Polemik Gubernur Bali dengan Bali Post menimbulkan kebingungan masyarakat terhadap pemerintah dan pers.
Pemimpin sebagai pemegang amanat rakyat dan pers sebagai pilar kebangsaan dalam negara demokrasi tak seharusnya berperkara terlalu lama. Sudah sewajarnya, pemerintah dengan program yang akan dilaksanakan memerlukan pers sebagai media untuk mempublikasikan, menginformasikan, memberikan pemahaman kepada masyarakat. Tentu semua berharap, ada duet yang baik antara pemerintah dan pers.
Namun, apa daya semua sudah terjadi. Miskomunikasi antara pemimpin Bali dan pers militan Bali ini perlu diluruskan agar tidak terlalu lama menimbulkan kebingungan di masyarakat. Kasian masyarakat memanfaatkan pers sebagai media mencari informasi, justru menemukan konflik yang terlalu lama tak terselesasikan di media yang setiap pagi menjadi sarapan masyarakat Bali.
Bengong (istilah professor hukum adat Bali Wyn P. Windia), mulat sarira, introspeksi diri dulu sesaat demi menyelesaikan masalah setidaknya layak dijadikan pertimbangan. Pemimpin Bali agar segara melunakkan masalah ini dan pers seharusnya memberikan informasi yang sebenar-benarnya tanpa ada pengurangan dan penambahan.
Masyarakat tentu berharap, konflik ini tidak terus menjadi masalah utama di media. Masih banyak hal lain yang perlu dikerjakan oleh pemimpin kita. Masih banyak pula hal-hal yang harus diinformasikan oleh media. Sebaiknya media tidak menjadi ajang saling menyalahkan, bukan contoh yang baik bagi masyarakat.
Masyarakat umum tak akan paham apa isi Undang-undang (UU Pers), proses tuntutan hukum berbelit dan sebagainya, yang masyarakat bisa temukan adalah mana sikap logis dan mana aneh. Permasalahan ini bisa dijadikan pelajaran tentunya. Masyarakat memerlukan contoh penanganan konflik baik dari pemimpinnya sehingga bisa dijadikan contoh bagi konflik-konflik di masyarakat.
Seharusnya sebelum dibawa ke ranah hukum permasalahan ini sebaiknya dibicarakan dulu dengan cara Bali dan care Bali (bahasa bali). Selesaikan dengan cara damai.
Ketika kita menemukan yang benar dan yang salah lalu kemudian apa? Katanya, kita punya slogan yang berlandaskan local genius di Bali, salulung sabayantaka, paras paros sarpanaya laksanakan, jalankan dalam penyelesaian masalah.
Masyarakat perlu contoh yang baik dari pemimpin Bali dan pers ini. Apabila pemimpin melakukan kesalahan tindakan atau perkataan, minta maaf sudah merupakan keharusan. Demikian juga apabila pers melakukan kesalahan, tak ada kata terlambat untuk memulai sesuatu yang baik. Katanya lagi, untuk keajegan Bali, Bali Shanti lan jagadhita, dan sebagainya.
Mari jalankan tugas dan swadarma masing-masing dengan benar. Pada ngalah sama-sama mengalah untuk mencapai kebaikan bersama. Pada gelah (miliki bersama) karena eksistensi pemimpin dan pers memberikan pengaruh besar dalam pelaksanaan pembangunan Bali dalam berbagai bidang. [b]
Nah yang ini saya sangat setuju….ini baru pencerahan yang berimbang…
suksma,, mdh2an kasus ini tdak brlarut2, segera slesai, trllu bnyak masyarakt dsajikn msalah yg “sulit dmengerti..
langkah2 yg di ambil MP sebelum masuk ke ranah hukum sudah tentu di lakukan secara kekeluargaan dengan memberi peringatan untuk mengkonfirmasi artikel berita yg menyudutkan MP dan pembunuhan karakter.sekarang jika pemilik BP sendiri membangkang entah dgn alasan apapun tentu MP melakukan upaya hukum.dan kemungkinan pemilik BP mempunyai dendam atau demi politik??? itu yg harus krama bali perhatikan supaya mengetahui mana yg benar dan mana yg salah jgn percaya terhadap 1 pihak dulu sebelum pokok permasalahan nya terungkap kebenaranya.