MEN COBLONG terjaga sekitar pukul tiga pagi.
Udara di kamar terasa begitu dingin. Sambil mengunduh koran pagi di iPad, sebetulnya enak juga kalau tidur lagi. Cuaca yang tidak jelas dan cenderung potensi hujan, membuat Men Coblong terhipnotis “rasa malas” berlebihan.
Kaki terasa dingin Men Coblong mengambil kaos kaki yang dibelikan seorang teman ketika terdampar di Berlin. Lumayan menolong untuk keluar dari kamar yang hangat menuju dapur. Membuat secangkir kopi, telur dadar dan sepiring edamame. Cukuplah untuk sarapan pagi yang sudah menjadi ritual dan wajib ada di dalam keluarganya.
Harum kopi membasuh seluruh ruangan rasanya menyegarkan. Menimbulkan gairah untuk memiliki semacam semangat kembali bekerja setelah dadanya sesak dengan beragam ulah para pengambil kebijakan di negeri ini yang terlihat bingung. Bagaimana mungkin seorang menteri bisa tega berkata tentang kasus anak-anak di Papua dengan kalimat seperti ini, “… Ini era otonomi daerah. Pemerintah daerah juga harus bergerak. Tidak mungkin semuanya mengandalkan pemerintah pusat. ”
Pernyataan itu membuat Men Coblong merinding.
Menurut Kepala Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Kabupaten Asmat, Steven Langi, pendataan empat tim terpadu penanggulangan campak dan gizi buruk mencatat setidaknya sudah 63 anak meninggal sejak September 2017 lalu hingga saat ini. Padahal jika kita mau sedikit rendah hati, rasa cinta dan solidaritas kemanusian yang memegang Pancasila sebagai “arah hidup” manusia Indonesia, harusnya tidak mengenal kasta, tidak mengenal batas, tidak mengenal teritorial.
Pemimpin yang memiliki naluri dan jiwa kemanusiaan pasti akan langsung berbuat untuk sesama, tidak peduli agama atau yang lainnya. Terlebih jika menjadi pejabat publik. Otomatis dia juga milik publik yang harus memperhatian setiap derak perubahan di wilayah publik.
Belum selesai urusan kesehatan, urusan beras impor juga menyisakan hal-hal yang mengganjal. Kementerian Pertanian (Kementan) mempertanyakan rencana impor 500 ribu ton beras yang akan dilakukan oleh Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita. Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementan Sumarjo Gatot Irianto menyebut sampai saat ini produksi beras dalam negeri masih mencukupi kebutuhan nasional. “Kementan tidak bisa memahami mengapa Mendag dua hari lalu yang buat pernyataan tidak impor, tapi sekarang balik arah,” kata sang menteri.
Ayoooo, bingungkan? Kenapa urusan seperti ini tidak diselesaikan di dalam ruang khusus. Kan ada menteri koordinator. Kok ribut terus sih? Kok tidak bisa kompak sih?
Hal terbaru adanya ketidakjelasan soal cantrang. Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti membantah kabar yang menyebutkan bahwa dirinya telah mencabut larangan penggunaan cantrang di laut Indonesia. Menurutnya, penggunaan cantrang untuk melaut tetap tidak diperbolehkan sampai kapan pun.
Dia mengatakan, pihaknya hanya memberikan waktu kepada nelayan untuk melaksanakan pengalihan alat tangkap dari cantrang menjadi alat tangkap yang ramah lingkungan. Kesepakatan ini diperoleh setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersama dirinya melakukan pertemuan tertutup dengan sejumlah nelayan di Istana Negara, kemarin.
“KKP akan melakukan teknis pelaksanaan pengalihan alat tangkap dengan serius dan tidak main-main. Karena itu sudah jadi kesepakatan bersama,” kata Susi dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Kamis (18/1/2018).
Pihaknya memberikan keleluasaan kepada nelayan untuk melaut selama proses peralihan tersebut, dengan syarat, mereka tidak keluar dari laut Jawa dan tidak menambah jumlah kapal yang telah ada selama ini. “Selama masa peralihan mereka tetap bisa melaut, dengan ketentuan tidak keluar dari laut Jawa, Pantura, kemudian tidak menambah kapal, kemudian harus ukur ulang, semua harus terdaftar satu per satu,” imbuh dia.
Adapun masa peralihan ini, lanjut Susi, tidak ada batasan waktu. Pihaknya akan melakukan pengecekan satu per satu kesanggupan nelayan untuk beralih dari penggunaan cantrang tersebut. “Jadi boleh melaut tapi mempersiapkan pengalihan alat tangkap. Yang bisa sebulan ya sudah sebulan, yang enam bulan ya sudah kita kasih enam bulan. Jadi by name by address. Kami akan data satu per satu,” tegas dia.
Bingun kan? Harusnya buat peraturan jangan abu-abu. Nanti pasti efeknya masalah lagi.
Men Coblong meneguk kopinya. Cuaca di luar makin tidak jelas. Banyak sekali janji-janji ditaburkan. Semua meleset. Harus menuntut ke mana? Di mana? Kepada siapa?
Bagi Men Coblong kunci utama meredam beragam kekacauan yang dibuat pejabat publik itu adalah rakyat kecil seperti dirinya harus menjaga stabilitas ekonomi di dalam rumah tangga, terutama daya beli. Karena daya beli yang kuat dari masyarakat kecil seperti dirinya, beragam perubahan yang tidak jelas cuacanya itu akan berkurang. Minimal keluarga Men Coblong masih bisa makan, sedikit jalan-jalan, walaupun cuma berkeliling di Lapangan Puputan. Minimal wisata bagi rakyat seperti dirinya terpenuhi.
Jangan sampai rakyat seperti dirinya stres. Jika rakyat stres dan merasa kesepian, pemerintah pasti ikut mencontek Perdana Menteri Inggris Theresa May yang dilaporkan telah menunjuk seorang menteri urusan kesepian, Rabu (17/1/2018). Nantinya, menteri ini bertugas untuk mengatasi kesedihan yang kerap dialami warga Inggris.
Jangan stres dan kesepian ya? Karena jumlah kementerian sudah banyak di Indonesia. Belum lagi cabang-cabangnya. Jangan tambah kementerian baru lagi ya? Nanti tidak jelas lagi kerja dan fungsinya untuk publik. Bisa habis dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kita. Juga percuma, karena hari ini adalah jadwalnya “harus ada” dan duduk manis di kantor. Maklum desk mingguan. [b]
Men Coblong yang arief budiman, alangkah baiknya kalau ada Kementrian Patah hati, kesepian dan bunuh diri.
Kawan saya yang banyak gagalnya dalam hidup, dalam kesepian (karena tak ada pertolongan pemerintah) mencoba bunuh diri.
3× mencoba, semuanya gagal.
Hidup susah, mati juga nggak gampang.
Makanya kalau bisa Men Coblong usulkan pada Jokowi kita perlu sekali punya ‘Kementrian Patah Hati, kesepian dan bunuh diri’.
Lebih baik sedia payung sebelum hujan dari pada cari tempat berlindung setelah basah kuyup.
Bagaimana pendapat Men Coblong?
OK?