Pemangku Pura sudah mewanti-wanti, jangan makan sapi.
Pantangan tersebut terutama dua minggu sebelum upakara Tawur Agung di Pura Taman Gangsing Desa Telaga Tawang, Kecamatan Sidemen, Kabupaten Karangasem.
Hal itu berlaku terutama jika akan menyaksikan dan hadir dalam upakara Tawur Agung. Dia khawatir terjadi hal tak diinginkan, karena akan ada upakara besar sekaligus penampilan Tari Baris Dadap, salah satu tari sakral di wilayah desa ini.
Sebelum memasuki area pura ada imbauan lain secara tertulis yaitu, dilarang bagi perempuan menstruasi dan orang yang sedang dalam suasana kematian memasuki area pura. Peraturan itu tertulis di papan pengumuman dalam bahasa Indonesia dan Inggris.
Peringatan itu tertulis di sebelah tangga masuk menuju Pura Taman Gangsing. Tak jauh dari jembatan menuju pura yang di bawahnya dialiri sungai berair bening.
Hari itu pun tiba, akhir Juli lalu. Warga Desa Dinas Kebung, Desa Telaga Tawang, Kecamatan Sidemen, Kabupaten Karangasem, mengadakan upakara penting bagi keberlangsungan hidup warga sekitar desa. Tawur Agung, warga desa ini menamai upakara itu. Ia adalah upakara yang dilaksanakan guna memohon keselamatan dan kebaikan desa dan seluruh penghuni Desa Dinas Kebung.
Di beberapa daerah lain yang ada di Bali, upakara semacam ini sudah lazim dilaksanakan. Namun, ada yang berbeda dari upakara Tawur Agung di Desa Dinas Kebung. Ada pementasan tari Baris Dadap yang merupakan bagian dari prosesi upakara.
Wayan Dania (35), Komang Simpen (35), Nengah Gelgel (37),dan Komang Arthana (37), dengan sigap mengenakan pakaian yang akan dikenakan ketika menarikan tari Baris Dadap.
Mereka yang mementaskan tarian itu harus menggunakan kemeja panjang dan celana panjang bewarna putih. Pakai kemben putih lalu saput kuning. Pada bagian kepala menggunakan gelung yang terbuat dari kain dan prada. Ada juga kain merah panjang yang dililitkan menyilang ke bahu sebelah kiri.
Lilitan kain itu berfungsi untuk menaruh senjata berupa tombak kecil yang nantinya tombak itu diselipkan dibagian pundak badan penari.
“Tidak perlu berias, cukup memakai pakaiannya saja,” kata Wayan Dania.
Tari Baris Dadap adalah tari yang dipentaskan empat penari laki-laki yang telah berusia 17 tahun ke atas. Tari ini merupakan tari peperangan. Hal itu dikarenakan, ketika mementaskannya para penari membawa senjata berupa tombak kecil dan tameng yang berbentuk seperti perahu, keduanya terbuat dari kayu dapdap. Oleh karena itu tarian ini disebut tari baris dadap.
“Tari ini berfungsi untuk menetralisir kekuatan jahat agar tidak mengganggu masyarakat sekitar Desa Dinas Kebung,” kata Komang Simpen, selain penari, ia juga seorang petani..
Dalam menarikannya, penari Baris Dadap akan menari menghadap empat penjuru mata angin. Pertama ke utara, setelah itu ke timur, lalu ke selatan dan ke barat. Ini dilakukan sebanyak empat putaran, setelah semua selesai lalu kembali ke selatan. Ini dilakukan guna mengharapkan agar tidak ada kekuatan jahat yang datang dari empat penjuru mata angin tersebut
Tari Baris Dadap merupakan tarian sakral. Pementasannya tidak boleh sembarangan. Ada hari-hari tertentu untuk mementaskannya. Contohnnya, ia dilakukan pada saat upacara piodalan, anggar kasih perang bakat, dan jika ada musibah yang menimpa penduduk Desa Kebung.
“Dulu, ketika Desa Kebung dilanda kemarau panjang, hujan tak kunjung turun, kami mencoba menarikan tari Baris Dadap. Tak lama setelah itu hujan turun,” kata Nengah Gelgel salah satu penari Baris Dadap
Pementasan Baris Dadap diiringi musik tradisional.
Ada Giying yang dimainkan dua orang. Gender dimainkan empat orang. Kantilan dimainkan empat orang. Jegong dimainkan oleh satu orang. Gong dimainkan oleh satu orang. Kempul dimainkan oleh satu orang. Bendhe dimainkan oleh satu orang.
Ceng-ceng dimainkan enam orang. Juglak dimainkan dua orang. Reong dimainkan lima orang. Rompong dimainkan satu orang. Klenang dimainkan oleh satu orang. Tawa-tawa dimainkan oleh satu orang. Kendang dimainkan oleh dua orang.
Pertunjukan tari Baris Dadap sebagai rangkaian prosesi upakara Tawur Agung segera dimulai. Pemuka agama diikuti beberapa warga membersihkan area pura dengan air suci dan ikatan daun janur yang dikibaskan ke udara sembari komat-kamit membaca doa.
Wayan Dania dan ketiga penari lainnya telah selesai mengganti pakaian mereka. Selanjutnya, setelah area pura dibersihkan, penari-penari itu berdoa dengan dipimpin Mangku atau Rohaniawan Hindu.
Setelah segala proses pembersihan area pura dan dilanjutkan dengan doa oleh para penari Baris Dadap, mereka bersiap mementaskan tari sakral itu. Ada tiga gerakan inti dalam tarian itu yaitu, pembuka, inti, dan penutup. Pada bagian pembuka tarian, keempat penari akan membawa sesaji yang akan diletakkan di tempat yang telah disediakan.Hal ini dilakukan sebelum mengambil benda yang disakralkan yaitu senjata tombak dan tameng.
Pada bagian inti tarian ini para penari akan melakukan gerakan yang tak pernah berubah sejak tari ini ada ratusan tahun lalu. Gerakannya pelan dan seirama dengan sesekali memainkan peralatan perang berupa tombak dan tamengnya. Ia dilakukan mengadap ke empat penjuru mata angin yaitu,utara, timur, selatan dan barat.
Pada bagian penutup, penari akan melakukan gerakan pelan dan seirama dengan sesekali memainkan peralatan perang berupa tombak dan tamengnya. Namun kali ini menghadap selatan sebelum mengembalikan tombak dan tameng ke dalam peti yang telah sediakan.
Gerakan ini sekaligus menandai berakhirnya tari ini dipentaskan. Warga pun berharap, Desa Dinas Kebung selalu dalam kebaikan dan terhindar dari kekuatan jahat. [b]