Teks dari Siaran Pers, Foto Luh De Suriyani
Memperhatikan ancaman penyakit menular, terutama yang disebabkan oleh virus, pemerintah Indonesia perlu segera membentuk Lembaga Pengendali dan Pencegahan Penyakit. Lembaga serupa Centre for Disease Prevention and Control (CDC) di Amerika Serikat tersebut harus sigap mengkaji permasalahan penyakit menular dan memberikan rekomendasi real time. Penyakit virus baru dapat menjadi ancaman ekonomi dan kesehatan masyarakat serius. Virus itu bisa berasal dari virus lama yang berubah atau karena perubahan lingkungan.
Tidak hanya untuk penyakit baru, lembaga itu juga diperlukan untuk mengantisipasi perkembangan. Dalam hal rabies misalnya, kasus orang yang meninggal karena digigit tikus terjadi di Bali beberapa hari lalu. Orang diberitakan ramai minta vaksin anti rabies karena pernah digigit tikus juga. CDC Indonesia mestinya segera mengkaji masalah yang sebenarnya dan memberikan rekomendasi yang berbasis pengetahuan terbaik.
Hal itu merupakan intisari orasi ilmiah Prof. Dr. drh. I Gusti Ngurah Mahardika dalam acara Pengukuhan Guru Besar Tetap Bidang Virologi di Universitas Udayana Sabtu kemarin di Kampus Bukit Jimbaran Universitas Udayana Bali.
“Virus baru itu bisa dari dalam negeri, bisa juga dari luar negeri,” kata profesor yang sering menjadi sumber berita tentang penyakit itu. Orasi itu ia beri sub-judul “Virus: the beauty and the beast” (si cantik dan si buruk rupa). Menurut Mahardika virus adalah mahluk yang menguntungkan sekaligus merugikan. “Virus itu ‘mahluk halus’. Ukurannya sekitar satu per lima puluh ribu tebal helai rambut saja,” ujarnya.
“Sekalipun kecil, jika ia masuk ke dalam sel hewan dan manusia, ia menjadikan sel itu sebagai mesin pengkopi dirinya,” tambahnya.
Masyarakat pasti mengenal virus sebagai agen penyakit. Beberapa bahkan sangat ganas dan mematikan. Contohnya rabies, flu burung, flu babi, HIV/AIDS, dan Ebola. Di sisi lain virus dapat menjadi teman. Mahluk super-kecil itu dapat menjadi vektor untuk protein yang berguna untuk kesehatan hewan dan manusia. Dalam riset yang berkembang belakangan ini, virus bahkan dijadikan vektor untuk pengobatan kelainan genetik dan tumor.
Dalam acara itu, lima orang guru besar tetap baru dikukuhkan sekaligus. Selain Mahardika, guru besar lain adalah Prof. Sri Maliawan (ahli bedah syaraf), Prof. I Wayan WIndia (ahli hukum adat), Prof Made Wiryana (ahli anastesi), dan Prof I Made Sukadana (ahli tehnik sipil rumah tahan gempa).
Dengan lima guru besar baru itu, Universitas Udayana kini punya 151 orang guru besar. “Hanya sekitar 8 persen dari semua staf dosen. Kita harapkan segera mempunyai batas minimal perguruan tinggi, yaitu 10 persen guru besar,” ujar Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. I Made Bakta, Sp.PD (KHOM).
Berikut adalah Orasi Ilmiah Mahardika.
Hadirin yang berbahagia,
Puji syukur kita kepada Ida Hyang Parama Kawi/TYME kita diberi-Nya wara nugraha sehingga kita dapat mengikuti acara Pengukuhan Guru Besar Universitas Udayana, hari ini, Sabtu 23 Januari 2010. Izinkan saya mempresentasikan secara ringkas rekam jejak saya dan arah yang terbentang dalam bidang virology molekuler. Secara popular judul itu adalah Si Cantik dan Si Buruk Rupa. Bagaimana virus sebagai agen penyakit yang dapat sangat fatal dan merugikan ekonomi masyarakat, wujud Si Buruk Rupa. Bagaimana virus dapat berjasa bagi kemanusiaan, sebagai wujud Si Cantik Rupa.
