Pada 15 Oktober 2024, WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) mengeluarkan siaran pers terkait rencana pengambilan pasir laut di perairan Bali Selatan untuk pengisian sejumlah pantai. Dalam siaran persnya, WALHI menanggapi proyek Bali Beach Conservation Project phase II yang dilakukan oleh Badan Wilayah Sungai (BWS) Bali – Penida. WALHI mendesak proyek pengambilan pasir tersebut dibatalkan karena menimbulkan risiko berbahaya bagi daerah pesisir pantai dan ekosistem di laut.
Sebelumnya, proyek konservasi pantai pernah dilakukan pada 2009 di Kuta, Nusa Dua, Tanah Lot, dan Sanur. Proyek konservasi sebelumnya dilakukan untuk menjaga pantai agar tidak terjadi abrasi dengan cara melakukan pengisian pasir atau sand nourishment. Setelah lebih dari satu dekade, pengisian pasir kembali dilakukan di sejumlah pantai yang ada di Bali, termasuk Kuta dan Nusa Dua yang pernah diisi pada fase I. Pantai lainnya yang akan diisi, yaitu Legian, Seminyak, Candidasa, dan Tanjung Benoa.
BaleBengong menemui Balai Wilayah Sungai (BWS) Bali – Penida untuk mengetahui lebih lanjut mengenai proyek ini.
Pengamanan pantai dengan konsep soft structure
Pengambilan pasir atau pengerukan pasir dilakukan di dua titik, yaitu di Perairan Jimbaran (Laut Bali) dan Perairan Tanjung Benoa (Selat Badung). Gede Lanang Sunu Prabawa selaku Kepala SNVT PJSA BWS Bali – Penida menyebutkan dalam rangka pengisian pasir, mereka membutuhkan sumber pasir yang memiliki karakteristik sesuai. “Karena di lokasi pekerjaan adalah daerah pariwisata, kita harus memperhatikan tidak dari sisi teknis saja, tapi juga dari sisi estetika. Maka dari itu kita butuh pasir dengan warna putih agar sesuai dengan warna pasir alaminya,” jelas Lanang ketika ditemui di kantor BWS Bali – Penida pada 25 Oktober 2024.
Pasir putih dengan material organik hanya bisa didapatkan di laut, sedangkan di wilayah gunung hanya ada pasir hitam yang bersumber dari material vulkanik. Lanang menyebutkan tidak mungkin sejumlah pantai tersebut diisi dengan pasir hitam karena dikhawatirkan menimbulkan masalah baru terhadap lingkungan.
Lebih lanjut, ia menyebutkan banyak metode yang dapat dilakukan untuk pengamanan pantai, salah satunya dengan konsep hard structure, seperti pembangunan sea wall, tembok laut, dan revetment dengan batu armor. Namun, konsep tersebut tidak cocok dilakukan di daerah pariwisata seperti Kuta, Legian, Seminyak, dan Candidasa karena wisatawan yang datang ke daerah tersebut ingin melihat pantai yang alami. “Tentunya menurut kami apabila pantai seperti Kuta akan kurang pas apabila menggunakan konstruksi sea wall dari batu atau beton untuk pengaman pantai agar garis pantai tidak terabrasi,” imbuhnya.
Pihak BWS Bali – Penida menegaskan bahwa proyek ini berbeda dengan pengambilan pasir untuk proyek umum pembangunan infrastruktur, seperti reklamasi dan pembangunan pelabuhan. Tujuan pengambilan pasir adalah untuk memulihkan dan merehabilitasi pantai berpasir dari erosi. Dalam penjelasan teknisnya disebutkan tidak ada alternatif lain untuk memulihkan pantai, kecuali pengisian pantai.
Upaya meminimalisir dampak lingkungan
Dilansir dari siaran pers WALHI, disebutkan bahwa pengambilan pasir dapat memperparah kondisi pesisir Bali Selatan yang sudah rentan. Wilayah pesisir di lokasi pengambilan pasir terkonfirmasi memiliki bahaya, kerentanan, dan risiko tinggi terhadap gelombang ekstrim dan abrasi. Selain itu, aktivitas pengambilan pasir dapat mengubah bentang alam bawah laut yang berdampak pada rusaknya biota dan ekosistem perairan di lokasi sekitar pengerukan pasir.
