• Beranda
  • Pemasangan Iklan
  • Kontak
  • Bagi Beritamu!
  • Tentang Kami
Monday, November 10, 2025
  • Login
BaleBengong.id
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip
No Result
View All Result
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip
No Result
View All Result
BaleBengong
No Result
View All Result
Home Kabar Baru

Apa yang Terjadi pada Gerakan Sosial di Bali Masa Lalu dan Masa Kini?

I Gusti Ayu Septiari by I Gusti Ayu Septiari
5 April 2025
in Kabar Baru, Pendidikan, Politik
0 0
0
Aksi menolak RUU TNI di Denpasar.

Beberapa tahun belakangan muncul aktivis-aktivis muda yang getol menyuarakan perlawanan, baik melalui media sosial maupun melalui aksi. Dalam berbagai aksi, massa yang muncul lebih banyak berasal dari golongan anak muda. Latar belakangnya bermacam-macam, ada yang bergabung dalam komunitas pergerakan, pegiat seni, mahasiswa, dan sebagainya.

Perihal yang menjadi pertanyaan adalah ke mana larinya aktivis terdahulu? Apakah mereka melakukan regenerasi dan pendidikan berpikir kritis?

Banyak aktivis yang memilih karir sebagai politisi, misalnya beberapa aktivis di Jakarta, yaitu Adian Napitulu, Faisol Reza, Fadli Zon, hingga Budiman Sudjatmiko. Meski begitu, tidak sedikit pula aktivis yang mempertahankan integritasnya.

Puluhan tahun masih aktif sebagai aktivis

Gerakan sosial di Bali sangat berbeda dengan gerakan-gerakan di Jakarta sebagai pusat pemerintahan di Indonesia. Sebelum Orde Baru, gerakan sosial di Bali sangat kuat. Jejak-jejak perlawanan masyarakat Bali dapat dilihat melalui peristiwa Puputan, baik itu Puputan Klungkung, Puputan Badung, dan Puputan Denpasar. Hal ini disampaikan oleh Ngurah Karyadi, seorang aktivis asal Bali yang masih aktif hingga saat ini.

Namun, peristiwa 1965 yang menghantam masyarakat Bali sepertinya memberikan bekas luka yang mendalam. Peristiwa 1965 yang melenyapkan ratusan jiwa masyarakat Bali yang dicap PKI atau pendukung PKI tidak lagi dibicarakan. Orde Baru membentuk Bali menjadi daerah yang aman dan damai untuk kepentingan pariwisata, sehingga tercipta nama Pulau Dewata.

Karyadi yang saat itu aktif sebagai mahasiswa pada akhir tahun 1980-an hingga awal 1990-an mengakui bahwa perlawanan sangat sulit pada masa itu. Ia bersama beberapa kawan lain menginisiasi gerakan sosial melalui musik kampus. Musik kampus berbekal misi kemanusiaan, yaitu melakukan penggalangan dana untuk masyarakat yang terdampak pemerintahan Orde Baru.

Salah satu musik kampus yang diceritakan Karyadi adalah penggalangan dana untuk petani Sumberklampok di Bali Utara. Pada tahun 1991, pemerintah akan melaksanakan bedol desa karena Tommy Suharto ingin membangun wisata di Sumberklampok. Karyadi bersama rekannya pun menggelar musik kampus yang diperuntukkan sebagai biaya keberangkatan puluhan warga Sumberklampok ke Jakarta demi memperjuangkan haknya.

Jejak Karyadi dalam gerakan sosial di Bali sangat banyak, terutama dalam menyuarakan perlawanan masyarakat kecil di Bali. Beberapa di antaranya adalah sengketa tanah di Selasih dan pengungkapan mafia imigrasi. Masa-masa itu Karyadi sebut sebagai masa ‘pernah sehat’. Pasalnya saat ini ia tidak lagi bisa turun ke jalan dengan semangatnya yang terdahulu. Meski begitu, ia mengaku masih aktif dalam gerakan sosial. Hanya saja saat ini ia lebih banyak berada di balik dokumen dan teks.

