Subak Bengkel merupakan hamparan sawah yang mempunyai luas sekitar 210 hektare. Sekitar 80% lebih luas daripada pemukiman warga Desa Bengkel.
Subak Bengkel ini merupakan tempat para petani desa untuk mencari sumber kehidupan. Pemandangan Subak Bengkel sangat asri dan terlihat sebagian besar padi sudah mulai menguning, yang tandanya padi sudah bisa untuk dipanen.
Terlihat petani yang sedang menggarap sawahnya. Walaupun matahari terik, tetapi tidak membuat semangat para petani luntur. Salah satunya adalah Ni Made Seti (70), seorang petani perempuan dari Desa Bengkel.
Seti mempunyai sawah dengan luas 50 are. Saat ini Seti sedang melaksanakan upacara Ngerasak, ritual petani di Bali sebelum padi tersebut dipanen. Upacara ini dilakukan dengan mengaturkan banten sata yang berisi itik.
Bhatara yang dipuja adalah Dukuh Sakti dan Dewi Sri untuk memohon kelancaran dan kesejahteraan. Proses ini juga dilakukan pemindahan Dewa Nini (sebuah simbol Dewa kesuburan padi) yang akan dibawa pulang untuk ditempatkan di lumbung padi di atas Jineng.
Pemaparan Seti, usia tanam padi membutuhkan waktu sekitar 3 bulan untuk dipanen. Untuk jenis padi yang ia tanam adalah Padi Serang. Terkadang Seti merasa takut untuk ke depannya sawah yang ia miliki akan berpindah tangan.
Sebab tidak ada generasi penerus untuk mengelola lahan pertaniannya tersebut. Hasil panen gabah tersebut digunakan untuk keperluan keluarga dan sebagian lagi dijual kepada pengepul. Namun, ia masih menggantungkan harapan agar sawah yang dia punya tetap diwariskan dan dilestarikan oleh para generasi penerusnya.
“Semampu tiang sawah harus dipelihara, kalau tahun-tahun ke depan saya tidak bisa ke sawah, terserah anak-anak sawahnya mau ditandu (disewa), care jani sing bani ngorahan ape, sing bani neken (zaman seperti sekarang, tidak berani ngomong apa, tidak berani memaksa),” ujar Ni Made Seti.
Dalam memelihara sawah, Ni Made Seti didampingi oleh suaminya I Nyoman Runtun (83). Mereka sehari-hari melakukan kegiatan ke sawah. I Nyoman Runtun, bertugas mengontrol aliran air di sawah serta mengusir burung yang hinggap di padi mereka.
Untuk sistem pengairannya, Runtun mengatakan tak ada masalah yang serius. Bahkan air akan mengalir dengan sendirinya jika memang sudah musim. Di usianya yang sudah tua, Runtun meminta kemudahan akses untuk membawa hasil panen agar tidak terlalu jauh. Sawah yang mereka miliki merupakan warisan turun-temurun dari leluhurnya.
“Mata uang Eropa sudah miliaran di Bali, orang luar pintar, sedangkan irage (kita) bermodal kalah,” ucap I Nyoman Runtun.
Begitu juga dengan petani lain yaitu I Nengah Santi yang tengah mengelola sawah dengan padi organik. Ia mengatakan bahwa ia sepakat menanam padi organik. Kesepakatan awal, akan dijual kepada pihak desa dengan harga Rp7.000 per kg gabah basah. Namun, kenyataannya sekarang ini harga gabah melonjak. “Sepertinya harus dinaikkan juga untuk harga penjualannya, nanti kan rugi,” katanya.
Permasalahan yang terjadi di lapangan ini ditanggapi langsung oleh Kepala Desa Bengkel I Nyoman Wahya Biantara, S.Kom. Salah satu cara mencegah alih fungsi dengan pembuatan regulasi dan peraturan yang melarang adanya pembangunan di lahan Subak Bengkel.
Ia juga mulai membentuk Kader Petani Milenial yang berjumlah 4 orang untuk meregenerasi dan menggerakkan petani muda di desanya karena beberapa kaum milenial sangat jarang ada yang mau untuk bertani. “Petani adalah istilah yang dibawa oleh Bung Karno, artinya adalah penyangga tatanan negara Indonesia,” ucap Kepala Desa yang juga programmer komputer ini.
Terkait keluhan para petani yang mengusulkan pelebaran jalan tani agar bisa dilalui oleh mobil Pick Up, ia beralasan jalan tani sudah ada ketentuannya selebar 3 meter. Jka dibiarkan ada mobil yang bisa masuk, maka itu akan menjadi ancaman bagi subak karena itu akan membuka akses pembangunan atau alih fungsi.
Begitu juga terkait dengan kesepakatan yang telah dilakukan oleh Pemerintah Desa dengan petani yang menanam padi organik. Hasilnya akan diambil oleh Bumdes dengan harga yang telah disepakati karena biaya pupuk dan biaya pengelolaan lainnya isudah dibiayai oleh pihak desa. Sehingga petani tidak akan mengalami kerugian.