Teks Lina Pratica Wijaya, Foto Luh De Suriyani
Bali mempunyai konsep menarik untuk menghidupkan lingkungan, Bali sebagai Pulau Taman.
Mewujudkannya gampang-gampang susah. Membuat seluruh rumah, instansi, maupun hotel memiliki taman yang juga merepresentasikan kearifan lokal Bali. Konsep yang didengungkan tahun 1995 lalu ini ternyata selama perjalanannya tidak lancar. Malah sekarang setelah 15 tahun sudah tak terdengar lagi kabar beritanya.
“Wacana itu sempat menjadi hal yang ditunggu-tunggu masyarakat Bali,” ujar seorang bapak sambil mengurus pekarangan rumahnya.
“Iya, kalau semuanya isi taman, pasti Bali jadi segar dan hijau lagi,” tutur seorang ibu yang akan belanja ke pasar.
“Wah bayangkan betapa murni udara Bali bila penuh dengan tumbuhan dalam taman,” kata salah seorang siswi SMA negeri di Denpasar dengan girang.
“Ah, mimpi tetap saja jadi mimpi. Meski sangat dinanti ternyata tak kunjung menghampiri,” sahut pujangga pesimistis dalam temaram malam.
“Yang penting memang niatnya baik. Lingkungan terjaga, warga pun senang,” ungkap seorang teman yang sangat cinta lingkungan.
Suara acak penghuni kota Denpasar di atas menunjukkan betapa warga sangat mendamba munculnya gebrakan baru terkait masalah lingkungan. Tentu kondisi belakangan ini menjadi faktor kuat untuk benar-benar memetakan kebutuhan Bali terhadap ruang hijau. Konsep Bali Pulau Taman sebenarnya sangat bisa menjadi jalan keluar terhadap segala keluh kesah masyarakat. Apalagi Bali sudah mengenal adanya taman sejak jaman nenek moyang.
Taman Bali secara tradisional dimiliki seluruh masyarakat. Fungsinya sangat beragam.
Taman Bali tradisional merupakan wilayah kosong di tengah-tengah dan biasanya disebut natah. Nah, natah inilah yang ditanami dengan berbagai tanaman-tanaman yang menunjang kesehatan, kehidupan, magis, religius, sosial, dan ekonomi. Natah ini masih ada hingga saat ini khususnya di daerah pedesaan apalagi yang tanahnya masih luas. Kalau di perkotaan, jangan terlalu berharap bisa melihat natah. Melihat tumbuhan di rumah-rumah warga pun cukup sulit, karena di perkotaan orang lebih sibuk dengan ruang tinggal lebih terbatas.
Seiring berjalannya waktu, konsep taman pun memiliki fungsi lainnya, seperti menjaga keseimbangan ekologis, peneduh, keindahan, sarana rekreasi bahkan peningkatan strata sosial. Maka jangan heran masih banyak pula masyarakat yang sadar lingkungan dan berusaha dengan keras untuk memelihara taman meski dengan ruang tinggal terbatas.
Inilah yang berusaha digelorakan dalam konsep Bali Pulau Taman. Kesadaran masyarakat terhadap lingkungan hijau dari ruang paling dekat, yaitu tempat tinggal sendiri. Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat, paling tidak lingkungan akan tetap terjaga dari segala polusi. Air resapan juga tidak akan serta merta bermasalah.
Bila ditilik lebih lanjut, konsep Bali Pulau Taman ini sebenarnya menjawab kegundahan masyarakat terkait masalah lingkungan ataupun ruang terbuka hijau di Bali secara umum. Cukup unik pula karena juga mengajak masyarakat luas dalam pengembangan taman rumahan sebagai satu kesatuan dengan taman umum dan taman instansi. Nantinya taman-taman itulah yang akan menjadi landasan sebutan dan realisasi Bali Pulau Taman.
Dalam konsep Bali Pulau Taman, yang dimaksud di sini ialah taman dari segala penjuru ruang. Sasarannya ialah agar seluruh masyarakat menyadari pentingnya taman dalam kehidupan sehari-hari. Tidak hanya ruang tinggal warga, instansi pemerintah, sekolah, hotel bahkan ruang terbuka lainnya pun akan dimaksimalkan sebagai taman. Lebih baik lagi bila taman yang diharapkan tidak hanya sekedar taman, namun juga memiliki konsep-konsep kearifan lokal Bali sebagai nilai tambahnya.
Kearifan lokal Bali sangat bisa dimanfaatkan dalam realisasi Bali Pulau Taman. Misalnya penggunaan tanaman langka dan maskot masing-masing daerah. Hal itu tentu selain menonjolkan ciri khas tiap daerah juga membuat tanaman langka Bali semakin diketahui oleh masyarakat.
Dilihat dari berbagai sudut, Bali Pulau Taman merupakan jalan keluar ideal terhadap seluruh permasalah ruang hijau di perkotaan. Namun, semakin tinggi pohon idenya, semakin keras angin menerpa. Itu pula yang terjadi pada konsep ini. Setelah 15 tahun berlalu atau lebih lama lagi setelah dicetuskannya konsep ini, Bali Pulau Taman tidak pernah terealisasi, bahkan tak terdengar lagi jejak langkah mengenai konsep yang sangat dinanti masyarakat ini. Konsep hanya tinggal wacana semata tanpa realisasi berarti. Mengapa tidak terealisasi?
Kegiatan beberapa tahun belakangan menunjukkan pemerintah tidak konsisten dengan program-programnya. Sehingga setiap program yang dicetuskan terkesan hanya setengah jalan. Tahun demi tahun selalu ada program baru dari pemerintah sehingga program belakangan ditelantarkan begitu saja.
Hal ini sagat merugikan. Sebab banyaknya keuntungan dari konsep ini tentu memudahkan pemerintah dan masyarakat dalam menjaga kelestarian lingkungan. Belum lagi konsep ini membuat Bali memiliki nilai tambah sebagai sebuah provinsi yang bercita-cita menyandang predikat ‘Provinsi Hijau’.
Juga sikap apatis masyarakat membuat konsep-konsep dari pemerintah menemui ajalnya tanpa sempat mengepakkan sayap. Hal ini bisa diminimalisir dengan adanya sosialisasi yang tepat. Jika masyarakat mengetahui konsep dan keuntungan dari memiliki taman pribadi di ruang tinggalnya, mereka akan berpikir dua kali untuk bersikap apatis.
Mudahnya adalah mencontohkan pada masyarakat. Karena contoh adalah hal yang paling mudah diserap. Instansi pemerintah lebih dulu menerapkan konsep Bali Pulau Taman dalam kesehariannya dan secara tidak langsung menujukkan manfaatnya pada warga.
Bila instansi terkait sudah melaksanakan hal ini lebih dahulu, maka pasti warga akan mengikuti. Ujungnya ruang memiliki taman dan secara tidak langsung merealisasikan Bali Pulau Taman dengan segala manfaatnya. Tujuan yang sangat mulia, bukan? [b]