Aroma bumbu semerbak di lantai dua Pasar Badung.
Semerbak aroma beragam remah dan bumbu ini langsung menyambut tiap kali saya naik ke lantai dua pasar terbesar di Bali ini. Aroma ini mengundang selera untuk belanja di sana.
Sejak berabad-abad silam, Indonesia dikenal sebagai surga rempah-rempah (spices). Misalnya lada, pala, kayu manis, dan seterusnya. Karena rempah-rempah atau bumbu ini, beberapa negara pernah menjajah Indonesia, seperti Portugis, Belanda, dan Inggris. Bumbu-bumbu ini tersebar di banyak pulau di Indonesia seperti Ambon, Sumatera, Jawa, dan Bali sendiri.
Kini, Anda tak perlu menjajah Indonesia untuk mendapatkan bumbu-bumbu tersebut. Anda juga tak perlu keliling Indonesia untuk mendapatkannya. Cukup belanja dipasar terbesar di Bali, Pasar Badung, maka Anda bisa memborong dan menawar bumbu-bumbu itu dengan pedagang lokal.
Pasar Badung berada di jantung Denpasar, ibu kota Provinsi Bali. Pasar empat lantai ini merupakan pasar terbesar di Bali yang hidup selama 24 jam. Pasar ini menjual berbagai kebutuhan, baik pangan maupun sandang.
Aneka bumbu dijual di lantai dua pasar ini. Salah satu petunjuk adalah papan nama bertuliskan “Los Rempah-Rempah”. Ada yang masih berupa bumbu mentah, misalnya merica, bawang, cabai, dan semacamnya. Namun, ada pula bumbu-bumbu yang sudah dikemas menarik yang memang disediakan untuk turis meskipun kadang juga dibeli konsumen lokal.
Bumbu-bumbu ini sudah dalam bentuk bubuk dan dikemas dengan plastik transparan. Jadi, selain bisa mengenal dari aromanya, pembeli juga bisa melihat langsung bentuknya. Bumbu atau rempah-rempah tersebut bahkan ditulis dalam bahasa Inggris, seperti hot curry, black papper, lemon grass, cinamon powder, cocoa, dan lain-lain.
Harga bumbu ini beragam tergantung besar kecilnya kemasan. Kemasan paling kecil seukuran 100 gram seharga Rp 10.000. Kemasan lebih besar, 200 gram harganya Rp 20.000. Namun, ada pula beberapa bumbu yang masih dalam bentuk aslinya meskipun sudah kering. Buah vanila, misalnya, bisa sampai Rp 700.000 per kg. Dalam bentuk eceran harganya Rp 200.000 per 10 biji.
Seperti umumnya belanja di pasar tradisional, tidak ada harga tetap. Karena itu pula pedagang bumbu tidak menuliskan harga di kemasan tersebut. Harga terakhir tergantung dari proses tawar menawar.
Jika Anda turis asing, ada beberapa perempuan pengantar di pasar, biasa disebut carry, yang akan mengantarkan Anda belanja di pasar ini. Para carry ini memberikan harga lebih mahal, bisa sekitar dua kali lipat, dibandingkan harga sebenarnya. Praktik ini sudah biasa bagi para pedagang di sana meskipun bagi turis menjadi lebih mahal.
“Namanya pasar ya harus bagi-bagi rezeki sama yang lain,” kata Ni Ketut Tunas, salah satu pedagang bumbu di Pasar Badung. Karena itu, menurut Tunas, para pedagang membiarkan saja ketika ada carry yang menawarkan harga lebih tinggi dari harga sebenarnya. Bahkan, kadang-kadang pedagang aslinya malah sengaja tidak menampakkan diri.
Belanja bumbu di Pasar Badung bisa menjadi pilihan kegiatan wisata di Bali sembari mengenal aneka rempah-rempah yang membuat Indonesia pernah jadi negara jajahan. [b]
Kalau perlu segala macam bubuk rempah hubungi 082148887384