Oleh Anton Muhajir
Selama 1,5 tahun tinggal di Bali, Rogier Eijkens dan keluarganya sudah sekitar enam kali berlibur ke Bedugul. Bagi Rogier, warga Belanda yang tinggal di kawasan Padanggalak Sanur, ini berlibur ke Bedugul jauh lebih berkualitas dibandingkan ke Kuta, Sanur, Nusa Dua, dan semacamnya.
“Karena kalau berlibur di sini, anak saya bisa sekalian belajar tentang alam,” kata bapak dua anak tersebut. Rogier beristri orang Indonesia. Karena itu sehari-hari dia berbicara Bahasa Indonesia. Di Bedugul, lanjutnya, pengunjung bisa mengenal tumbuh-tumbuhan yang ada di sini, apa jenisnya, dari mana asalnya, apa gunanya, dan seterusnya.
“Hal yang lebih penting, mereka (anak-anak) jadi sadar bahwa alam itu salah satu yang harus dijaga,” tambah pimpinan salah satu LSM internasional di Bali ini.
Bagi banyak turis, Bali memang dikenal karena tiga hal: sun, sea, and sand. Akibatnya turis yang datang ke Bali lebih banyak mengenal Kuta, Nusa Dua, Tanah Lot, dan daerah pantai lainnya. Padahal Bali juga punya beberapa tempat berhawa dingin, yang justru lebih asik kalau dinikmati pada musim hujan seperti saat ini. Bagi banyak wisatawan lokal, Bedugul jadi salah satu tempat favorit tersebut.
Tempat berlibur ini berada di perbatasan Kabupaten Tabanan dan Kabupaten Buleleng, sekitar 90 km dari Denpasar ke arah Singaraja. Perjalanan darat menempuh waktu antara satu setengah hingga dua jam.
Di atas ketinggian 1.250-1.400 di atas permukaan laut, Bedugul menjadi salah satu kawasan berhawa dingin di Bali, selain Kintamani, Bangli. Bedanya, Bedugul lebih kaya karena punya tiga danau: Beratan, Buyan, dan Tamblingan. Tiga danau ini sekaligus sumber air bagi Bali. Suhu yang sejuk pun menjadi amtosfir yang tepat untuk tumbuh-tumbuhan tropis. Bedugul menjadi tempat satu-satunya kebun raya di Bali, Bali Botanical Garden.. Karena itu berlibur di Bedugul tidak hanya semata fun, pengunjung juga bisa belajar.
“Saya suka karena tempat ini juga sejuk, indah, luas, dan varietas tanamannya banyak sekali,” tambahnya. Karena itu, kata Rogier yang juga pernah tinggal di Bogor, Kebun Raya Bedugul bisa bersaing dengan Kebun Raya Bogor di Jawa Barat, kebun raya terbesar di Indonesia.
“Sayangnya Bedugul kurang banyak dipromosikan,” lanjut Rogier. Padahal, Bedugul punya banyak keunggulan. Lokasinya tidak terlalu jauh dari Denpasar. Sebagai sebuah tempat wisata, Bedugul juga relatif terjangkau. Tiket masuk kebun raya hanya Rp 10.000 per orang.
Kebun Raya Bedugul adalah kawasan terlindung yang juga jadi tempat wisata selain tempat konservasi dan penelitian. Karena itu tempat ini menyediakan sarana untuk pengunjung. Melewati Candi Bentar di pintu depan sekaligus pos pembayaran, pengunjung langsung bisa jalan besar di kebun raya ini. Kalau pas hujan, pengunjung bisa menikmati kebun seluas sekitar 154 hektar ini lewat mobil meski bukan pilihan yang tepat, sebenarnya. Padang rumput rapi di bawah rindang pohon amat sayang untuk dilewati begitu saja.
Biasanya, pada musim liburan atau akhir pekan, rombongan keluarga dari Denpasar akan memilih duduk di bawah rindang. Anak-anak bermain bola ketika orang tua sekadar duduk sambil berbincang di bawah pohon cemara pandak (Dacrycarpus imbricatus) yang tingginya bisa sampai 5 meter. Pohon ini menjadi inang bagi tumbuhan lain seperti paku, anggrek, ataupun koleksi tanaman upacara seperti daun sirih, bunga melati, kayu dadap, kunyit, dan lain-lain..
Tumbuhan dan landscape memang jadi daya tarik utama Bali Botancial Garden. Ada ribuan koleksi di sini. Tumbuh-tumbuhan itu tersebar di enam jalur yaitu Jalur Kuning, Jalur Oranye, Jalur Ungu, Jalur Merah, Jalur Biru, dan Jalur Burung. Jalur-jalur ini bisa dilewati dengan mobil. Kalau sepeda motor tidak boleh, apalagi bis. Masing-masing jalur saling terhubung. Jadi tidak usah takut tersesat. Apalagi ada papan petunjuk sepanjang jalan itu tentang ke arah mana kita sedang menuju.
Di antara enam jalur itu, Jalur Ungu biasa banyak dicari. Jalur ini akan membawa pengunjung melewati berbagai koleksi tanaman anggrek liar di Indonesia dan koleksi kaktus. Ada sekitar 4000 jenis anggrek seperti anggrek kalajengking (Arachnis flos-aeris) yang erwarna coklat cerah dan diselingi warna merah muda, anggrek tanah (Spathologlottis plicata) dan barisan anggrek dari Amerika Utara dan Selatan antara lain Epindrum radicans.
“Koleksi anggrek di sini jadi salah satu bagian yang paling saya suka,” kata Rogier.
