Kepemimpinan I Made Bakta segera berakhir.
Rektor Universitas Udayana (Unud) yang baru akan dipilih bulan depan, April. Banyak hal telah dilaksanakan selama dua periode masa kepemimpinan Bakta sejak 2009 silam. Selama itu pula kiat-kiat untuk membawa Udayana menuju universitas unggul, mandiri dan berbudaya dilakukan.
Beberapa civitas akademika pun memberikan komentar mengenai kinerja Bakta selama dua masa kepemimpinannya. Ada yang menilai bagus, ada pula sebaliknya.
“Masa kepemimpinan Prof Bakta bisa dikatakan sangat bagus. Banyak hal yang sudah dilakukan oleh beliau,” tutur ketua Satuan Pengawasan Intern (SPI) Universitas Udayana Prof. dr. Ibrahim R, SH, MH. Menurut Ibrahim, pada masa kepemimpinannya, Bakta telah menjalin banyak kerja sama dengan pihak luar. Salah satunya dengan dibangunnya Institute Peace for Democracy (IPD). Lembaga ini sebagai media dalam pendidikan demokrasi baik skala lokal maupun internasional. IPD menjadi pelaksana Bali Democracy Forum.
Namun, Ibrahim menyayangkan dalam dua periode masa jabatan rektor ini kurang ada pengawasan secara intern. Akibatnya banyak ditemukan administrasi tidak tertib. SPI baru berjalan di akhir masa jabatan rektor sehingga tidak dapat mengawasi kinerjanya sejak awal. “Kami menemukan ketidaktertiban administrasi di Udayana,” papar Ketua SPI di kopertis wilayah IV.
Lebih lanjut Ibrahim mengharapkan agar calon rektor terpilih mendatang menyiapkan diri dengan sistem baru yang diterapkan Udayana yakni sitem Badan Layanan Umum (BLU). Dosen Fakultas Hukum ini juga berharap agar di tahun 2014 nanti sistem sudah berjalan dengan normal dan terjadi akuntabilitas serta transparansi dalam melaksanakan tugas-tugasnya.
Menurutnya, hal ini penting. Karena dengan adanya transparansi maka diharapkan tidak terjadi keterlambatan dalam penyelesaian proyek pembangunan alias mangkrak.
Berdasarkan pemantauan Persma Akademika, hingga Januari 2013 di Kampus Sudirman pembangunan lahan parkir berlantai 4 masih belum rampung dikerjakan.
Sementara itu, Pembantu Dekan III Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Piers Andreas Noak menyatakan dirinya tidak mengetahui data pasti atas program-program rektor selama ini. “Saya tidak bisa berbicara banyak mengenai kinerja rektor. Sebab berbicara harus ada data yang pasti,” ujar Andreas.
Andreas berkomentar bahwa masa kepemimpinan Bakta cukup sukses. Menurutnya, kesuksesan Bakta dapat dilihat misalnya dari pembentukan fakultas-fakultas baru dan Udayana menjadi barometer pendidikan di Bali. Mengenai pemilihan rektor (Pilrek) yang akan diadakan bulan depan, dosen Ilmu Politik ini juga berharap agar pemilihan rektor dapat berjalan dengan demokratis dan dapat membenahi Udayana serta melanjutkan kebijakan-kebijakan yang belum terlaksana.
Numplek
Menjelang pilrek, Bakta yang dilantik kedua kalinya pada 1 Oktober 2009 silam itu menuai pujian dan kritikan. Kepala Biro Administrasi Umum dan Keuangan Unud, Made Meregawa menilai kinerja Bakta sudah baik. Menurutnya, selama Bakta memimpin banyak kemajuan di Unud. Misalnya Rusunawa yang tampak sangat bagus untuk mahasiswa.
“Beliau juga melanjutkan pembangunan SPBU Bukit Jimbaran dan Hardys yang hasilnya digunakan untuk subsidi silang bagi fakultas-fakultas yang masih kurang fasilitasnya,” ujarnya.
