• Beranda
  • Pemasangan Iklan
  • Kontak
  • Bagi Beritamu!
  • Tentang Kami
Monday, November 10, 2025
  • Login
BaleBengong.id
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip
No Result
View All Result
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip
No Result
View All Result
BaleBengong
No Result
View All Result
Home Budaya

Bioskop Bali dari Masa ke Masa

Gayatri Mantra by Gayatri Mantra
3 June 2010
in Budaya, Kabar Baru, Opini, Sosial, Teknologi
0 0
10

Teks Gayatri Mantra, Foto Ilustrasi Internet

Bioskop merupakan usaha yang menjalankan tontonan film dalam gedung dengan biaya dibayar oleh penontonnya. Ruangan bioskop yang terdiri dari satu atau lebih disebut dengan Sineplex.

Balai Pusat Statistik (BPS) menginformasikan pada tahun 1989 ada 2.124 gedung bioskop di Indonesia. Pemasukan dari bioskop mencapai Rp 159 milyar dari 1,8 juta pertunjukan dengan jumlah penonton mencapai 146 juta orang. Pemasukan tersebut lebih banyak daripada pada tahun 1984. Direktorat Pembinaan Film waktu itu di bawah Departemen Penerangan RI menyatakan produksi film nasional semakin meningkat tahun.

BPS juga menginformasikan bahwa pada tahun 1993 gedung bioskop di Indonesia berjumlah 2.148 lebih banyak jika dibandingkan dengan tahun 1989. Pemasukan meningkat menjadi 362 milyar yang diperoleh dari 179 juta penonton dan 3,2 juta pertunjukan.

Pada tahun 1986, Bali mempunyai 46 gedung bioskop dengan 20.521 tempat duduk. Pada saat itu jumlah penonton diperkirakan 1.588 dan ada 273 film yang diputar. Tiket masuk masih berkisar Rp 1.185. Uang pemasukan dari bisnis gedung bioskop waktu itu mencapai Rp 1.882.000.000 hanya untuk daerah Bali.

Namun, gedung bioskop waktu itu menyusut menjadi 28 gedung dengan 10.713 tempat duduk. Saat pada tahun 1989 dengan  42.400 pertunjukan. Film yang diminati pemirsa Bali pada tahun 1993 yaitu film drama 24,65 persen dan aksi 26,59 persen.

Sayangnya, bioskop di Bali pada tahun 2009 hanya dua buah gedung Sinepléks yakni Wisata Cineplex 21 di Denpasar dan Galleria di Kuta. Bioskop semakin berkurang karena perkembangan teknologi yang semakin pesat, seperti temuan kaset video, parabola dan banyaknya televisi swasta yang membeli film dari luar negeri dan rumah-rumah produksi. Film sinetron di TV sekarang sudah mampu mengalahkan produksi film layar lebar.

Menurut Alfin Nasuchi, Manajer Wisata Cinepleks 21, konsep Bioskop 21 (Twenty One) yang dibangun agar para penonton mendapatkan alternatif tontonan film yang lebih variatif dan pelayanan lebih baik. Wisata 21 sekarang mempunyai empat layar dan 500 kursi. Wisata Cineplex 21 ditonton antara 15-20 ribu penonton tiap bulan. Pemasukan yang dapat diperoleh berkisar Rp 150-200 juta dari penjulan tiket. Fasilitas yang dimiliki antara lain digital audio (Wisata 1), Dolby Stereo (Wisata 2 dan 3), serta Mono Audio (wisata 4). Bioskop banyak yang tutup karena biaya operasional besar dan adanya film-film VCD atau DVd bajakan. (Wawancara, November 2007).

Gaya Hidup
Bagia banyak orang, menonton film di bioskop adalah bagian dari gaya hidup. Luh Gede Yastini, SH, (27th), aktivis dan juga Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bali, salah satu penikmat film di bioskop. Dia senang sekali menonton bioskop. ”Sensasi yang diperoleh dengan menonton film di gedung bioskop, TV atau DVD tentu saja berbeda,” katanya.

Apalagi, lanjut Yastini, gedung bioskop kini telah dilengkapi special efek sehingga menonton  Film ”Lord Of The Ring” atau terasa seperti sungguhan. Lagipula bioskop tidak sekadar menonton film, melainkan merupakan ruang untuk bersosialisasi dan berekreasi dengan kawan-kawan”.

Bioskop juga menjadi sarana untuk menyenangkan orang lain. Endi (26th) dari Tuban, Badung dan Sugiarta (27th) dari Kesiman sama-sama mengatakan, ”Bioskop bagi saya hanya untuk menyenangkan pacar.” Dia mengaku lebih suka menonton film di rumah dan membuat rumah serasa seperti ’home theather’ dengan menonton DVD daripada menonton di bioskop.

