Men Coblong belakangan ini selalu merasa kepanasan. Tidak hanya karena masalah cuaca dan iklim di Denpasar yang sudah tidak lagi bisa diajak “dialog”, kekeh jueh. Bahkan untuk membuat seorang perempuan di usia tidak muda lagi diperlukan usaha keras untuk mengikuti mobilitas di kota Denpasar yang makin hari makin membuat rajanya migren bisa muncul ke permukaan.
Jalan raya di Denpasar, terlebih menuju arah-arah tempat wisata membuat Men Coblong lebih betah berada di rumah, sambil memandang dan menikmati beragam tanaman yang telah menjadi “investasi” selama menikmati fase grubug — penyakit coronavirus (COVID-19). Sesungguhnya apakah yang tejadi di luar? Kenapa begitu hiruk-pikuk? Jalanan jadi hal yang paling menakutkan bagi Men Coblong, orang-orang tidak sabar bermunculan seperti jamur yang tumbuh semaunya.
Sebetulnya Men Coblong tidak suka dengan perkatan, yang sabar ngalah. Kalau itu terus diterapkan dalam kehidupan sosial di jalan raya, bisa dibayangkan merdekanya orang-orang yang tidak lagi punya hati. Yang terkini tentu kasus yang membuat kita semua terasa dicincang habis sebagai rakyat yang rajin bayar pajak dengan susah payah, sosok Rafael Alun Tri Sambodo.
Aslinya, jenuh juga melihat pemerintah saat ini yang mau berakhir masa jabatannya. Apalagi belum juga menemukan vaksin ampuh untuk mengikis tipis-tipis para pencuri duit rakyat. Aslinya mereka itu sesungguhnya begitu nista.
“Percuma ngomel, menggerutu. Pastu yang kau keluarkan hanya membuat kamu itu jadi perempuan setengah baya yang nyinyir. Atau mereka yang korupsi itu justru menganggap kamu iri pada mereka. Konon, ini konon ya Men Coblong. Orang-orang ASN itu jika mau karier berkembang juga harus ngaturang, mempersembahkan duit. Itu baru kelas Kabid, di tingkat lokal.” suara sahabatnya itu ringan sambil mencoba menatap mata Men Coblong dalam-dalam.
Ketika grubug masih melanda, seseungguhnya Men Coblong merasa bangga dan sering merasa terharu atas perjuangan rakyat kecil saling membantu, saling memberi spirit. Dan di Bali ada konsep Mulat Sarira — prinsip spiritual dalam memandang perbuatan, pikiran, dan nilai-nilai yang dilakukan oleh diri sendiri sebelum menilai orang lain lebih gampangnya intropeksi diri. Konsep yang sering membuat Men Coblong lebih hidup. Faktanya di lapangan berbeda jauh. Aslinya kita sebagai rakyat sesungguhnya tidak memiliki panutan, tidak memiliki contoh, tidak memiliki figur-figur terhormat yang layak dijadikan tempat untuk mengadu.
“Figur terhormat?” tanya sahabat Men Coblong, “ terhormat bagaimana? Yang sok bangsawan? Atau yang kaya raya? Atau yang merasa paling religius, sehingga bisa menekan orang semaunya. Sudah. Kau tidak perlu mencari figur terhormat. Buat susah, dan jaman sekarang mana ada orang yang berlaku seperti itu.
Sudah tidak pada tempatnya lagi bermimpi kamu. Sekarang tidak perlu bicara atau menilai para pejabat yang hobi korupsi itu, kau masih ingat, jaksa terpidana kasus suap terkait pengurusan fatwa Mahkamah Agung untuk Djoko Tjandra sekaligus mantanjaksa, Pinangki Sirna Malasari. Dia itu telah bebas bersyarat. Atau kasus Mantan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak, Angin Prayitnotu terbukti menerima suap Rp 55 miliar. Bisa jadi jumlahnya lebih banyak.Mereka dipenjara atau tidak apa kamu tahu? Terus, jika mereka bebas harta mereka tidak berkurang. Malah enak, tidak kerja duit tetap aman.” Suara sahabat Men Coblong makin menjadi-jadi. Men Coblong terdiam.