Dengan harga Rp 2,4 juta per tahun, Rusunawa di Bukit, Jimbaran masih memiliki kekurangan. Bagi Yohanes, mahasiswa Fakultas Pertanian di Rusunawa terdapat satu kendala di Rusunawa, yaitu air. “Walaupun harga terjangkau dengan fasilitas yang cukupmemadai, terdapat satu kendalanya yaitu air. Air wastafel dan kamar mandi jarang nyala,” ungkapnya.
Lain lagi pendapat guru besar Fakultas Pertanian, Wayan Windia. Dosen yang ikut mengantarkan Bali sebagai Warisan Budaya Dunia melalui subaknya ini menilai Bakta telah sukses menjadikan Unud sebagai salah satu universitas besar yang diperhitungkan di Indonesia. Unud masuk dalam enam besar sistem penjaminan mutu dari 3.200 perguruan tinggi negeri di Indonesia.
“Tentunya ini tidak lepas dari koridor pemimpin Unud memiliki visi ungggul, mandiri, berbudaya tersebut,” tambah Ketua BPMU Unud ini.
Berbeda halnya dengan I Nyoman Gelebet. Menurut pensiunan dosen teknik arsitektur (1978- 2009) ini, Rektor Unud belum dapat membuat pembangunan Unud sesuai dengan master plan 78. “Kenapa numplek di tengah-tengah pagar, banyak lahan di belakang kampus yang masih kosong? Gedungnya sudah bagus tapi fasilitasnya yang masih jelek,” imbuhnya sembari menunjuk ke arah belakang kampus Sudirman.
Gelebet menolak jika dikatakan Rektor Unud sudah sukses dalam hal pembangunan. “Bukit Jimbaran itu merupakan daerah pariwisata. Tidak benar jika perlahan semua fakultas dipindah ke Bukit. Rektor harus memikirkan bagaimana keadaan kondusif bagi mahasiswa menuntut ilmu. Seperti rencana membangun kawasan Kota Kampus di Bukit ketika rencana pemindahan kampus ke bukit di tahun 1980an,” jelasnya.
Pria yang juga Undagi (arsitek tradisional Bali) ini menambahkan solusi tepat dalam pengembangan Unud adalah dengan pemusatan kampus sebaiknya di satu tempat. Contohnya dengan memanfaatkan lahan masih kosong di Kampus Sudirman. Seperti lahan kosong di sebelah Fakultas Ekonomi di Jalan Sudirman. Lalu, di Kampus Bukit difokuskan pada pengembangan pariwisata. Hasil keuntungan dari pengembangan pariwisata di daerah Bukit Jimbaran digunakan untuk pengembangan Kampus Sudirman.
“Master plan 1978 menjadi salah satu alternatif yang baik karena tidak perlu pembangunan fasilitas sosial dan fasilitas umum,” imbuh pria 68 tahun ini.
Tak hanya pensiunan dosen arsitektur yang mengeluh mengenai lingkungan kampus Unud yang semakin karut marut. Mahasiswa pun tak pernah habis mengeluh. Misalnya kesulitan mencari tempat parkir di kampus. “Tidak ada perubahan berarti menurut saya. Kampus malah terlihat semakin kumuh lingkungannya,” ucap Bayu Ananta, mahasiswa teknik arsitektur.
Menanggapi kritik dan keluhan terhadap kinerjanya itu, Bakta akhirnya angkat bicara meski beberapa kali menolak diwawancara dengan alasan masih ada kesibukan. Bakta mengaku masih ada program kerja yang direncanakan selama dua periode belum dapat terealisasi.
Misalnya pembangunan Fisip, Rumah Sakit Pendidikan Universitas Udayana, Auditorium Widyasabha, pengembangan IT yang belum berjalan dengan baik operasionalnya. “IT ini sangat penting untuk memajukan Unud hingga bertaraf internasional,” aku Bakta.
