Oleh Agustinus Wibowo
[Tulisan ini pernah dipublikasikan di Harian NusaBali]
Penggunaan bahan-bahan tak ramah lingkungan di Bali dalam sektor mesin pendingin masih terhitung tinggi. Diperkirakan sedikitnya masih ada sekitar 20 ton refrigeran atau freon jenis R12 yang mampu melubangi lapisan ozon, masih terus digunakan. Celakanya lagi, bahan penggantinya yang ramah lingkungan dan beredar di Bali, 90 persen juga palsu.
Hal ini disampaikan Hartawan Setjodiningrat, Project Manager PT Dasa Windu Agung yang bergerak dalam bidang koordinator dan pengawasan bahan perusak ozon (BPO) foam dan Mac Sector. Dari hasil penelitian badan itu, diketahui bahwa di Indonesia sedikitnya ada 915 ton bahan klorokarbon atau chlorofluorocarbon (CFC) jenis R12 yang biasa digunakan dalam mesin pendingin. “Dari jumlah ini, untuk Bali kita perkirakan konsumsinya masih mencapai 20 ton,” ujar Hartawan beberapa waktu lalu.
Jumlah ini didapatkan dari penghitungan penggunanya di berbagai bengkel servis peralatan mesin pendingin yang ada di Bali. Dari data yang ada diketahui sedikitnya ada 70 bengkel servis mesin pendingin yang resmi dan mempunyai ijin di seluruh Bali. Persebarannya meliputi Denpasar (32 bengkel), Tabanan (12), Gianyar (8), Jembrana (10), Karangasem (7), Jembrana (10), dan Bangli (1).
Untuk tahu, bahan CFC R12 yang biasa digunakan sebagai refrigeran pada mesin pendingin seperti AC besar maupun AC mobil ini, termasuk bahan yang dilarang karena tidak ramah lingkungan. Penggunaanya bisa menyebabkan kerusakan dan penipisan lapisan ozon yang bisa menimbulkan masalah kesehatan dan lingkungan .
Bahan perusak ozon lainnya yang juga dilarang adalah CFC-11, CFC-113, CFC-115 yang banyak digunakan dalam industri foam, tembakau, dan aerosol, halon pada pemadam api, dan metilbromida pada pembasmi hama. Sejatinya, bahan pengganti untuk freon CFC R12 yang berbahaya ini sudah ditentukan yakni diganti dengan bahan HFC 134a yang lebih ramah lingkungan.
Namun, dari sebagian besar freon HFC 134a yang beredar di Bali, ternyata sebagian besar palsu. Meski berlabel ramah lingkungan, diperkirakan sekitar 70-90 persen tabung bahan freon ramah lingkungan R134a yang beredar ini adalah palsu. “Meski labelnya bahan ramah lingkungan, namun isinya tetap saja R12 yang dicampur dengan bahan lainnya,” ujar Hartawan sambil menunjukkan contoh jenis tabung yang palsu itu.
Selain diketahui dari kemasannya yang tidak original, juga dapat diketahui dari harganya yang sangat murah. Sebagai gambaran, satu tabung orisinil freon 134a yang asli ukuran 13,6 kg harganya mencapai Rp 1,3 juta. Namun, di Bali untuk tabung palsu dengan ukuran yang sama, harganya hanya Rp 650 ribu. “Tabung ‘aspal’ ini juga hanya berselisih Rp 50 ribu dengan tabung R12 yang dilarang,” ujar Hartawan.
Hal serupa juga disampaikan oleh Ari Darmawan Pasek, peneliti dari Institut Teknologi Bandung yang pernah meneliti mengenai pemakaian BPO. Menurut Pasek, dari hasil survei di 35 bengkel servis pendingin yang berskala besar di Bali, diketahui bahwa 66 persen di antaranya masih menggunakan bahan perusak R12. Sementara, baru 34 persen saja yang sudah menggunakan bahan ramah lingkungan R134a.
Namun ternyata, papar Pasek, setelah diteliti lebih lanjut tabung R134a yang digunakan oleh 34 persen bengkel tadi, ternyata banyak yang palsu. “Kebanyakan yang dipakai merupakan bahan oplosan yang didominasi bahan R12 juga,” ujarnya. Lebih lanjut menurutnya, banyak orang tidak tahu membedakan produk asli CFC yang ramah lingkungan ini dengan palsunya. “Secara sekilas, tabung itu memang mirip dan susah dikenali perbedaannya. Untuk itu, masyarakat harus jeli dan kritis.” katanya.
Dia memberikan ilustrasi, pada tabung dengan kandungan R134a tertera merek, jenis refrigerant, nama serta alamat pabrik pembuat. Di antara tabung refrigerant R134a yang asli adalah Genetron produksi Honeywell, lalu Klea lansiran ICI, serta Suva keluaran DuPont. Selain itu bisa juga melihat warna tabung.” Semisal untuk tabung R134a berwarna hijau muda, dan R12 berkelir putih,” paparnya.
Sementara untuk mengatasi penggunaan bahan CFC yang masih marak di Bali, setidaknya 20 bengkel di Bali sudah mendapatkan bantuan peralatan daur ulang CFC secara cuma-cuma. Dengan mendaur ulang maka tidak perlu membeli CFC yang baru. Cukup yang lama didaur ulang untuk dipakai lagi. “Artinya tidak akan ada lagi CFC yang masuk dari impor lagi, cukup yang sudah ada digunakan sambil pelan-pelan diganti,”paparnya. [+++]