Komnas HAM merekomendasikan agar rencana reklamasi Teluk Benoa dibatalkan.
Salah satu dari lima poin rekomendasi itu disampaikan Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa (ForBALI) pada Minggu kemarin di Taman Baca Kesiman (TBK) Denpasar.
Surat Rekomendasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah dikirimkan kepada empat pihak yaitu Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Kelautan dan Perikanan, Kapolri, dan Gubernur Bali.
ForBALI mendapatkan tembusan surat perihal Rencana Reklamasi Teluk Benoa Nomor 354/K/PMT/II/2017 tertanggal 28 Februari 2017 itu.
Surat rekomendasi itu terbit atas dasar pengaduan pengaduan ForBALI dan Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) kepada Komnas HAM pada 27 Juni 2016. Selanjutnya Komnas HAM menindaklanjuti aduan tersebut dengan melakukan fungsi pemantauan dan penyelidikan untuk mengumpulkan data-data, informasi dan fakta.
Terdapat sembilan fakta hasil pemantauan dan penyelidikan yang selanjutnya dijadikan dasar untuk menerbitkan rekomendasi.
Terkait rencana reklamasi Teluk Benoa, ada lima rekomendasi Komnas HAM berdasarkan temuan fakta selama penyelidikan dan pemantauan yang disampaikan. Pertama tidak melanjutkan proyek reklamasi Teluk Benoa. Kedua, menghentikan segala bentuk kriminalisasi, intimidasi dan pembungkaman terhadap para aktivis yang menolak rencana reklamasi Teluk Benoa.
Ketiga, menghormati adat istiadat Bali serta menghormati keputusan pemuka Agama Hindu Bali. Keempat, mengutamakan transparansi dengan meningkatkan partisipasi publik yang sudah menjadi tradisi di Bali. Kelima, mewujudkan konsep pembangunan dengan berbasis hak asasi manusia.
Koordinator Umum ForBALI, I Wayan Gendo Suardana menilai rekomendasi Komnas HAM tersebut harus dipublikasikan agar masyarakat tahu bahwa lembaga negara yang terkait dengan HAM sudah menyatakan tegas agar reklamasi Teluk Benoa dihentikan. “Hal paling penting pertama masyarakat tahu bahwa lembaga negara yang terkait dengan HAM sudah menyatakan tegas, sudah merekomendasikan tegas agar reklamasi Teluk Benoa dihentikan. Oleh karenanya rekomendasi ini harus dikawal agar segera ditindaklanjuti oleh lembaga terkait,” ujarnya.
Atas terbitnya rekomendasi itu, Gendo mendesak agar para pihak yang dituju untuk segera menindaklanjuti dan melaksanakan rekomendasi tanpa syarat. Menurut Gendo surat rekomendasi Komnas HAM adalah sikap lembaga negara yang resmi. Rekomendasi ini adalah suatu produk kelembagaan yang berdasarkan hukum dan menjadi satu bentuk produk tertinggi di Komnas HAM.
“Walaupun yang dituju ada empat lembaga, tapi sudah jelas-jelas ditembuskan kepada DPR RI maka ini harus juga menjadi rujukan kerja-kerja legislatif seperti DPRD Bali, Komisi IV (empat) termasuk Komisi VII (tujuh) yang terkait dengan lingkungan hidup. Secara normatif rekomendasi ini seharusnya dilaksanakan dan diikuti tanpa syarat,” desaknya.
ForBALI menurut Gendo akan mengawal rekomendasi Komnas HAM agar dipatuhi oleh pihak-pihak berwenang dalam hal ini Pemerintah. Menurutnya apabila rekomendasi Komnas HAM tidak dipatuhi oleh lembaga-lembaga Pemerintahan maka itu akan menjadi catatan buruk penegakan HAM di Indonesia. ForBALI akan melakukan penggalangan secara nasional dan internasional untuk memberikan laporan kepada Dewan HAM di PBB.
“Kami memastikan mempunyai kemampuan secara internasional untuk memastikan bahwa kalau rekomendasi diabaikan, lembaga internasional akan mendengar preseden ini jika rekomendasi diabaikan,” ujarnya.
Selain kepada ForBALI, surat rekomendasi Komnas HAM tersebut ditembuskan kepada Presiden RI, Ketua Komnas HAM RI, Ketua DPR RI, Menteri Dalam Negeri RI, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional RI, Ketua Komisi IV DPR RI, Ketua DPRD Provinsi Bali dan KontraS. [b]