Konser tentunya menjadi hal yang sangat asyik. Mendengar sang idola bernyanyi di atas panggung, datang ke lokasi konser dengan orang yang kita sayangi, hingga terciduk oleh polisi skena. Akan tetapi, semua keasyikan konser tersebut juga dibayang-bayangi oleh data ratusan hingga ribuan orang yang berpotensi mengalami kebocoran. Bayangkan saja, Anda datang ke konser bersama pasangan dan berjoget ria bersamanya, seolah-olah konser itu hanya milik anda berdua, namun keesokan harinya, Anda mendapati notifikasi bahwa Anda telah melakukan peminjaman uang online, tanpa pernah Anda melakukannya.
Sebagian besar konser di Indonesia yang diadakan pasca Covid-19 masih menggunakan NIK untuk para penonton dapat membeli tiket. Ketika pandemi, hal ini mungkin menjadi wajar karena angka-angka tersebut terintegrasi ke dalam informasi terkait vaksinasi. Akan tetapi, melihat banyaknya kejadian kebocoran data, bahkan oleh instansi pemerintah, masihkah konser kita membutuhkan NIK? Pasalnya, NIK berisikan informasi pribadi WNI terkait tanggal lahir, alamat, pekerjaan, dan semua hal yang tercantum di KTP.
Seseorang pernah bertanya pada saya, “Bukankah konser-konser memang membutuhkan NIK?” Saya kemudian menelusuri lebih jauh. Nyatanya, konser-konser yang membutuhkan NIK atau nomor identifikasi pribadi pembelinya bertujuan hanya untuk menghindari terjadinya kecurangan yang dilakukan oleh pembeli yang membeli banyak tiket dan menjualnya dengan harga yang tinggi. Lihat saja Jepang yang berusaha menggagalkan dilakukannya scalping dalam konser dan gelaran-gelaran olahraga mereka. Di Indonesia, alasan yang sama tentunya digunakan oleh para penggelar konser: tidak ada lagi pihak yang menjual tiket mereka di luar penjualan resmi. Akan tetapi, apakah hal tersebut menjadi persoalan yang pula harus ditanggung oleh penonton?
Pasalnya, siapa yang akan bertanggung jawab atas kebocoran data pribadi oleh ribuan orang dalam konser tersebut? Bahkan data 35 juta paspor warga Indonesia pun ditenggarai bocor atau kasus-kasus perdagangan data lain, bahkan sampelnya dibagikan gratis di pasar gelap pada tahun 2022. Lalu, siapa yang akan bertanggung jawab atas kebocoran data pribadi dalam gelaran-gelaran konser yang cukup masif di Indonesia?
Pertanyaan yang sama kemudian masih perlu untuk ditanyakan, mengapa para penonton turut bertanggung jawab atas kebocoran informasi pribadi mereka, jika yang pelaku konser inginkan hanyalah mengurangi terjadinya kecurangan oleh para penonton ‘nakal’?
Ada 2 hal yang perlu ditekankan pada pelaku konser: menjamin terjaganya data pribadi para penonton dan tidak membuat penonton lain berisiko mengalami kebocoran data atas keuntungan yang ingin pelaku konser raup dengan menggagalkan penonton yang ‘nakal’. Mungkinkah hal itu terjadi?
Undang-undang (UU) Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi mengatur hak pemilk data identitas pribadi untuk menanyakan dan keberatan jika ada pelanggaran dalam pemrosesan data.
Misalnya pasal 8 menyatakan Subjek Data Pribadi berhak untuk mengakhiri pemrosesan, menghapus, dan/ atau memusnahkan Data
Pribadi tentang dirinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Jadi lebih baik mengurangi penyimpanan data jika tidak memiliki mekanisme pemrosesan yang aman.
This is the right blog for anyone who wishes to find out about this topic. You realize so much its almost hard to argue with you (not that I actually would want to?HaHa). You definitely put a new spin on a topic that has been written about for many years. Excellent stuff, just excellent!
Pretty! This was a really wonderful post. Thanks for providing this information.
Hey terrific blog! Does running a blog similar to this take a great deal of work? I have virtually no knowledge of computer programming but I was hoping to start my own blog soon. Anyways, if you have any suggestions or tips for new blog owners please share. I know this is off topic nevertheless I just needed to ask. Cheers!