Virus dapatlah diibaratkan sebagai ‘mahluk halus’. Ukurannya sangat kecil dari 20 – 400 nm. Jika tebal rambut kita adalah seper-sepuluh mili meter, maka virus yang terkecil berukuran sekitar satu per lima ribu tebal rambut itu. Kata orang Jerman, klein aber oho! Kecil tapi oho!, Orang Jembrana bilang, cenik-cenik sela perancak, kecil-kecil singkong perancak! Kalau dicabut, umbinya itu loh!
Si mahluk halus itu jika sempat masuk ke sel-sel tubuh hewan anda atau diri anda sendiri, dia akan menggunakan mesin sel untuk menghasilkan ribuan sampai jutaan virus anakan baru. Virus baru siap menginfeksi sel yang lain dan mengulangi proses itu. Hewan atau orang menjadi sakit dan tidak jarang mati karenanya.
Untuk mudah membayangkan bagaimana dasyatnya suatu virus, ijinkan saya menunjukkan beberapa ilustrasi ini. Pertama bayangkan jika kerabat, saudara, atau bahkan anggota keluarga tertular rabies, gejalanya sangat memilukan. Orang hampir pasti meninggal karenanya.
Penyakit anjing gila itu akhirnya datang juga ke Bali sejak akhir 2008. Bermula dari kawasan Semenanjung Bukit, ironisnya persis di depan pintu Universitas Udayana, penyakit itu menyebar ke kabupaten lain, kecuali, sementara ini Klungkung dan Jembrana. Zoonosis rabies dapat segera menjadi endemik dengan kejadian tinggi jika tidak segera diberantas. Jumlah anjing dan sosio-ekologi anjing di Bali adalah tanah subur menjadikan rabies lestari. Pemberantasannya sulit. Seluruh lapisan masyarakat harus berkomitmen penuh. Kalau mau, pasti bisa! Komitmen tidak cukup hanya komat-kamit.
Masih mewakili ‘the beast’ dari virus, contoh lain adalah influenza. Flu burung dan flu babi masih bertebaran di Indonesia dan dunia. Setiap orang di ruangan ini pasti kena flu. Flu yang ini dapat mematikan. Virus ini menipu sistem tubuh kita sehingga bereaksi berlebihan. Badai radang menyebabkan paru-paru penderita seperti orang tenggelam. Biasanya meninggal.
Virus HIV/AIDS juga berasal dari hewan. Virus itu telah menyebar ke seluruh dunia. Jumlah penderita telah melebihi 20 juta. Jutaan juga telah meninggal.
Di samping dampak kesehatan masyarakat, virus juga berdampak luar biasa pada industri peternakan. Industri ini adalah penyedia sebagian besar protein hewani bagi pertumbuhan dan kecerdasan umat manusia. Secara social juga sangat menyentuh sendi-sendi peradaban. Seperti gambar pemusnahan ayam akibat flu burung di Bali ini, juga harus dilakukan upakara adat.Isu flu babi, yang sebenarnya adalah swine origin influenza virus H1N1, telah menyebabkan kerugian yang sangat besar pada masyarakat pedesaan. Jumlah pemotongan turun. Masyarakat takut makan babi. Harga anjlok. Kerugiannya ditaksir sekitar 200 M per tahun jika harga turun 8000 rupiah per kilo, berat babi 100 kg, dan jumlah pemotongan 250.000. Ternak babi, seperti juga ayam kampung dalam kasus flu burung, merupakan celengan, yang siap dipecahkan atau dijual jika diperlukan. Sistem peternakan rakyat sebenarnya merupakan jaring pengaman social yang vital, yang nilainya dapat jauh lebih besar dari program Bantuan Langsung Tunai.
Pulau Bali, di mana Universitas Udayana berdiri, adalah pulau elok. Karena keelokannya, pulau ini dikunjungi wisatawan nasional dan manca-negara dalam jumlah yang besar setiap tahun. Konstalasi itu meningkatkan risiko zoonosis virus di Bali. Dengan luas 5.634 km2, jumlah penduduk 3.263.296, Bali adalah pulau yang padat penduduk dan mempunyai ekosistem khas pulau kecil. Risiko zoonosis meningkat akibat pulau ini juga padat unggas, babi, anjing, dan hewan liar seperti burung, kera, dan kelelawar. Habitat burung, kera, dan kelelawar justru menjadi obyek-obyek wisata yang selalu ramai dikunjungi.
