Persembahan dari para pegiat seni untuk menghormati ibu pertiwi.
Tahun ini kali ketiga Festival Tepi Sawah hadir di tengah-tengah hati masyarakat Bali. Festival ini menjadikan kolektivitas khas Bali sebagai semangat utama ini. Dia pun kian menciptakan lingkungan dinamis dan kreatif bagi masyarakat modern-individual.
Berbagai kegiatan seni seperti musik, workshop, instalasi seni, dan lainnya akan hadir dalam kebersamaan yang dibalur dengan program-program ramah lingkungan.
Memang, Festival Tepi Sawah ditujukan sebagai sebuah acara kesenian tahunan berorientasi ramah lingkungan. Dia melibatkan dan menghadirkan seniman-seniman dari berbagai cabang seni, untuk berkolaborasi dan berkarya dalam kebersamaan. Di lokasi pinggiran desa Pejeng ini, festival ini merancang Uma Stage yang melatardepani panorama simbolik tempat aspirasi ini terlahir: di Tepi Sawah.
Festival Tepi Sawah lahir dari perpaduan passion dan gagasan dari tiga pelaku seni yaitu Nita Aartsen, Anom Darsana, Etha Widiyanto. Ketiganya memberikan kombinasi latar belakang pengalaman di bidang pendidikan musik dan pertunjukan, tata suara dan manajemen even, serta arsitek dan desain. Mereka ingin mengintergrasikan elemen kreatif dari festival ini dengan edukasi dan implementasi tentang keberlanjutan lingkungan, baik di kalangan anak-anak maupun di kalangan dewasa.
Berbagai line up bakat-bakat luar biasa akan ditampilkan di Festival ini. Tentu masih mengusung semangat Nusantara sebagai konsep utamanya. Nita Aarsent, founder Festival ini yang berkecimpung dan bertanggung jawab dalam soal line up, mengungkapkan bahwa tahun ini Fetival Tepi Sawah menghadirkan line up istimewa.
Tahun ini ada yang istimewa. Sinden yang bisa menyanyi jazz dan blues Endah Laras akan hadir bersama talent luar biasa umur 17 tahun sinden muda juga dari Solo. Ada dalang cilik Narend yang bisa berkolaborasi dengan Woro.
Ada pula penampilan menarik dari Papua: Papua Mania. Mereka akan menari dan menggelar kolaborasi. Tak kalah serunya ada Artis Ibukota Anda Perdana yang akan tampil. “Juga tak ketinggalan aka nada duo maut antara Balawan feat Made Ciiiaaattt,” ujar Nita Aarsent.
Tak hanya sebatas itu, Festival Tepi Sawah juga akan menggelar “Tribute untuk Koes Plus”. Semua artis-artis yang berkontribusi, semuanya akan ikut menyanyi.
Festival ini juga akan menggelar workshop-workshop yang tak kalah apik sebagai bahan edukasi. Di antaranya workshop film bersama Erick EST, workshop cukil dengan Rumah Kelima, Workshop tari dengan Dayu Ani dan juga workshop dengan Pak Made Bandem. Turut serta group-group dari generasi muda yaitu dari ISI Denpasar dan juga dari Universitas Udayana.
Di dalam segi tatanan produksi, Festival Tepi Sawah ini dipersiapkan dengan matang dari tahun ke tahun. Misalnya tata panggung, suara, cahaya, dan kebutuhan produksi lainnya.
Menurut founder Festival Tepi Sawah Anom Darsana, mereka terus mencoba menyuguhkan sebuah festival ramah anak-anak dan keluarga. Untuk itulah kebutuhan tata suara dan cahaya yang digarap juga akan mengikuti dan menyamankan anggota keluarga yang hadir.
“Intinya menyamankan semua mata dan telinga,” kata Anom.
Dari sisi lingkungan, festival ini telah sukses dan melahirkan inovasi-inovasi baru untuk mengedukasi peserta festival termasuk para penampil, maupun penikmat untuk bersama-sama menjaga kebersihan lingkungan. Semuanya sama-sama tidak menghasilkan terlalu banyak atau mengurangi sampah. Caranya dengan cara menggunakan kembali alat-alat makan dan minum serta asbak.
Workshop lain akan disampaikan Pak Made Taro dan dari Little Talks di Ubud. Ada pula kegiatan art corner untuk anak-anak dari bahan recycle. Semuanya membuat festival ini senada dengan mewujudkan festival ramah lingkungan.
“Di sisi venue, kami boleh berbangga sebab sudah tiga tahun ini kita masih menggunakan plang-plang yang sama dari material yang sama untuk signage seperti rundown, dekorasi dan sejenisnya,” kata Etha Widyanto.
Hal itu untuk mengurangi sampah dan mengutamakan 3R. Tahun ini dan setiap tahun merupakan ide baru. “Sejalan dengan tampilnya Dalang Cilik Narend, kami terinsiprasi menyiapkan ‘wayang-wayangan’ sebagai bagian dari dekorasi,” lanjutnya.
Dalam gerakan kesadaran lingkungan ini, Festival Tepi Sawah berkolaborasi dengan Clean Bali Series (CBS). CBS adalah program buku dan pendidikan tentang kesadaran lingkungan untuk anak-anak.
Sejak 2006, program ini telah aktif menggalang program bulanan “Bali Bersih” di lokasi festival, Omah Apik. Mereka melakukannya bersama dengan sejumlah organisasi dan aktivis lingkungan, pendidikan, seni dan budaya. Tujuannya untuk memberikan ruang belajar kepada anak-anak setempat tentang kesadaran lingkungan.
Kebersamaan ini akan menjadikan Festival Tepi Sawah sebagai cerminan dan pembawa pesan kesadaran akan kelestarian lingkungan hidup. Prinsipnya tetap dengan reduce, reuse, dan recycle (kurangi, gunakan kembali, dan daur ulang). Baik dalam hal produksi, penjualan makanan dan minuman, penanganan sampah, pembuangan limbah dan lain-lain.
Festival Tepi Sawah menggunakan area di tepi sawah sebagai pusat kegiatan. Kolaborasi antara seniman adalah suatu konsep yang sangat menarik dan akan mengejutkan bagi orang-orang yang akan menghadiri festival ini.
Selain itu, Festival Tepi Sawah juga akan mengalirkan beberapa sekuen arsitektur yang menarik. Booth yang akan menyebar di setiap lanskap, dan instalasi seni akan menambah kecantikan festival ini. Festival Tepi sawah juga akan mengadakan workshop dari berbagai cabang kesenian, dan food stall serta art market.
Tak khayal, Festival Tepi Sawah ini akan membuat audiens yang hadir tersihir melalui pukau seniman-seniman yang tampil dalam festival ini. [b]