Pada Galungan lalu saya berniat mengunjungi kakak saya di Ungasan, Kuta Selatan.
Sehari sebelumnya saya sudah mengabarinya saya akan ke rumahnya pada Hari Raya tersebut. Pagi menjelang siang saya dengan bersemangat berangkat menuju ke rumah kakak dari sebuah tempat di Denpasar Utara.
Sepanjang perjalanan yang agak sepi dari hari biasa itu saya melihat banyak semeton Bali berpakaian adat pergi sembahyang di hari yang disucikan umat Hindu tersebut. Saya begitu menikmati jalanan yang tak begitu macet oleh kendaraan.
Hampir 45 menit lamanya hingga saya memasuki Ungasan di Kabupaten Badung bagian selatan itu. Ingatan bersilaturahmi dan berkumpul bersama keluarga kakak beberapa waktu lalu membayang di mata. Mereka pasti senang dikunjungi dan berbincang tentang banyak hal. Terakhir saya ke rumah kakak sekitar setahun lalu dan saya pikir saya masih ingat arah jalan menuju rumahnya.
Sesampainya di jalan arah sebuah hotel besar saya mengurangi laju kecepatan sepeda motor dan mengingat kembali arah menuju perumahan tempat kakak saya tinggal. Ternyata saya lupa arah menuju ke sana. Saya kemudian mencoba masuk ke sebuah jalan namun setelah beberapa lama saya tahu itu bukan jalan menuju rumah kakak dan sepertinya saya salah jalan dan kemudian tersesat.
Saya menepikan sepeda motor dan mencoba menelepon kakak saya. Apa lacur sinyal ponsel di daerah itu tak bagus sehingga saya tak bisa menanyakan arah. Maksud hati ingin bertanya pada penduduk lokal tapi saya lupa alamat lengkap kakak saya.
Saya agak panik, apalagi jalanan sepi. Ketika melirik jam di ponsel, waktu hampir tengah hari. Di kejauhan terdengar lantunan Tri Sandhya. Saya mulai mengaitkan keadaan dengan hal niskala. Teringat pesan orang tua. Sebaiknya jangan keluar saat tengah hari, apalagi di tempat yang dirasa tenget atau angker.
Saya mencoba menepis itu dan mulai mengucapkan mantra Gayatri dalam hati. Berharap rasa panik dan takut lenyap.
Akhirnya saya menemukan jalan ke jalan besar yang saya lalui tadi. Saya memutuskan pulang dan membatalkan kunjungan ke rumah kakak.
Bukan kali ini saja saya tersesat dan lupa arah sebuah tempat. Dulu, pada tahun 2015 saat bekerja sebagai wartawan di sebuah koran yang berkantor di Benoa, Kuta Selatan saya juga mengalami hal serupa.
Pada hari pertama tinggal di rumah bos yang kebetulan tak terpakai di wilayah Benoa saya berniat membeli makanan untuk makan malam. Sepulang dari membeli makanan dan balik ke rumah tersebut saya kesulitan mengingat jalan dan tersesat.
Tak tanggung-tanggung, saya tersesat hingga tengah malam, berputar-putar mencari jalan pulang namun tak ketemu bahkan hingga dini hari. Saya tersesat dan disesatkan malam, mungkin oleh makhluk halus atau justru oleh kebingungan saya.
Mengikuti petunjuk di papan pinggir jalan membawa saya ke jalan yang ternyata jauh sekali, menuju desa lain yakni Kampial. Saya melanjutkan perjalanan menuju Tanjung Benoa mencari tempat kerja terdahulu di sebuah penginapan dan menginap di sana. Keesokan harinya kembali menyusuri jalan ke rumah bos saya tersebut.
Demensia
Apa yang saya alami kemungkinan besar disebabkan oleh penyakit lupa bernama demensia. Penyakit ini biasanya menghinggapi orang tua tetapi tak tertutup kemungkinan terjadi pada orang muda seperti saya.
Mengutip situs alodokter.com, pikun adalah istilah klinis untuk sindrom penurunan ingatan dan kognitif (daya pikir) pada lanjut usia. Pikun dulu dikenal sebagai senile dementia, kondisi medis yang digunakan untuk menjelaskan semua jenis penyakit lupa ini. Kini, istilah pikun tidak lagi digunakan dokter untuk menamai kondisi demensia.
Pikun dipercaya sebagian orang sebagai efek penuaan yang tidak terelakkan. Dalam pemahaman medis, pikun merupakan gejala penyakit ini. Demensia sendiri merupakan sindrom atau kumpulan gejala yang mengacu pada penurunan fungsi otak, seperti kondisi menurunnya daya ingat, kecepatan berpikir, gangguan perilaku, mental, bahasa, pengertian, pemahaman, suasana hati, gerakan, serta kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari.
Kendati umumnya dialami oleh orang berusia lanjut, pikun dan demensia merupakan gangguan, dan bukan bagian normal dari proses penuaan. Umumnya, pikun dan demensia disebabkan oleh perubahan fungsi atau kerusakan pada otak dan berbagai kondisi medis lainnya.
Anand Krishna, humanis spiritual dalam sebuah wacananya menyinggung penyakit demensia. Menurutnya, demensia selain disebabkan oleh faktor usia dimana terjadi perubahan pada otak juga disebabkan oleh makanan.
Demensia yang disebabkan oleh faktor usia bisa diperbaiki dengan menjadikan membaca sebagai kebiasaan. Biasakan membaca setiap hari minimal dua jam, sehingga otak–kedua belahan otak baik otak kanan maupun kiri—berjalan. Pada masa kini lupa dikategorikan sebagai sebuah penyakit yang ujung-ujungnya mengarah pada demensia.
Bagi kaum muda yang notebena belum menginjak usia tua sangat disarankan melakukan kebiasaan membaca agar terhindar dari demensia. Selain faktor usia, makanan juga bisa menyebabkannya. Ada makanan-makanan tertentu yang bisa memicu terjadinya demensia menurut ilmu kesehatan kuno Ayurveda dan melalui latihan-latihan tertentu bisa membantu mencegah demensia.
Mendengar penjelasan Pak Anand yang saya tonton melalui Youtube saya menjadi paham betapa demensia pada masa sekarang telah menjadi penyakit yang serius terutama bagi orang tua tetapi tak tertutup kemungkinan terjadi pada orang muda. Apalagi dengan penggunaan gawai secara berlebihan yang menurut penelitian sangat berpengaruh pada otak, menyebabkan penyakit demensia dan partkinson. Ini diperparah lagi dengan kebiasaan membaca yang bisa mencegah demensia kini mulai ditinggalkan, membuat demensia menjadi momok menyeramkan.
Jadi, mari menumbuhkan kebiasaan membaca agar terhindar dari penyakit lupa bernama demensia. [b]