Selain berbagai koleksi tumbuhan itu, Kebun Raya Bedugul juga punya fasilitas hotel. Paling murah Rp 100.000 per malam. Ada pula compound yang bisa disewa untuk rombongan. Juga meeting room untuk perusahaan atau instans yang punya acara.
Tapi, bagi Rogier, fasilitas itu masih kurang. “Mungkin perlu ada tambahan fasilitas agar lebih memenuhi standar turis. Kalau yang ada kan lebih pas untuk backpacker,” katanya.
Ada beberapa titik di kebun raya ini. Salah satu yang paling menarik dikunjungi, sekaligus jadi tempat bersantai adalah di Lake View Point. Di titik ini pengunjung bisa duduk lesehan di rumput sambil melihat Danau Beratan, danau terbesar di kawasan Bedugul. Tak sedikit pula lembaga atau keluarga yang memilih titik ini untuk tempat ngobrol kalau ada acara. Ada pula yang main kasti di sini.
Jika beruntung, biasanya setelah turun hujan, pengunjung bisa mendapatkan bonus: pelangi di atas danau Beratan! Sisa air hujan itu memantulkan bias warna-warni pelangi di danau sana.
Danau Beratan di bagian lain dari Bedugul juga menjadi salah satu tempat tujuan wisata di sini. Danau ini berada persis di tepi jalan antara Denpasar-Singaraja. Namun kalau mau lebih asik menikmatinya, sebaiknya masuk lewat pintu lain. Dari kebun raya, jalannya memutar ke arah Denpasar lalu belok kiri.
Pengunjung bisa menikmati danau dengan cara naik boat seharga Rp 25.000 per orang. Satu boat bisa muat empat penumpang. “Anak saya paling suka kalau sudah naik boat di sini,” katanya. Dia memang selalu berlibur ke Bedugul dengan dua anaknya, Aninda Ayu Larasatie Eijkens dan Astrid Julliana Eijkens, dan istrinya Sri Damayanti.
Boat itu akan membawa pengunjung memutari danau Beratan dari sisi pinggir. Bukit yang mengelilingi danau jadi pemandangan tersendiri. Bukit di sisi timur danau dulunya jadi tempat bersembunyi pasukan Jepang. Bekas-bekas gua persembunyian itu masih terlihat hingga sekarang. Sayangnya kita tidak bisa masuk ke sana.
Setelah di Beratan, dua danau lagi yang bisa kita kunjungi adalah Danau Buyan dan Danau Tamblingan. Dua danau ini sudah masuk wilayah Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng. Danau Buyan yang berada di kiri jalan desa Pancasari menjadi tempat terkenal untuk para pemancing karena banyaknya ikan di tempat ini. Jumlah pengunjung di tempat ini tidak sebanyak di Beratan. Namun bisa menjadi tujuan wisata kalau Anda berkunjung ke Bedugul.
Danau terakhir adalah danau Tamblingan yang berjarak sekitar 5 km dari Danau Buyan. Untuk menuju danau ini kita akan melewati jalan menanjak dengan tikungan sangat tajam. Jalan ini berada di Bukit Pangelengan di mana terdapat gua Jepang bekas Perang Dunia II dulu. Namun gua bersejarah sepanjang jalan itu tidak terlalu diperhatikan karena di tempat ini juga terdapat habitat monyet jinak. Beberapa pengunjung biasa berhenti untuk bersembahyang di pura kecil di jalan ini atau hanya sekadar menggoda monyet-monyet tersebut. Untuk menuju Danau Tamblingan, pilihlah jalan ke arah kiri ke arah Munduk dari jalan menuju Singaraja setelah melewati Bukit Pangelengan. Jalanan di sini lurus dengan beberapa kali naik turun. Jalan beraspal ini seperti persisi berada di puncak bukit sehingga kita bisa melihat dua danau di sebelah kiri dan Kota Singaraja di kejauhan di sebelah kanan.
Akhir perjalan kita di Bedugul akan lebih lebgkap ketika kita mampir di Pasar Candikuning. Pasar ini berada di kiri jalan Denpasar-Singaraja dekat pintu masuk ke areal Kebun Raya Bedugul. Di sini kita bisa membeli berbagai buah seperti rambutan, salak, pisang, apel, dan lain-lain. Dari sekian buah itu, strawberi adalah buah yang paling terkenal dari Bedugul. Buah yang tepat untuk mengakhiri perjalanan menyenangkan setelah seharian liburan. [b]
Wah…, asyik juga deskripsinya, Mas.
Dulu, ketika masih di SMA, baru awal SMA alias kelas satu, saya dan empat kawan lainnya bersepeda dari Tabanan. Bukan sepeda balap atau jenis sepeda yang ‘oke punya” seperti sekarang tetapi sepeda biasa yang digunakan “jalan-jalan” di perumahan atau ke warung oleh ibu-ibu. Berangkat pagi-pagi setelah mentari menghangat, tiba di sana pukul 14-an. Cuaaapeknya bukan buatan. Tanjakan itu lho, kayuh sebentar, tuntun lagi…, kayuh lagi…., lagi-lagi sepeda dituntun sambil jalan pelan-pelan dan istirahat.
Dua malam di sana, hawa dingin menjadikan kulit ini kering dan beku. Tepi Danau Beratan selalu menggoda tetapi airnya tak berani saya sentuh. Praktis dua hari tidak mandi. Cuci muka saja atau mandi setengah badan. Jagung lebih banyak “disikat” sampai perut terasa “kriuuk-kriuuk”.
Tapi pas pulang enak banget. Gak usah dikayuh lama-lama…, langsung melesat. Memang sih…, ngeri juga dan harus waspada. Oke…
Gede H. Cahyana
http://gedehace.blogspot.com
asik nih, ikutan juga dong 🙂