Bentara Budaya Bali menyelenggarakan diskusi seni rupa, Sabtu (16/11).
Dialog ini memperbincangkan seputar perkembangan terkini seni rupa Jawa Timur serta kecenderungan estetik utama yang dihadirkannya. Diskusi menghadirkan Hardiman, kurator yang juga dosen seni rupa di Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja.
Hal menarik untuk diperbincangkan dalam diskusi ini adalah bahwa karya-karya perupa Jawa Timur memiliki keragaman jenis (seni lukis, patung, grafis, kria, seni video, seni instalasi multi media, komik, film indie, fotografi seni), keragaman medium dan teknik, keragaman tematik, dan keragaman gaya ungkapan.
“Pameran kali ini merupakan representasi dari citra kekinian para perupa tersebut,” ungkap Ivan Hariyanto, seniman sekaligus ketua pameran.
Pembicara dalam diskusi ini adalah Hardiman lahir di Garut, 7 Mei 1957. Ia menempuh pendidikan di IKIP Bandung dan sering terlibat dalam berbagai kegiatan seni. Semenjak tahun 2002, Hardiman aktif sebagai kurator dan kritikus seni. Ia kerap menulis artikel-artikel bidang kritik seni yang dimuat di Gatra, Kompas, dan Visual Art. Kini, ia mengajar sebagai dosen di jurusan Seni Rupa Undiksha – Singaraja.
Pameran seni visual Jatim Art Now ini diselenggarakan untuk yang ketiga kalinya, setelah sebelumnya digelar di Bandung dan Jakarta. Eksibisi seniman Jawa Timur yang telah diadakan sejak 2012 ini akan menghadirkan karya-karya tiga maupun dua dimensi, dengan lebih menekankan pada eksplorasi keragaman atau perbedaan.
“Kemutakhiran karya seni rupa perupa Jawa Timur dilihat berdasarkan pertimbangan eksplorasi terhadap medium dan teknik, eksplorasi strategi dan karakter visual, eksplorasi potensi lokal, serta eksplorasi isu-isu terkini sebagai dasar tematik,” lanjut Ivan Hariyanto.
Para perupa yang turut serta dalam pameran ini antara lain: Aucky Hinting, Agus Koecink, Aan Suliono, Aripin Petruk, Bambang Sudarto, BB (Bambang Mardiono), Ben Wong, Bendra, Bilaningsih, Budi Soetrisno, Chrisyanti Anggie, Elyezer, Faizin, Hannavy, Hari Yong, Ivan Hariyanto, Joned Rahadian, Jeonathan, Jeni Lee, Jopram, Meirza Zaid, Muh. Rizky, Lilok Winardi, Oyn, Ramok, Salamun Kaulam, Suminto, Kartika, Sarwo Prasojo, Sugiarso Widodo, Sutjahjo Widodo, Susilowati, Yoes Wibowo, Winarno dan Zaynal.
Pameran Jatim Art Now#3 dibuka di Bentara Budaya Bali pada (15/11) oleh budayawan Jean Couteau. Pameran berlangsung dari 16-25 November 2013 dari pukul 10.00-18.00 wita. Di samping diskusi, dihadirkan pula performing art dan pemutaran video dokumenter. [b]
Seni rupa modern Indonesia sendiri bergerak campur aduk. Kusnadi dalam Seni Rupa Modern menyatakan, seniman-seniman Indonesia dibentuk melalui orientasi Timur sekaligus Barat, tanpa mengenal adanya batasan-batasan geografis, wilayah, bangsa bahkan zaman. Sejak dirintis oleh Raden Saleh, seni rupa modern Indonesia berjalan tanpa ”sengaja”. Sekaligus juga tanpa arah yang jelas. Raden Saleh menerapkan gaya melukis ala renesans, namun dengan topik-topik lokal. Hasilnya muncul dalam karya Harimau Minum, Bupati Majalengka atau Penangkapan Pangeran Diponegoro. Sejak awal idealisme seni rupa modern Indonesia belum terbentuk, dan sama seperti kondisi politik saat itu; terjajah seni rupa klasik Barat. Uniknya, seni klasik Barat saat itu menjadi landasan seni modern Indonesia. Carut marut semakin kencang, mengingat di saat bersamaan seni lukis Bali tetap berkembang dengan dunianya sendiri.