Ngurah Gembrong, panggilan Karyadi juga pernah membuat sebuah tempat nongkrong yang kerap jadi pengorganisasian aksi, dikenal dengan nama Jaringan Informasi Kerja Altenatif (JIKA). Berbagai isu dari masyarakat adat sampai kebijakan politik kerap didiskusikan di JIKA, yang juga jadi sekretariat sejumlah LSM di Bali. Namun, JIKA kini sudah menjelma tempat makan di kawasan Renon.

Bertolak ke situasi kini, ada pula aktivis yang masih aktif dalam gerakan sosial. Sebut saja namanya Rey. Ia saat ini aktif di Federasi Serikat Pekerja Mandiri (FSPM) dan salah satu organ di balik akun Instagram Bali Tidak Diam. Bali Tidak Diam merupakan wadah untuk mengkonsolidasi gerakan sipil yang dibentuk pada tahun 2019/2020 ketika peristiwa Reformasi Dikorupsi.

Rey sendiri telah aktif mengikuti gerakan sosial sejak 10 tahun lalu. Awal mulanya adalah di bangku kuliah. “Pada waktu itu kita aktif di isu komersialisasi pendidikan dan ketemu banyak elemen-elemen lain, baik elemen-elemen lembaga mahasiswa internal yang progresif ataupun teman-teman di luar,” imbuhnya. Dari aksi tersebut ia bertemu rekan-rekan yang memiliki tujuan dan ideologi yang sama. Rey pun terlibat lebih jauh dalam aksi-aksi lain, salah satunya adalah Bali Tolak Reklamasi.

Selain aktif di Serikat Buruh, Rey juga memiliki keinginan untuk meregenerasi gerakan sosial di Bali. “Kalau aku pribadi sendiri itu mencoba meregenerasikan teman-teman yang baru sih sebenarnya, baik itu dari teman-teman mahasiswa ataupun dari teman-teman pekerja,” ungkapnya.

Gerakan sosial di Bali dari masa ke masa

Gerakan sosial di Bali mengalami masa naik dan turun. Pernah berseri sebelum Orde Baru, redup kembali di masa Orde Baru, dan mencapai antiklimaks pada zaman Covid-19. Hal ini disampaikan oleh Karyadi. “Antiklimaks sebenarnya gara-gara bertemunya Covid dan BTR, Bali Tolak Reklamasi itu,” ujar Karyadi.

Lebih lanjut, Karyadi mengartikan hal ini sebagai kemenangan politis. Ketika rencana reklamasi batal dan digantikan proyek-proyek lain yang sama-sama merugikan masyarakat, bersamaan dengan itu pula muncul pandemi Covid. Pandemi ternyata memunculkan dua kubu berbeda yang malah memecah pergerakan sosial di Bali. Kondisi ini kemudian meredupkan pergerakan di Bali.

Berbeda dengan Karyadi, Rey menganggap ada kemajuan dari gerakan sosial di Bali. Hanya saja yang menjadi masalah adalah pengorganisasiannya. “Bali itu punya pengalaman mobilisasi yang cukup bagus, tapi tidak punya pengalaman pengorganisasian. Karena mobilisasi dan pengorganisasian itu berbeda,” terang Rey.

Dari aspek mobilisasi, semua orang yang tertarik pada isu tertentu dapat duduk bersama menyuarakan aspirasi dan perlawanan. Namun, pegorganisasian berupa regenerasi figur yang menjaga aktif gerakan sosial dianggap Rey masih sangat lemah. “Itu bisa terlihat misalnya dari organisasi-organisasi sipilnya, walaupun eksis dia juga tidak terlalu besar. Gerakan mahasiswa pun juga begitu,” ujar Rey.

Sama seperti Rey, Karyadi juga setuju bahwa pengorganisasian gerakan sosial di Bali cukup kurang, terutama dalam hal membangun kesatuan gerakan. Selain itu, menurut pandangan Karyadi, hal yang kurang dari gerakan sosial di Bali saat ini adalah momentum. “Setiap generasi itu beda-beda. Generasi saya mencoba merakit kuncinya, membuat momen. Saya memang paling jago bikin momentum itu. Nah, kemampuan itulah yang sampai hari ini saya belum lihat di generasi Z (generasi saat ini),” ungkap Karyadi.

