Perubahan Perpres tentang kawasan Sarbagita pun terjadi.
Peraturan Presiden no 45/2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan (Sarbagita) kini berganti.
Perubahan Perpres dari awal sudah diprediksi sejak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memanggil secara khusus Yusril Ihza Mahendra.
Praktis sejak itu pihak pemerintah agresif melakukan upaya revisi Perpres 45/2011. Berbagai pertemuan dilakukan yang digagas oleh pemerintah pusat, misalnya dengar pendapat dengan para akademisi selain Univeritas Udayana.
Pelaksanaan konsultasi publik dilakukan dengan secara sembunyi-sembunyi. Seluruh proses hanya melibatkan kelompok yang pro reklamasi sementara komponen masyarakat yang menolak reklamasi dipinggirkan.
Berdasarkan catatan ForBALI, pertemuan terakhir pada Senin, 14 April 2014 di Ruang Rapat Cempaka Kantor Bappeda Provinsi Bali. Saat itu Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN) bersama Pemerintah Provinsi Bali mengadakan Konsultasi Publik tentang rencana perubahan pasal 55 ayat (5) Perpres No. 45/2011. Materi terutama pada pasal yang menyatakan bahwa Teluk Benoa adalah kawasan konservasi perairan untuk kemudian diubah menjadi kawasan pemanfaatan umum.
Dalam konsultasi publik ini tidak satup un pihak yang kontra dengan rencana reklamasi Teluk Benoa dilibatkan. Bahkan Walhi Bali sebagai anggota Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) pun tidak dilibatkan.
“Karena itu upaya mengubah Perpres Sarbagita dilakukan melalui kerja-kerja misi terselubung atau silent operation,” ungkap Wayan Gendo Suardana, Koordinator ForBali.
Salah satu poin terpenting dari Perpres 51/2014 tentang perubahan Perpres no 45/2011 tentang sarbagita adalah mengubah peruntukan Perairan Teluk Benoa. Kawasan ini diubah dari kawasan konservasi perairan menjadi zona budi daya yang dapat direklamasi maksimal seluas 700 hektar.
Perpres anyar tersebut menetapkan zona budi daya baru, yakni zona P (penyangga) yang merupakan zona perairan pesisir dengan karakteristik kawasan teluk. Zona P berfungsi sebagai kawasan pemanfaatan umum yang potensial untuk kegiatan kelautan, perikanan, kepelabuhanan, transportasi, pariwisata, pengembangan ekonomi, permukiman, sosial budaya, dan agama.
Zona P yang dimaksud adalah kawasan Teluk Benoa. Lokasi Teluk Benoa Kabupaten Badung berada di timur Bandara Ngurah Rai Bali, dan dilintasi oleh Jalan Tol Bali Mandara.
Di kawasan inilah rencana reklamasi Teluk Benoa diizinkan.
Selain itu Perpres juga mengubah kawasan konservasi pulau kecil dari seluruh Pulau Serangan dan Pudut, menjadi sebagian Pulau Serangan dan Pudut.
Selain itu, aturan tersebut juga menghapus besaran luas taman Hutan Raya Ngurah Rai sebagai kawasan pelestarian alam. Dalam aturan sebelumnya ditetapkan secara spesifik luas taman Hutan Raya Ngurah Rai, yakni 1.375 hektar. Oleh perpres 51/2014 Kawasan tahura juga diproyeksikan sebebagai Zona Penyangga.
Pelajari Tabel Perbandingan Perubahan Perpres Sarbagita lebih lanjut.
Presiden mengabaikan fakta bahwa rencana reklamasi di kawasan perairan Teluk Benoa ditolak seluruh lapisan masyarakat Bali,” ujar Gendo.
Perubahan Perpres 45/2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Sarbagita oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono merupakan tindakan gegabah. SBY tidak memperhatikan dan bahkan mengabaikan aspirasi penolakan masyarakat terhadap rencana reklamasi Teluk Benoa dan penolakan terhadap revisi perpres no 45/2011 yang berkembang luas di masyarakat Bali.
“Presiden mengabaikan fakta bahwa rencana reklamasi di kawasan perairan Teluk Benoa ditolak seluruh lapisan masyarakat Bali,” ujar Gendo.
Penolakan terhadap rencana reklamasi Teluk Benoa memang datang dari kelompok masyarakat adat, akademisi, musisi dan seniman serta organisasi masyarakat sipil dan bahkan organisasi di bidang pariwisata.
Gendo menengarai Perubahan Perpres Sarbagita dengan mengakomodir rencana reklamasi di Teluk Benoa adalah salah satu upaya untuk memutihkan dugaan pelanggaran tata ruang yang dilakukan oleh Gubernur Bali ketika memberikan izin reklamasi kepada PT. Tirta Wahana Bali International.
Di samping itu, menurutnya, ini adalah preseden buruk bagi kawasan konservasi lain di Indonesia. Jika ada investasi tidak selaras dengan prinsip konservasi di daerah lain di Indonesia maka kawasan konservasi akan diubah peruntukkannya guna mengakomodir reklamasi tersebut.
Mengingat kondisi tersebut ForBALI melayangkan nota protes kepada Presiden. Ada tiga hal pokok yang menjadi tuntutan ForBALI kepada presiden.
Pertama, menuntut Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden Republik Indonesia untuk membatalkan dan mencabut Perpres 51 Th 2014 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan SARBAGITA dan memberlakukan Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan.
Kedua, menuntut Presiden Republik Indonesia untuk menolak rencana reklamasi Teluk Benoa yang berpotensi mengancam hajat hidup orang banyak dan meningkatkan risiko bencana ekologis di Bali Selatan.
Ketiga, Presiden Republik Indonesia dalam masa akhir jabatannya untuk tidak mengeluarkan kebijakan strategis yang dapat mengancam keberlangsungan hajat hidup orang banyak termasuk kebijakan yang mengakomodir reklamasi Teluk Benoa. [b]