Penyakit virus dapat muncul (emerging) atau muncul kembali (reemerging) di masa yang akan datang. Jika itu terjadi, virus juga mempunyai semboyan “tak ada yang abadi selain perubahan”. Virus baru muncul karena perubahan genetik virus lama dan perubahan ekologi inangnya. Globalisasi telah menyebabkan dunia kita satu. Lalu-lintas produk peternakan dan pariwisata terjadi dengan kapasitas massal dan cepat di seluruh dunia. Teknologi yang berkembang juga menyebabkan peningkatan pemanfaatan lahan. Hidupan liar juga terancam. Kesehatan orang dan hewan di suatu negara saling mempengaruhi. Pengaruhnya bahkan berdampak pada hewan dan umat manusia di seluruh muka bumi.
Masalah-masalah kesehatan pada manusia, hewan ternak, dan satwa liar dapat berpindah pada masing-masing entitas, dan antar entitas, melalui perdagangan global, pariwisata, intensifikasi pertanian, perambahan hutan, penggunaan hidupan liar, dan translokasi. Kemunculan penyakit virus baru harus diantisipasi. Pada hemat saya, Indonesia memerlukan lembaga seperti CDC, yang dengan sigap mengkaji permasalahan penyakit menular, dan memberikan rekomendasi real time. Hal serupa diperlukan untuk mengantisipasi perkembangan. Dalam hal rabies misalnya, ada kecurigaan kasus orang yang meninggal karena digigit tikus. Udayana mestinya segera mengkaji masalah yang sebenarnya dan memberikan rekomendasi yang berbasis pengetahuan terbaik.
Dalam kaitan itu, Komnas Flu Burung yang segera akan ditutup, harus diusahakan penggantinya, yang jika bisa, berperan seperti CDC itu.Sekarang mari kita lihat sisi ‘cantik’ dari virus. Dibandingkan dengan mahluk lain, virus termasuk organism yang sederhana. Virus mempunyai materi genetik yang pendek, dengan protein yang sedikit saja. Materi genetik itu berfungsi sama dengan materi genetik kita yang kita peroleh dari orang tua ketika mereka tidur tak memakai sarung. Karena sederhana, virus mudah dipelajari. Banyak virus yang gennya 100 persen telah diungkap, sementara pengetahuan orang tentang gen manusia baru 10% saja. Karena itu virus menjadi obyek studi yang menarik untuk memahami fenomena biologis yang ada di alam ini.
Meskipun sederhana, materi genetik virus sangatlah efisien. Tidak ada bagian yang tak berguna. Virus mengalami semua proses yang mungkin terjadi pada mahluk yang berbeda di dunia ini. Ia bisa meniru proses pada bakteri, bisa juga meniru proses pada hewan tingkat tinggi termasuk manusia. Kemajuan dalam virology molekuler juga telah menghasilkan berbagai teknik diagnostik yang cepat, akurat, spesifik, dan sensitive, serta produksi protein virus untuk diagnostic maupun vaksin. Sisi baik dari virus yang lain adalah virus juga sedang dikembangkan menjadi sarana atau vector terapi genetik untuk kesejahteraan manusia.
Virus dapat diboncengi berbagai gen yang rusak pada hewan dan manusia sehingga yang bersangkutan kembali normal. Banyak penyakit yang sedang dikaji dalam gen terapi dengan bantuan virus, seperti hipertensi, hemophilia, phenylketonuria, cystic fibrosis, Alzheimer, dll.
Hewan-hewan transgenic juga telah diproduksi dengan bantuan virus sebagai vector. Misalnya tikus yang disisipi gen hormone pertumbuhan yang tampak jauh lebih besar dari saudaranya. Beberapa virus juga sedang dicobakan untuk terapi kanker. Pemahaman virology molekuler yang baik membuktikan bahwa beberapa virus berkembang dengan baik pada jaringan tumor, sehingga ia bisa menghancurkan tumor itu.
Berikut izinkan saya memaparkan beberapa capaian dalam pengembangan virology molekuler di Universitas Udayana. Penelitian yang berkelanjutan dan dengan kerjasama yang apik dengan pihak swasta, yaitu PT Medion Bandung Indonesia, kita dapat memetakan virus-virus flu burung terbaru, yaitu tahun 2008-2009. Temuan ini jelas menunjukkan bahwa virus flu burung masih lestari pada peternakan ayam di Indonesia. Di samping itu tampak bahwa virus baru berbeda jauh dengan virus lama. Kami dapat membuktikan bahwa vaksin-vaksin yang dipasarkan tidak efektif jika ditantang dengan beberapa virus baru.