Selebaran penolakan RUU TNI pada tahun 1990-an. Sumber foto: Karyadi

Karyadi memberikan contoh satu momentum yang ia buat pada tahun 1994 dan masih bisa digunakan saat ini, yaitu “Ke Bali, minum arak. Bawa kembali TNI ke barak!”. Dengan kata lain, yang diungkapkan Karyadi adalah kurangnya aktivis yang mampu membumikan isu yang sedang terjadi. 

Membumikan bukan hanya persoalan menyederhanakan, tetapi juga mengaitkan konteks-konteks politik dengan kondisi sosial di masyarakat. Seperti misalnya, aksi kamisan yang dibawa ke desa-desa yang tengah konflik. “Jadi jangan hanya di permukaan dan di media. Karena kan namanya citizen movement, ini kan nggak berkaki dia. Gimana bisa membuat kakinya gitu loh. Paling nggak ada rakyat-rakyat yang melawan ini menjadi bagian dari gerakan-gerakan itu. Nah, kemampuan itu yang diperlukan,” ujar Karyadi.

Gerakan sosial di Bali mengalami berbagai gejolak dengan fase naik turun. Beberapa aktivis masih aktif, seperti Karyadi di balik teksnya maupun Rey yang masih aktif di pengorganisasian. Sementara, aktivis senior lainnya jarang terlihat di gerakan aksi kebijakan publik saat ini. Namun, gerakan sosial saat ini perlahan mulai bangkit. Berbagai aksi perlawanan mulai dilakukan. Mengembalikan iklim pergerakan seperti di masa lalu menjadi tugas yang cukup sulit. Gerakan sosial saat ini bukan hanya kurang dalam hal pengorganisasian, tetapi juga dalam hal kreativitas.

vanujacoffee.com kampungbet kampungbet
Tags: aktivisaktivis di Baligerakan sosialgerakan sosial di Baliorganisasi pergerakan di Baliperlawanan di Balipuputan
Liputan Mendalam BaleBengong.ID
I Gusti Ayu Septiari

I Gusti Ayu Septiari

Suka mendengar dan berbagi

Related Posts

Anak Muda dan Gerakan Sosial di Bali: Kecil tapi Masih Bergerak

Anak Muda dan Gerakan Sosial di Bali: Kecil tapi Masih Bergerak

11 April 2025
Next Post

Galungan Ngelawang Barong Bangkung, Imlek Ngelawang Barongsai

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Temukan Kami

Kelas Literasi BaleBengong
Melali Melali Melali
Seberapa Aman Perilaku Digitalmu? Seberapa Aman Perilaku Digitalmu? Seberapa Aman Perilaku Digitalmu?

Kabar Terbaru

Akses Medis Neurodiversitas: Perjuangan di tengah Minimnya Akses Layanan

Akses Medis Neurodiversitas: Perjuangan di tengah Minimnya Akses Layanan

10 November 2025
Ratusan Titik di Bali Alami Bencana

Memetakan Lokasi Banjir dari Media Sosial

9 November 2025
Pemuliaan Sumber Air Ritual Melasti di Catur Desa Adat Dalem Tamblingan

Pemuliaan Sumber Air Ritual Melasti di Catur Desa Adat Dalem Tamblingan

8 November 2025
Warisan Walter Spies dan Paradoks Bali Kini dalam Film Roots

Warisan Walter Spies dan Paradoks Bali Kini dalam Film Roots

7 November 2025
BaleBengong

© 2024 BaleBengong Media Warga Berbagi Cerita. Web hosted by BOC Indonesia

Informasi Tambahan

  • Iklan
  • Peringatan
  • Kontributor
  • Bagi Beritamu!
  • Tanya Jawab
  • Panduan Logo

Temukan Kami

Welcome Back!

Sign In with Facebook
OR

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip

© 2024 BaleBengong Media Warga Berbagi Cerita. Web hosted by BOC Indonesia