILAPORKEN KE CALL CENTER TSB…
OYA BUAT PARA TURIS, KALOK ADA APA2 CALL AJA POLISI….
saya orang ind yang dari kecil tiggal dan hidup di jepang
bila teman saya (japanese,chines,korean) bilang ingin pergi pesiar ke bali,pasti saya anjurin jangan pergi ke bali !!!
karena
1. taxi airport dan taxi di bali ngak tahu aturan dan tidak baik!
pengalaman saya pertama dari jepang ke bali ,keluar airport langsung di kerubutin supir taxi, sudah di tolak tetapi beberapa supir taxi mengikutin terus di belakang!!
dan karena mau ngak mau naik taxi saya naik dari airport ke legian di minta 8ratus ribu !!!
dan di dalam taxi tidak enjoy, besok mau kemana ,boleh saya jemput ,biar saya yang nganterin ! cuma itu terus yang dibicarain supir taxi!!
pertama saja sudah di bohongin harga ,mana mau saya naik taxi dia lagi!
biarpun sudah di tolak ,besok nya dia datang ke hotel dan menanyain lagi apakah saya mau jalan jalan kemana!
ngak bisa tenang!1
2 ingin jalan jalan di pantai dan sekitar hotel juga ngak bisa tenang!!
jalan sedikit disamperin apa di teriakin taxi,ojek,beli ini pak! jalan lagi sedikit di samperin lagi!
apa orang2 itu tidak berfikir bahwa kalau kita butuh pasti kita yang nyamperin nya.
kalau ngak butuh biar di tereakin sampai suara habis juga ngak bakal saya pesan taxi.
di bali adalah liburan yang tidak bisa tenang dan enjoy!!
saya sudah sering ke eropa asia amerika,tetapi paling tidak bisa enjoy adalah berlibur ke bali!! karena dari pagi sampai malam cuma takut di mintain uang sama orang2 di sepanjang jalan.
bukan masalah uangnya tetapi kalau di tipu apa ngak ngak jujur dan memaksa kan merasa ngak enak!!
kalau di sini kan jual barang dan transport di seluruh negara kan harganya menetap dan sama! dan karena orangnya sopan sopan semua mau kasih berapa pun kami merasa senang(^_^) dan juga kalau di kasih lebih ngak mau kebanyakan ngak mau juga!
jadi saya menganjurin orang2 jepang dan travel 2 di jepang dan china saya selalu memberikan coment jangan pergi ke bali ,kecuali ikut tour yang sudah ada teransportnya !
tetapi karena orang jepang tidak suka ikut tour mereka juga melihat coment dari orang2 yang pernah ke bali ,sekarang jarang orang jepang ke bali sekarang,mereka memilih pergi ke Hawai ,karena mereka bisa hitung biaya sebelum berangkat (satu hari kira2 berapa pengeluarannya)
Saya sependapat..sopir dibali kebanyakan tidak jujur Dan mental maling..ditinggal 10 mnt aja buat check out hotel .tas kita yg sudah di Mobil dia dibongkar..dirampok..perhiasan uang raib senilai 20 juta lebih ..sadar2 dirampok setelah unpacking dirumah..kapok wisata ke Bali..
Panjang ceritanya ngantuk bacanya
???????????????????????????????????????