Sedikit harapan pun datang dari Dekan Fakultas Hukum Unud, I Gusti Ngurah Wairocana. Dia menyatakan bahwa jika Unud ingin go internasional, sarana prasarana harus dibenahi. “Aula, Gedung Widya Sabha milik Unud masih sangat kecil dibandingkan dengan aula universitas lain. Namun dalam bidang IT sudah lumayan. Artinya tampilan kita harus meyakinkan, dalam artian kampus harus bagus, sarana prasarana lengkap,” harapnya.
Bakta pun berharap semoga rektor yang terpilih nantinya dapat bisa lebih baik dalam melanjutkan dan meningkatkan pembangunan di Udayana. [b]
Foto dari Metro Bali.
Woh..Master Gelebet berbicara.
Coba liat dulu gedung Fakultas Teknik yang baru di Kampus Sudirman. Padahal disitu ada banyak Arsitek, tapi gedungnya itu gak Arsitek-able. Tanya kenapa
bli nyoman surya, saya juga punya keprihatinan pad aunud, almamater saya. tiap hari, jadi salah satu sumber kemacetan di sudirman.
ada yang mau bersuara gak ya dan mengakui bahwa masterplan bukit gagal total, dan akhirnya semua buat gedung baru di sudirman yg sempit. sampai2markas unit kegiatan mahasiswa harus mengalah dan ditempatkan di luar areal induk.
barusan saya lihat lagi, mobil2 pribadi dan bus kunjungan dari kampus lain parkir di badan jalan sudirman. sementara gedung2 baru bertingkat dibangun dan tidak buat parkir bawah tanah??? oh sungguh jadi panutan. siapa sih yg buat kajian2 untuk bappeda dan mengatakan bali overload, melebihi kapasitas, dll.
sementara di kampus unud sendiri, makin sesak, tidak ada lahan hijau. hanya seuprit di depan gedung pasca.
sekarang kalau lihat unud di denpasar serupa show room. mobil di mana2. malah sampai mengambil median jalan. ga tau sih urusan pendidikannya, tp kalo dilihat dari tata kampus sptnya makin hancur.
Mbok Lodegen dan Mas Anton
Jujur saya gak ngerti dan gak tau sejarahnya kenapa sampai ada 2 kampus yang sama tapi letaknya berjauhan sekali.
Fakta kecil di Jurusan Arsitektur FT UNUD (Almamater saya) sebagian besar dosen yang seharusnya mengajar kelas reguler di bukit, memindahkan kelasnya ke kampus sudirman. Ini jadi salah satu penyebab banyaknya kendaraan pribadi menumpuk di kampus sudirman. Lagian sebagian besar dosen-dosen UNUD kan rumah tinggalnya di Denpasar.
Faktor lain juga ya pemakaian kendaraan pribadi. Mereka boleh memiliki tapi ya penggunaannya itu lho dibatasi. Masing-masing individu mesti jengah dan sadar. Ini juga harus dibarengin sama revitalisasi angkutan umum. Kalo tidak ya sama aja bohong.
*Tambahan
Dosen yang seharusnya mengajar di kampus bukit tetapi memindahkan kelasnya ke kampus sudirman itu pada waktu pagi hari (reguler) bukan sore hari (ekstensi).
Peraturan? Sudah ada dari Dekan, dengan cara menempel surat pemberitahuan di tiap pintu kelas untuk tidak memindahkan kelas reguler yang seharusnya di bukit ke kampus sudirman yang notabene untuk kelas ekstensi. Tapi surat pemberitahuan hanya menempel sesaat.