Menyikapi perkembangan virus lapang, kami berpikir sederhana, bagaimana kalau beberapa virus digabung saja. Usaha untuk menemukan vaksin universal yang bisa digunakan di seluruh Indonesia perlu waktu lama dan mahal. Penelitian kami bisa membuktikan bahwa vaksin trivalent yang berisi gabungan tiga virus yang berbeda, atau kita sebut saja vaksin capcai, meunjukkan kinerja yang terbaik dibandingkan formulasi yang lain. Sebagai tindak lanjut temuan itu, kami merencanakan introduksi teknologi produksi bibit vaksin terbaru, yaitu reverse genetic. Dengan teknologi ini, bibit vaksin dapat direkayasa dan diproduksi dengan aman dan efisien.
Teknologi kedua adalah reverse genetik untuk menghasilkan virus ND-AI rekombinan aktif. Sehingga jika diteteskan pada mulut atau hidung ayam, ayam akan kebal kedua penyakit itu, dengan kualitas kekebalan yang lebih baik. Pendanaan untuk penelitian lanjutan ini telah disetujui tahun 2010 ini. Teknologi itu dapat juga dikembangkan untuk pengembangan vaksin oral rabies.
Dengan pemahaman bioinformatik, kita dapat memprediksi bahwa virus flu burung dan flu babi harus mengalami perubahan yang drastis untuk dapat menyebabkan pandemi mematikan seperti flu spanyol 1918. Saat itu, 50 jutaan orang meninggal di seluruh dunia dalam waktu hanya 1-2 tahun. Beberapa virus lain pada hewan dan manusia juga telah dan sedang dipelajari. Untuk Gumboro, misalnya, yang menjadi obyek disertasi S3 saya, kita bisa membuktikan bahwa sebagian besar virus Indonesia bersifat very virulent. Vaksin yang digunakan sebaiknya berbasis galur very virulent dan bukan galur klasik.
Untuk mengembangkan virologi molekuler, sesuai dengan motto kami dokter hewan „ mengabdi kepentingan manusia melalui hewan“, Jalan masih sangat panjang dan berliku. Yang menggembirakan, menurut pandangan saya bahwa kereta sudah dalam relnya yang benar. Dengan kerja keras dan komitmen penuh, we make it! Bisa! Dengan kerja sama dan jejaring kerja, yang beberapa hadir pada hari yang berbahagia ini, dan kewirausahawan ilmiah, serta „om anugraham manuharam“ kupuja Dikau ya tuhan yang memberi segala anugrah, hanya keberhasilan yang akan kita temui.
Pelumas dana kita harapkan dari self generating unit lab biomedik FKH, dengan dukungan universitas, APBD, APBN, BUMN, dan pihak swasta serta dana luar negeri. Khusus untuk kolega dari swasta dan BUMN, kerjasama yang berdurasi lama dan saling menguntungkan sangat kita perlukan. Untuk saat ini, lembaga riset kampus belum bisa diharapkan menghasilkan prototipe produk yang siap diproduksi massal. Peran swasta dan BUMN adalah kunci. Dengan jejaring seperti itu, halangan dan masalah justru akan menjadi tantangan yang menggairahkan.
I Gusti Ngurah Kade Mahardika
Wah, saya jadi tidak paham. Ini guru besar yang salah ngomong atau saya yang bodoh ini yang salah tangkap.
Bukannya di negara kita sudah ada Direkterat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (http://www.pppl.depkes.go.id/)?
Coba kita sama-sama tengok Permenkes no. 1575 tahun 2005 tentang fungsi Dirjen PPPL ini:
Saya rasa ini mirip dengan fungsi Center for Disease Control atau CDC-nya Amerika sana. Jika memang dinilai kinerjanya kurang bagus, ini yang mesti kita kritisi dan perbaiki bersama. Bukan dengan membuat sesuatu yang baru.
Kalau jalan desa rusak, ya diperbaiki agar bisa dipakai, bukannya ditimbun dan buat jalan baru di sampingnya. Saya rasa demikian.