Sebagian orang mengenang bioskop sebagai bagian dari masa lalu. Dayu Karang (68th) asal Buleleng dan tinggal di Denpasar bernostalgia tentang bioskop di Singaraja pada tahun 1958-an. Tiap Sabtu dia bisa menonton di bioskop samping sekolahnya, SMA Baktiyasa di Jalan Ngurah Rai, Singaraja. Di sana ada Bioskop Maya, milik Anak Agung Pandji Tisna. Kalau tidak di Bioskop Maya, dia menonton di Bioskop Wijaya. Di Kampung Tinggi, Singaraja juga ada bioskop bernama Singaraja Theather. Harga tiket masuk berkisar Rp 100 hingga Rp 125 pada saat itu. “Orang kaya menonton di balkon, kelas ekonomi duduk di dek,” katanya. Di sana juga ada kafetaria tempat orang membeli makanan.

Bioskop juga merupakan tempat ajang untuk menampilkan fashion sesuai nafas jaman pada waktu itu. Dayu Karang menuturkan fashion di Singaraja pada tahun 1960an di Buleleng. Pada zaman itu, tuturnya, perempuan pergi ke gedung bioskop menggunakan busana bergaya Eropa seperti Zaman Victoria yang disebut dengan ’kénkén’. Para pria mencukur rambutnya bergaya Elvis Presley dan bercelana biru benhur (seperti judul film asing : Benheur), dengan model cut bray. Sebagai ibukota Sunda Kecil, Singaraja waktu itu sudah modern karena mendapat pengaruh Barat.

Film yang banyak ditonton di bioskop adalah film India dan film Barat. Pemain India yang terkenal tahun 1960-an, misalnya, Raj Kapoor, Sami Kalla, dan Amita Bachan. Film Barat favorit Karang adalah ”Gun of Navaron dan  Mogambo” dan aktor favorit waktu itu Charles Bronson dan James Kelly. “Selain itu saya juga menyukai aktris Eva Gardner dan Marilyn Monroe,” tambahnya.

Pada tahun 1980an, daerah lain di Bali juga mempunyai bioskop. Ngurah Karyadi asal Kabupaten Jembrana menceritakan tentang bioskop di Jembrana. ”Pada tahun 1980an hingga tahun 1990an, Jembrana mempunyai Bioskop Wijaya di barat jembatan Tukad Ijo Gading dan Bioskop Negara di timur jembatan itu,” katanya. Film India banyak diputar di Bioskop Wijaya. Namun kalau senang film action atau film Barat tempatnya ada di Bioskop Negara. Pada masa itu, bioskop menjadi semacam ’meeting point’ anak-anak muda Jembrana. “Sayangnya, kini bioskop itu sudah hilang dan digantikan dengan pertokoan,” keluh Karyadi.

Kadek Agus Darmawan (20th) asal  Klungkung menceritakan tentang bioskop yang pernah ada di Klungkung. Gedung bioskop Sinar Theather di Jalan Flamboyan Klungkung kini telah beralih fungsi menjadi sarang burung walet.

Agung Wardana, 29 tahun, asal Tabanan menginformsikan bahwa di Tabanan juga ada dua bioskop yaitu Bali Theather terletak di Pasar Tabanan dan Bioskop Tabanan theather. Namun, kedua bioskop itu kini tidak beroperasi lagi. Bioskop di Bali banyak yang mati. [b]

Tags: BaliBisokopBudayaFilmGaya HidupOpini
Liputan Mendalam BaleBengong.ID
Gayatri Mantra

Gayatri Mantra

Dayu Gayatri, mahasiswa S3 Kajian Budaya Universitas Udayana. Selain itu, Gayatri juga penulis cerpen dan pekerja sosial (sukarelawan) untuk penyandang cacat, lansia dan perempuan dan anak-anak. Pekerja sosial ini pernah mengikuti pelatihan jurnalistik tingkat dasar di Universitas Udayana 16 tahun lalu. Pada tahun 1998, dia mengikuti pelatihan Pengembangan Informasi, Edukasi dan Komunikasi (IEC) di Melbourne Australia. Kini dia aktif menulis untuk terus memperbaharui pengetahuan saya tentang ilmu jurnalistik. "Saya berkeyakinan bahwa ilmu jurnalistik yang akan saya pelajari dapat saya distribusikan dengan kelompok-kelompok yang saya dampingi, seperti kawan-kawan penyandang cacat dan beberapa tahanan di lapas Kerobokan," katanya. Mau tahu cerita-ceritanya, bisa klik http://dayugayatri.wordpress.com/

