Kian hari, Bali kian riuh oleh turis domestik maupun mancanegara.
Dengan jumlah turis per tahun mencapai sekitar 3 juta tiap tahun, Bali pun menjadi tempat yang sangat riuh oleh turis. Di pusat-pusat pariwisata, seperti Kuta dan Seminyak, turis memadati bar, restoran, pantai, dan tempat-tempat wisata lain di Bali. Di jalanan, kendaraan padat merayap nyaris 24 jam. Bali jadi tempat yang terlalu bising.
Maka, Gili Trawangan di Nusa Tenggara Barat (NTB) pun bisa jadi tempat pelarian ketika Bali sudah terlalu penuh. Pulau ini terletak di sisi bara laut Pulau Lombok, pulau terbesar di provinsi ini. Ada tiga pulau kecil di kawasan ini, yaitu Gili Trawangan, Gili Meno, dan Gili Air. Pulau terbesar dan paling ramai oleh turis adalah Gili Trawangan.
Perjalanan menuju Gili Trawangan bisa lewat dua jalur, Padangbay, Bali dan Lombok, NTB. Jika dari Padangbay, pelabuhan di sisi timur Bali, perlu waktu sekitar 2 jam dengan speed boat. Biaya sekitar Rp 500.000 hingga Rp 1 jam di speedboat berkapasitas sekitar 50 orang. Adapun dari Lombok bisa dengan pesawat lewat Bandara Internasional Lombok kemudian ke pelabuhan Bangsal untuk menyeberang ke Gili Trawangan sekitar 30 menit.
Jalur lebih lama dan murah adalah naik bus dari Denpasar ke Mataram untuk kemudian lanjut ke Gili Trawangan lewat Pelabuhan Bangsal. Waktu perjalanan lebih murah, sekitar Rp 200.000 tapi waktu bisa sampai 12 jam.
Jernih
Lama perjalanan tersebut akan terbayar ketika sudah tiba di Gili Trawangan. Sambutan pertama adalah air laut yang membiru dan tenang. Dari sinilah nama Gili Trawangan berasal. Gili berarti pulau kecil. Trawangan artinya jernih. Gili Trawangan memang sebuah pulau kecil dengan air laut yang jernih dan bening.
Karena itu, Anda pun bisa menikmati kegiatan wisata bawah laut, seperti diving dan snorkling. Gili Trawangan dan dua gili lainnya terkenal sebagai surga bagi para penikmat diving.
Pasir putih dan ketenangan pulau adalah sambutan selanjutnya di pulau ini. Maka, Anda bisa berjemur di pasir putihnya tanpa terganggu kendaraan bermotor ataupun klakson para pengguna jalan. Tak ada suara kendaraan bermotor sama sekali karena tidak boleh ada sepeda motor ataupun mobil masuk di pulau ini. Hanya ada dua jenis alat transportasi di pulau ini, yaitu cidomo dan sepeda.
Dengan hanya luas sekitar 7,3 kilometer persegi, Gili Trawangan bisa dikelilingi dengan berjalan kaki. Waktunya antara 1-2 jam. Jika Anda terlalu malas berjalan kaki, naik kendaraan khas Lombok, cidomo. Kendaraan ini berupa dokar yang ditarik oleh kuda. Tarif sewa cidomo untuk berkeliling pulau ini sekitar Rp 150.000 per satu jam. Kapasitas cidomo ini antara 2-3 orang.
Tapi, ada pilihan lain yang lebih asyik untuk berkeliling, bersepeda. Gili Trawangan layak disebut pulau seribu sepeda karena dia menjadi alat transportasi utama di pulau ini. Tempat persewaan sepeda berjejer di sepanjang jalan utama pulau ini yang berpaving. Tarif sewa per jam antara Rp 10.000 – Rp 15.000. Anda bisa mengayuh sepeda, sesekali melawan jebakan pasir, dan menikmati segarnya udara di pulau ini.
Bersepeda di Gili Trawangan benar-benar cara tepat melarikan diri dari keriuhan Bali.
Suasana Bali
Meskipun demikian, suasana Bali juga masih sangat terasa di Gili Trawangan. Maklum saja, beberapa tempat wisata di sini justru milik orang Bali. Begitu kata beberapa pegawai yang saya temui ketika melali ke Gili Trawangan September lalu. Ikon-ikon Hindu Bali, seperti pelangkiran (tempat menghaturkan sesaji saat sembahyang), sanggah (semacam pura kecil), dan kain poleng kotak-kotak hitam putih pun gampang kita temukan.
Beberapa pegawai bar atau restoran yang saya temui pun ternyata memang dari Bali, terutama Buleleng dan Karangasem. Mereka bekerja sebagai pelayan, koki, dan seterusnya.
Menurut kabar, beberapa perusahaan pariwisata dari Bali juga makin agresif membangun tempat wisata di sini. Pembebasan lahan tersebut bahkan mengusir warga-warga lokal yang berjualan di lahan tersebut. “Kami was-was karena bisa diusir kapan saja,” kata salah satu warga yang berdagang di sana.
Nah, ini dia yang perlu diantisipasi. Kalau kemudian Gili juga dipenuhi tempat wisata, jangan-jangan dia juga akan sama bisingnya dengan Bali selatan. [b]
wah keren sekali… kapan ya saya bisa kesana? yang terakhir itu yang main gusur-menggusur…
Jangan lupa malamnya ke Pasar Seni di dekat pelabuhan, cobain “Pancake” yang ternyata Terang Bulan, tapi bule tetep saja ngantri 😀