Lalu sebuah pesan singkat masuk ke telepon Men Coblong, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menanggapi kebocoran data milik Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan. Dia mengatakan telah mendapatkan laporan soal kebocoran data itu dari tim Central Transformation Office (CTO) Kemenkeu. Oleh sebab itu, kini akan ada langkah penertiban terhadap penggunaan laptop individual yang kemudian konfigurasinya bisa diakses hacker atau peretas. Menurut Sri Mulyani, sebenarnya sudah lama Kemenkeu membicarakan soal keamanan siber, tapi selalu ada saja yang tidak menjalankan.
Jadi karena data laptop pegawai bocor berita jadi membuat teror kementrian yang dipimpinnya. Jadi yang salah laptop pegawai bocor, terus kalau tidak bocor, kita sebagai pembayar pajak tidak tahu uang yang ditagih atas beragam pajak, dari motor, mobil, rumah Men Coblong ternyata untuk memperkaya diri, dan berlagak di depan tukang gorengan?
Men Coblong juga merasa seret , mampet, gregetan dengan mahluk bernama tukin —tunjangan kinerja pegawai — tunjangan yang diberikan kepada pegawai berdasarkan capaian kinerja dari masing-masing pegawai. Dan yang membuat otak dan sulur-sulur darah Men Coblong meletup-letup, jumlahnya gila-gilaan. Konon dengan renumerasi besar penyakit yang bernama “korupsi” bisa sedikit demi sedikit menipis. Faktanya? Makin menjadi-jadi. Bahkan menular di lingkungan terkecil, keluarga.
Mau contoh? Suatu hari Men Coblong ikut kegiatan kerja bakti di perumahan tempat Men Coblong tinggal sejak 1998. Seorang tetangga berkata. “Pejabat-pejabat dan orang-orang yang duduk di pemerintahan itu kok tidak malu ya, kaya dengan makan duit hasil kerja keras kita,” papar seorang Ibu kepada Men Coblong serius.
Perempuan itu tahu Men Coblong mantan buruh pers di sebuah perusahaan pers ternama di Bali. Mungkin dia berharap jawaban dari Men Coblong entah jawaban apa yang dia inginkan. Men Coblong hanya nyengir. Aslinya jengkel pol. Bagaimana tidak jengkel, Men Coblong mendengar sendiri dari Kadus – Kepala Dusun, keluarga ibu yang sesumbar berteori tentang jahatnya korupsi itu justru ikut melakukan korupsi. Perempuan itu baru mampu membeli mobil besar dijamin harganya tidak murah yang diparkir di jalan, tidak di garasi.
Lelaki perempuan itu juga sesumbar memiliki dua anak lelaki yang pandai secara akademik sangat sangat memuaskan. Untuk cerita dua anak lelaki ini tidak dikorupsi, karena anak sulungnya memang jumawa sakti, diterima jalur undangan di jurusan bergengsi juga di universitas bergengsi di negeri ini. Yang mengganggu Men Coblong keluarga itu mencari surat miskin agar tidak bayar sekolah. Seorang Ibu, tetangga Men Coblong bertanya.
“Kok bisa dapat beasiswa, Pak? Cari surat miskin kan data-data harus lengkap, jelas dan apa adanya. Bagaimana caranya dapat surat miskin, kan harus foto rumah juga?” tanya seorang perempuan serius minta tip.
“Gampang, foto saja rumah saudara yang miskin, dan jelek.” Lelaki itu berkata ringan, dan santai. Tak ada kesan malu, takut, atau…
Kalau korupsi yang dilakukan para “petinggi” negeri ini sudah menular ke rakyat seperti Men Coblong, kita harus bagaimana? Jalanan perumahan sudah dipakai mobil besarnya parkir. Suatu hari ada tetangga kelihatannya jahil memotong putus kaca spion. Besoknya lelaki itu memasang alarm mobil. Efeknya tersenggol kucing saja alarm mobilnya hidup, bayangkan bisa bunyi berkali-kali tengah malam.
Bahkan ketika tukang angkut sampah tidak bisa lewat, dan bicara pada lelaki itu, dia pura-pura berlagak idiot dan bisu. Yang terbaru lelaki itu memelihara anjing, berisik sekali. Jika tengah malam dikeluarkan dan buang hajat sembaangan di jalan milik umum, kadang di depan pintu rumah Men Coblong. Sungguh aset-aset miliknya merepotkan, tidak kalah dengan aset para penerima tukin itu. Sabar, sabar. Hanya itu aset yang dimiliki Men Coblong.
Denpasar, 6 Maret 2023