Oleh Ni Putu Wulan Prima Dewi
Di masa pandemi COVID-19 ini hampir semua warga tidak dapat melakukan aktivitas seperti biasanya.
Sebagian besar orang kehilangan pekerjaannya akibat pandemi COVID-19. Namun, sebagian lain tidak hanya diam meratapi, tetapi berupaya untuk bangkit dari keterpurukan akibat pandemi COVID-19. Salah satunya melalui usaha wiraswasta yang merangkul anak milenial, membuat kerajinan pot kayu.
Dalam praktik Kelas Menulis Jurnalisme Warga (KJW) kali ini, kami mengunjungi sekaligus mewawancarai pemilik pengerajin pot kayu di Banjar Moding Kaja, Desa Candikusuma, Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana.
Pemilik usaha kerajinan pot kayu yang juga Kepala Dusun Banjar Moding Kaja, Kadek Dwi Antara mengatakan usaha ini dibangun sejak tujuh bulan lalu. Dia memulainya dengan modal sangat minim yaitu menggunakan kayu bekas dan alat seadanya. Dia mengajak anak-anak muda di desanya untuk memproduksi pot tersebut.
“Anak-anak muda asal Banjar Moding Kaja mampu menunjukan kreasi dan karyanya hingga bisa menghasilkan uang di masa pandemi COVID-19 saat ini,” kata Dwi, panggilan akrabnya.
Pembuatan sebuah pot dari kayu ini hanya memerlukan waktu kurang lebih 30 menit. Proses dimulai dari kayu yang masih utuh dibersihkan kulitnya hingga terlihat rapi dengan menggunakan mesin bubut custom. Lanjut ke proses penghalusan bagian luar kayu dengan pahat.
Setelah penghalusan, lanjut ke proses melubangi bagian depan dengan pahat untuk nantinya tempat menaruh tanaman. Setelah ketiga proses tadi selesai lanjut ke proses amplas untuk memperhalus pot kayu.
Jika sudah selesai diamplas lanjut ke tahap berikutnya yaitu memberi lubang ke bagian bawah untuk kaki pot dengan menggunakan bor. Selanjutnya pemasangan kaki pot dengan cara memberikan lem perekat ke ujung kaki pot ke lubang yang tadi dibuat. Kaki kemudian dipukul dengan menggunakan palu agar lebih kuat dan nantinya tidak mudah lepas.
Nah, begitulah proses untuk membuat sebuah pot kayu dari anak-anak Banjar Moding Kaja.
Produk pot kayu ini tidak hanya dikenal oleh kalangan masyarakat Moding. Produk itu bahkan telah sampai ke dunia pariwisata lokal, seperti Ubud, Gianyar. Dwi mengatakan pemasaran pot kayu ini termasuk ke salah satu art shop di daerah Ubud. Kisaran harganya mulai dari ukuran kecil Rp 45.000 dan untuk ukuran besar Rp 100.000.
Pot kayu ini biasanya digunakan sebagai tempat tanaman hias baik itu di kantor, bank, hingga ke rumah-rumah. “Pot kayu ini mempunyai potensi dikenal oleh dunia pariwisata luar. Caranya, anak-anak milenial harus mempromosikan dengan sebaik-baiknya,” ujar Dwi.
Sebagai penutup, Dwi mengatakan bahwa pembuatan pot kayu ini menjadi contoh bagi masyarakat lain untuk bangkit dari situasi pandemi COVID-19 seperti sekarang ini sekaligus bisa memperkenalkan karya dan kreativitas kita anak milenial ke dunia luar. “Agar di masa pandemi seperti sekarang ini kita bisa memanfaatkan waktu yang ada, agar tidak terbuang sia-sia dengan melakukan hal-hal negatif lainnya,” tutupnya. [b]
Catatan: tulisan ini merupakan karya peserta Kelas Jurnalisme Warga di Desa Candikusuma, Kecamatan Melaya, Jembrana pada 24-25 Oktober 2020.