Related Posts

Ketika Pulau Menghangat: Urban Heat Island di Pulau Bali

Ketika Pulau Menghangat: Urban Heat Island di Pulau Bali

3 November 2025
Menjadi Pembully dari Seorang Pelaku Bullying

Menjadi Pembully dari Seorang Pelaku Bullying

24 October 2025
Petisi Pelajar: Reformasi Pendidikan Indonesia

Saat Kampus Tak Lagi Jadi Kompas Bali

22 October 2025
Adakah Sistem Peringatan Dini Banjir di Bali? Ini Simulasinya

Adakah Sistem Peringatan Dini Banjir di Bali? Ini Simulasinya

18 October 2025
Beban Ekologi Bertambah karena Pariwisata yang Eksploitasi Hulu Bali

Beban Ekologi Bertambah karena Pariwisata yang Eksploitasi Hulu Bali

15 October 2025
Diskusi Sejarah dan Dinamika Pers Mahasiswa

Menjaga Nyala Pers Mahasiswa di Tengah Sunyinya Dukungan Kampus

14 October 2025
Next Post
Mewah, Murah, dan Muantap Restoran Dekade

Mewah, Murah, dan Muantap Restoran Dekade

Comments 10

  1. gustulank says:
    15 years ago

    Bioskop tergerus televisi, DVD, internet, dan tv kabel. Tapi semua memang ada jaman keemasannya 🙂

    Reply
  2. luhde says:
    15 years ago

    woho, lengkap rek. great great… kangen liat baner film india di kumbasari

    Reply
  3. Dirgantara says:
    15 years ago

    di daerah pasar ketapian dulu kata orang tua saya ada bioskop, film-film yang ditayangin itu film-filmnya warkop…

    Reply
  4. Winarto says:
    15 years ago

    Dulu orang mungkin sulit/tidak membayangkan bahwa akan ada TV/DVD/Bioskop denan 3D/TV Kabel etc. Hiburan pun masih sangat terbatas.
    Namun, ternyata semuanya berubah. Hal-hal yang tidak terbayangkan itu akhirnya muncul, melindas bioskop-bioskop yang dinilai ketinggalan zaman.

    Reply
  5. gayatri mantra says:
    15 years ago

    bioskop tetap saja menjadi bagian dari sejarah peradaban manusia.

    Reply
  6. dwitra j ariana says:
    15 years ago

    bioskop pertama saya adalah Pengadangan Theater.. di depan pasar Ketapian.. tiket 1500.. kursinya besi.. pelemnya pelem indonesia.. lupa judulnya tapi ada adegan jagoan naik burung garuda..

    Reply
  7. jul says:
    15 years ago

    saat ini bioskop telah kalah saing dengan televisi, walaupun sekarang masih eksis beberapa bioskop di Bali

    Reply
  8. bali tour murah says:
    15 years ago

    yah, ternyata dulu banyak terdapat bioskop di Bali, ga nyangka..
    moga aja yang sisa lagi 2 tetap eksis dan ga bangkrut…

    Reply
  9. eric says:
    14 years ago

    mau tanya : lokasi gedung bioskop di denpasar dimana aja skarang???pengen nonton…

    Reply
  10. I Gede Arya Pardita says:
    12 years ago

    Luar biasa,

    Saya selalu menyukai tulisan-tulisan dari Dayu Gayatri ini. Bahasaya mudah dipahami dan sangat informatif. Barangkali ada baiknya informasi-informasi yang menambah wawasan seperti ini dirangkum ke dalam suatu buku dan disebar ke masyarakat luas. Tentu sensasi membaca informasi melalui buku berbeda dengan membaca informasi melalui internet.

    Berkaryalah terus Dayu Gayatri…

    Reply

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Temukan Kami

Kelas Literasi BaleBengong
Melali Melali Melali
Seberapa Aman Perilaku Digitalmu? Seberapa Aman Perilaku Digitalmu? Seberapa Aman Perilaku Digitalmu?

Kabar Terbaru

Akses Medis Neurodiversitas: Perjuangan di tengah Minimnya Akses Layanan

Akses Medis Neurodiversitas: Perjuangan di tengah Minimnya Akses Layanan

10 November 2025
Ratusan Titik di Bali Alami Bencana

Memetakan Lokasi Banjir dari Media Sosial

9 November 2025
Pemuliaan Sumber Air Ritual Melasti di Catur Desa Adat Dalem Tamblingan

Pemuliaan Sumber Air Ritual Melasti di Catur Desa Adat Dalem Tamblingan

8 November 2025
Warisan Walter Spies dan Paradoks Bali Kini dalam Film Roots

Warisan Walter Spies dan Paradoks Bali Kini dalam Film Roots

7 November 2025
BaleBengong

© 2024 BaleBengong Media Warga Berbagi Cerita. Web hosted by BOC Indonesia

Informasi Tambahan

  • Iklan
  • Peringatan
  • Kontributor
  • Bagi Beritamu!
  • Tanya Jawab
  • Panduan Logo

Temukan Kami

Welcome Back!

Sign In with Facebook
OR

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip

© 2024 BaleBengong Media Warga Berbagi Cerita. Web hosted by BOC Indonesia