Dari sisi teknis, Lanang menjelaskan lokasi pengambilan pasir ada di laut dalam di kedalaman 30 meter hingga 50 meter. Ia menyebutkan hal tersebut hampir tidak menimbulkan dampak ke daerah pesisir karena perpindahan material pasir yang ada di daerah pesisir tergantung dengan kedalaman signifikan. Lokasi pengambilan pasir di Perairan Jimbaran jaraknya paling terdekat dengan daratan 4 km, sedangkan di Tanjung Benoa sekitar 1,7 km. Lanang menambahkan, dari sisi dinamika itu tidak berpengaruh terhadap pergerakan sedimen yang ada di pesisir pantai.
“Gelombang yang datang ke arah pantai tidak berpengaruh di posisi kedalaman laut. Jadi kalau sedimen laut berada di posisi kedalaman 50 meter, walaupun ada gelombang badai di atasnya, sedimen ini akan tetap diam, tidak akan bisa bergerak dia, kecuali kalau dia ada di laut yang dangkal,” jelas Lanang. Pasir yang diambil adalah pasir di pesisir, yaitu pasir yang terbawa oleh gelombang badai dan bergerak sejajar pantai atau tegak lurus ke arah laut. Pasir itulah yang dikembalikan lagi ke pantai.
Pengambilan pasir dilakukan dengan kapal TSHD (Trailer Suction Hopper Dredger) yang sistemnya disedot, bukan dikeruk. Dengan kebutuhan pasir sekitar 750.000 kubik dan kapasitas kapal sekitar 15.000 kubik, aktivitas kapal paling lama sekitar 2-3 bulan. Untuk meminimalisir dampak terhadap aktivitas nelayan di perairan, pengambilan pasir akan dilakukan di musim yang paling jarang terjadi aktivitas penangkapan ikan, seperti bulan Desember, Januari, dan Februari.
Lanang menjelaskan bahwa pihak BWS Bali – Penida telah melakukan simulasi pemodelan numerik terkait tingkat kekeruhan ketika pengambilan pasir. Hasil simulasi menunjukkan, tingkat kekeruhan menggunakan TSHD memiliki NTU (Nephelometric Turbidity Unit) sekitar 0.3 sampai 3 NTU, di bawah baku mutu yang ditentukan dalam Pergub, yaitu baku mutu laut untuk biota laut di bawah 5 NTU.
Terkait dengan dampak terhadap biota laut, hasil monitoring menunjukkan bahwa lokasi pengambilan pasir jauh dari jalur migrasi mamalia laut dan kura-kura. Hanya ada satu jalur migrasi penyu yang relatif dekat, yaitu di Perairan Jimbaran, yaitu dari barat ke timur di sebelah utara lokasi pengambilan pasir. Namun, sepanjang tahun arus bergerak ke arah tenggara atau bergerak menjauh dari rute migrasi penyu.
Peta migrasi biota laut. Sumber foto: BWS Bali – Penida
“Kalau dilihat kondisi Pantai Kuta sekarang kan sudah abrasi parah. Dan kalau yang saya tahu, kalau penyu bertelur itu kan dia perlu pasir sebetulnya. Jadi kalau pantainya abrasi parah, potensi penyu untuk bertelur di sana malah berkurang,” ujar Lanang. Selain itu, di lokasi pengisian pasir juga akan dilakukan coral transplantation untuk merehabilitasi terumbu karang yang rusak akibat proyek tersebut.
Proyek konservasi yang dilakukan BWS Bali – Penida saat ini masih dalam tahap persiapan. Di tahap pertama akan dibangun konstruksi fisiknya terlebih dahulu, sedangkan kegiatan pengambilan pasir diperkirakan akan dilakukan di tahun kedua setelah pelaksanaan. Selain untuk mengisi pasir di sejumlah pantai, kegiatan pengambilan pasir juga dilakukan untuk menyiapkan cadangan pasir.
situs mahjong