Oleh: Sariani
?Pagi itu saya berkumpul di Kantor Desa Ban untuk berkoordinasi bersama rekan saya, Ketut Buda membahas rute yang akan kami lalui mencari jejak blank spot. Kami memulai perjalanan ke daerah dekat pabrik pengolah mete di Dusun Ban. Pabrik ini memang menjadi salah satu alternatif para warga di sini untuk mencari sinyal khususnya koneksi internet.
Kami mendapatkan salah satu cerita dari Yuda anak kelas 12 SMA yang sering mencari sinyal WiFi di sini untuk keperluan tugas sekolah, berkomunikasi, atau hanya untuk bermain game. Pengalaman menarik Yuda di tempatnya mencari koneksi internet, ia pernah mengalami kejadian aneh pada saat mencari sinyal WiFi di dekat pabrik ini.
Waktu itu Yuda mencari sinyal sampai pukul 12.00 malam bersama teman-temannya. Tidak sengaja Yuda mendengar suara orang menangis. Karena penasaran Yuda dan teman-temannya mencari sumber suara itu. Ternyata tidak ada orang sama sekali. Selain dia dan teman-temannya. Agar lebih meyakinkan Yuda merekam suara orang yang menangis tersebut. Sejak saat itu Yuda tidak pernah lagi mencari sinyal WiFi saat malam di daerah dekat pabrik itu.
Selain datang ke dekat pabrik, Yuda mengatakan alternatif lain untuk mendapatkan sinyal dengan naik ke atas pohon mete. Terlebih lagi kalau sinyal WiFi dari pabrik tersebut mati.
Dari seberang pabrik saya berlanjut mengikuti salah satu remaja yang akan mencari sinyal. Uniknya, ada salah satu remaja yang saya temui di Dusun Panek. Namnya Bayu anak kelas 12 SMK. Ia berinisiatif membuat rumah pohon di perkebunan, karena di rumahnya tidak ada sinyal sama sekali. Sejak pandemi Covid-19, 2 tahun lalu semua tugas-tugas sekolah dikerjakan secara online. Bayu bersama teman-temannya menggunakan rumah pohon di atas pohon mangga yang tingginya sekitar 20 meter.
Rumah pohon yang beratapkan daun lontar digunakan untuk tempat mencari sinyal bersama teman-temannya. Sebelum membuat rumah pohon ini biasanya Bayu ke Pura Desa untuk mencari sinyal.
“Karena jarak dan tempat yang sangat jauh jadi tidak memungkinkan untuk terus menerus mencari sinyal ke Pura Desa lagi,” tutur Bayu.
Berlanjut sambil mengelilingi desa penghasil mete ini, kami menemukan sebuah tiang besi yang di sangga kabel-kabel besi. Luasnya sekitar 1 are. Tiang besi ini tertutup kebun lontar dan mangga. Menurut salah satu warga yang berada dekat lokasi kabel memang tiang/menara tersebut menceritakan, tiang besi sudah dibangun sejak 5 tahun yang lalu.
Namun sayang belum ada investor yang melirik tiang /menara ini. Tiang ini bisa disewa, tapi justru terbengkalai begitu saja. Padahal lokasi tempat tiang/menara ini cukup strategis untuk mencari jaringan.
Menurut perbekel Desa Ban, blank spot di daerah ini memang menjadi permasalahan sejak lama. Salah satu faktor penyebabnya karena letak geografis Desa Ban dikelilingi banyak lembah dan bukit-bukit kecil.
“Pemerintah desa sudah mengoptimalkan cara untuk bisa menjangkau jaringan, salah satunya bekerjasama dengan pabrik mete (MDS) guna mendapatkan akses internet. Namun hanya di seputaran kantor desa saja yang bisa mengaksesnya,” kata I Gede Tamu Sugiantara, perbekel Desa Ban.
Dengan kuota yang sangat minim, bantuan akses internet bisa tidak stabil ketika hujan. Selain mengandalkan WiFi dari pabrik, warga Desa Ban mengakses internet dengan membeli voucher yang disediakan oleh pebisnis jasa internet pribadi, seperti Voucher Maharani, 21Hs, Puncak Sari.
“?Harapan kami semoga pemasalahan blank spot ini bisa segera teratasi, sehingga kita bisa mengakses internet,” harap Tamu.