Pembangunan kampus bukit malah seperti tidak optimal, terakhir kebetulan lewat disekitar kampus semak2 tumbuh tinggi-tidak terawat. Jd teringat saat perkuliahan masih efektif di bukit kami sampe kajar2an bis kampus sekedar mendapat tarif lebih murah dibanding bemo (maklum mahasiswa kost yg ga punya kendaraan sendiri jd perlu irit hehee)..kadang terpaksa jalan kaki dari kampus ekonomi ke jalan utama (sekarang dekat2 Mc D) demi mendapatkan kendaraan pulang :-(..eee sekarang rasanya sdh ada kemudahan jg ada rute trans sarbagita malah fungsi kampus bukit seperti ditinggalkan ya? dan tumplek blek di sudirman yg kalau tidak salah dulu katanya mau digunakan utk perkuliahan program pasca sarjana, program ekstensi, dan beberapa fakultas yg memang tidak memungkinkan utk dipindah seluruh kegiatannya ke bukit…fakultas2 yg memungkinkan akan beralih perlahan2 ke bukit, entahlah mgkn ada perubahan kebijakan ..mudah2an saya hny salah menilai dengan pandangan sekilas lintas tsb
Saya mau tanya, kenapa di Udayana ada 2 program studi/jurusan yang klo saya lihat sepintas sama: Jurusan Ilmu Komputer (FMIPA) dan Program Studi Teknik Infomatika (FT)?
Klo tidak salah, lulusan dua-duanya akan menggunakan gelar yang sama, S.Kom
Sepengetahuan saya, kalo sudah ada Ilmu Komputer, maka Teknik Informatika tidak ada di satu universitas (misal: di UI ada Fakultas Ilmu Komputer, ga ada Jurusan Teknik Informatika).
Sepertinya adanya dua program studi/jurusan yang serupa tapi tak sama ini mulai ada sejak kepemimpinan Rektor I Made Bakta.
Bli Gede Yudi, saya merupakan mahasiswa Teknologi Informasi FT (yg dulunya Teknik Informatika). Menurut cerita yg saya dengar dari berbagai sumber, pada FMIPA dulu bernama Ilmu Komputer tidak ada embel2 teknik informatika. Kemudian FT khususnya elektro berinisiatif membentuk prodi teknik informatika. Pembentukan Teknik Informatika dikarenakan ingin seperti di ITS, disana ada jurusan ilmu kimia dan ada pula jurusan teknik kimia. Setelah terbentuk terbentuk teknik informatika di FT ternyata di FMIPA memasang jurusan Ilmu Komputer prodi Teknik Informatika. Kedua belah pihak fakultas menghadap rektor dan saling bernegosiasi.
Alhasil Teknik Informatika pada Fakultas Teknik berganti nama menjadi Teknologi Informasi. Dan pada juli 2012 resmi menjadi jurusan. Lulusan teknologi informasi bukan bergelar S.KOM melainkan S.Ti. Untuk Melihat perbedaannya bisa dilihat disini http://shadowsquad.wordpress.com/2008/12/12/perbedaan-sistem-informasi-dengan-jurusan-komputer-lainnya/
Suksma. 🙂
Terima kasih banyak penjelasannya Gunk Adit.
Semoga nantinya hal ini bisa lebih disosialisakan lagi, terutama kepada calon mahasiswa, agar mereka tidak “kecele” karena masuk jurusan/program studi yang tidak sesuai dengan minat dan bakatnya.
Agar tidak membuat bingung masyarakat (karena saya juga bingung ketika ditanya adik-adik saya 🙂 ), saya sebagai orang awam menyarankan supaya jurusan/fakultas yang berhubungan dg komputer digabung ke satu fakultas saja, entah itu di FT, FMIPA ataupun dibuat fakultas baru seperti Fakultas Ilmu Komputer di UI.
Dari penjelasan di URL yang Gunk Adit berikan, saya melihat bahwa Teknik Informasi (FT) dan Ilmu Komputer prodi Teknik Informatika (FMIPA) sama-sama menjurus ke “pengaplikasian” (practical), berbeda dengan jurusan Kimia (yang lebih ke teoritis) dan Teknik Kimia (yang lebih ke pengaplikasian).
Terima kasih. 🙂