Pengembangan Desa Wisata menjadi salah-satu strategi unggulan memutus rantai kemiskinan di pedesaan.
Pada tahuan 2013, pemerintah mendukung pengembangan 490 desa menjadi desa wisata dengan bantuan antara Rp 100 juta hingga Rp 150 juta. Ini juga untuk menjawab kesenjangan.
Mantan Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sapta Nirwandar mengungkapkan hal itu saat menyampaikan Keynote Speech pada lokakarya bertajuk Indonesia Poverty & Empowerment Conference (IPEC). Konferensi mulai berlangsung Sabtu pekan lalu di Munduk, Buleleng, Bali.
Relevansi pariwisata dengan kemiskinan, kata Sapta, juga telah diakui dalam konferensi United Nation World Tourism Organization (UNWTO) di Uzbekistan pada 2014.
“Kemajuan pariwisata akan mengangkat kesejahtera 1 dari 10 penduduk sebuah negara,” ujarnya. Itu karena pariwisata akan mengakselerasi potensi ekonomi sehingga member manfaat pada pelakunya.
Pariwisata juga bermanfaat langsung pada kelestarian lingkungan dan budaya karena kedua hal tersebut menjadi potensi yang harus dijaga agar sebuah destinasi tetap layak dikunjungi. Kelebihan lain dari pariwisata, kata dia, karena mendorong kewirausahaan di tingkat lokal sehingga potensi kreatif warga akan dihargai.
Ekonom Senior dari Universitas Indonesia Prof, Subroto mengakui kekuatan pariwisata yang bahkan bisa menjadi the enginee of growth (pendorong pertumbuhan ekonomi) yang ke-empat setelah perdagangan internasional, konsumsi domestic dan investasi.
Namun untuk meningkatkan kemakmuran, pariwisata harus dibangun berdasarkan kebersamaan dan gotong royong sehingga tidak menciptakan kesenjangan baru dalam masyarakat. “Teori ekonomi yang menyebut keserakahan individual adalah hal yang baik sudah tidak relevan. Krisis ekonomi global yang sudah berkali-kali terjadi adalah akibat penerapan teori itu,” ujarnya.
Namun Guru Besar Institut Teknologi Bandung Prof Satrio Brojonegoro menyebut, Bali sendiri sebagai pusat pariwisata Indonesia perlu mewaspadai kesenjangan pertumbuhan pariwisata antara Bali Utara dan bali Selatan. Di saat pariwisata massif berkembang di Kuta, Sanur dan Nusa Dua, daerah utara nyaris tidak meneriam manfaatnya.
Karena itu pihaknya justru mengembangkan potensi lokal di kawasan Bali utara misalnya dengan pengembangan varietas buah dan sayuran lokal di Desa Sudaji, Buleleng. Diharapkan nantinya, buah dan sayuran lokal itu dapat menjadi pemasok bagi kebutuhan pariwisata. Strategi ini juga menggambarkan bahwa tidak seluruh wilayah di Bali harus menjadi lokasi wisata untuk dapat mengakses berkah dari pariwisata.
Forum APEC di Bali sendiri berusaha untuk memperkenalkan kisah-kisah sukses yang diinisiasi oleh tokoh-tokoh lokal. Mereka rata-rata memadukan potensi lokalnya dengan kemampuan memberikan akses pada pariwisata.
Empat contoh yang akan dikaji oleh peserta IPEC adalah Desa Sanur yang berada di perkotaan, Desa Pejeng Gianyar dengan potensi situs-situs purbakala dan pertaniannya, Desa Munduk Buleleng yang sangat indah kondisi alamanya serta Desa Pemuteran di Buleleng yang memiliki keindahan pantai dengan terumbu karangnya. [b]