Pemprov Bali tidak boleh menghindar dari kewajiban untuk memenuhi kebutuhan dasar.
Kondisi nyatanya, Pemerintah Provinsi Bali telah melakukan pembatasan terhadap kegiatan warga laiknya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Namun, Pemerintah tidak memberikan perhatian pada pemenuhan kebutuhan dasar warga, seperti kebutuhan kesehatan, pangan atau sembako dan kebutuhan lainnya.
Maka, pada 16 April 2020, Wayan ‘Gendo’ Suardana mempetisi Gubernur Bali, Wakil Gubernur dan Pemerintah Provinsi Bali melalui akun-akun sosial medianya yaitu @gubernur.bali @IwayanKoster, @Pemprov_Bali, @tjok_ace, Tjokorda Oka Sukwatai (Cok Ace), Gubernur Bali.
Berdasarkan data kasus Covid-19 per 9 Mei 2020, posisi Bali ada di 306 kasus positif. Dengan jumlah penduduk 3,8 juta (data BPS per 2010), maka persentasenya adalah 0,008 atau ada 80 pasien positif per 1 juta penduduk. Persentase ini menunjukan Bali ada di 5 besar jumlah pasien positif se-Indonesia.
Hingga 9 Mei 2020, tedapat 160 kasus penularan dari warga yang pulang dari luar negeri (imported case), 117 kasus penularan lokal, 21 kasus dari daerah lain, dan 8 orang warga negara asing. Data itu menunjukkan bahwa transmisi lokal terus meningkat jumlahnya.
Terhadap kondisi itu, secara de facto Bali telah memberlakukan PSBB dengan pembatasan- pembatasan yang dilakukan berdasarkan instruksi Gubernur Bali. Namun, karena secara formal bukan bernama PSBB maka Pemprov Bali bisa menghindar dari kewajiban memenuhi kebutuhan dasar sebagaimana Pasal 4 ayat (3) PP No 21 Th 2020.
Berdasarkan fakta itu, maka Wayan Gendo Suardana menuntut kepada Gubernur Bali.
Pertama, segera menyiapkan anggaran bersama 9 Pemerintah Kabupaten dan Kota di Bali guna memenuhi kebutuhan dasar penduduk sebagai prasyarat pengusulan penerapan PSBB diterapkan di Bali. Ini syarat pokok, jika tanpa ada anggaran untuk memenuhi kebutuhan warga maka PSBB tidak layak dilakukan.
Kedua, segera berkoordinasi ke Gubernur Jawa Timur (Jatim) dan Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB)guna bersama-sama menerapkan PSBB atau setidak-tidaknya membantu Provinsi Bali jika memberlakukan PSBB agar pintu masuk wilayah utama di pelabuhan dapat diperketat protokol perlintasannya guna efektifitas penerapan PSBB.
Ketiga, segera mengusulkan kepada pemerintah pusat c.q Menteri Kesehatan untuk menerapkan PSBB di wilayah Bali sebagaimana PP no 21 th 2020.
Latar belakang petisi ini juga diulas di akun youtube Gendo Bicara.
Setelah Diluncurkan
Pemprov Bali kemudia merespon petisi tersebut dengan mengilustrasikan PSBB sebagai rudal dan Covid-19 di Bali sebagai burung kecil. Ketua Harian Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Dewa Made Indra, menyatakan “(Jadi) Mengapa kita harus mengambil tindakan-tindakan besar. Kalau burungnya kecil kenapa harus ditembak dengan rudal, peluru yang kecil saja kan cukup, kenapa kita harus mengandalkan rudal.” sebagaimana dikutip di media daring Tribun Bali.
Bahkan pada 22 April 2020ii Dewa Indra menyontohkan, DKI Jakarta misalnya, sebagai daerah pertama yang menerapkan PSBB, setelah dilihat penerapan di lapangan ternyata tidak begitu efektif dalam mengendalikan pertumbuhan kasus positif Covid-19.
Meskipun secara formal tidak ada keputusan pemberlakuan PSBB di Bali, tetapi secara gamblang diakui bahwa secara substansial Bali telah menerapkan PSBB. Pada 29 April 2020 Dewa Made Indra tak menampik jika sejatinya secara kontekstual Bali sudah melakukan PSBB.
“Secara substansial konten dari PSBB itu sudah kita terapkan,” katanya. Meskipun demikian, dia tidak menjawab soal ketersediaan dana yang disiapkan Pemprov Bali untuk menanggung biaya kebutuhan dasar warga.
Pemberlakuan PSBB secara substansial ini juga diperkuat kebijakan Gubernur Bali untuk melakukan pembatasan pergerakan orang antarpulau sebagaimana tertuang dalam surat Gubernur Bali Nomor 551/3322/Dishub perihal Pengendalian Pintu Masuk Bali Melalui Pelabuhan Penyebrangan tertanggal 30 April 2020.
Uraian fakta di atas menunjukkan keberhasilan petisi ini yakni membongkar praktik PSBB diam-diam. Kenapa saya sebut diam-diam, karena substansinya berjalan tetapi secara formal tidak pernah ada penetapan PSBB. Pemprov Bali baru mengakui secara terang benderang telah memberlakukan PSBB pada 29 April 2020, 13 hari setelah petisi dibuat. Hal tersebut tidak pernah diakui sebelum petisi ini diluncurkan.
Lantas di mana letak masalahnya? Wayan Gendo Suardana telah mengurai ini dalam petisinya. Syarat pokok pemberlakuan PSBB adalah pemenuhan terhadap kebutuhan warga. Jika Pemprov Bali secara substansial telah menerapkan PSBB maka secara substansial pula Pemprov Bali wajib memenuhi kebutuhan dasar warga.
Atas pemberlakuan PSBB secara informal ini, Pemprov Bali tidak boleh menghindar dari kewajiban untuk memenuhi kebutuhan dasar sebagaimana Pasal 4 ayat (3) PP No 21 Th 2020.
Berdasarkan fakta bahwa secara de facto Pemprov Bali telah memberlakukan substansi PSBB bahkan secara formal telah melakukan pembatasan pergerakan orang antar-provinsi. Maka Pemprov Bali, Gubernur Bali dan Wakil Gubernur Bali harus melaksanakan dua hal.
Pertama, segera menyiapkan anggaran bersama 9 Pemerintah Kabupaten dan Kota di Bali guna memenuhi kebutuhan dasar penduduk sebagai mana diatur dalam PP No 21 th 2020 karena secara substansial PSBB sudah diberlakukan.
Kedua, segera mengusulkan kepada Pemerintah Pusat c.q Menteri Kesehatan untuk menerapkan PSBB di wilayah Bali sebagaimana PP No 21 th 2020. [b]