Oleh Luh De Suriyani
Wartawan media lokal dituntut agar bisa melakukan liputan-liputan investigasi. Cara ini akan bisa membuka masalah publik secara lebih mendalam sehingga akan mempengaruhi kebijakan pemerintah lokal. Demikian terungkap dalam Sarasehan Jurnalisme Investigasi yang diadakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Denpasar, pekan lalu di Denpasar dalam rangkaian Konferensi Kota AJI Denpasar.
Pembicara sarasehan adalah Nezar Patria (Ketua AJI Indonesia), Bambang Wiyono (Ketua AJI Kota Denpasar), dan Justin Herman (Direktur harian Radar Bali).
Nezar Patria, Ketua AJI Indonesia yang pernah dua tahun menjadi redaktur investigasi Majalah Tempo mengatakan investigasi makin diminati media namun tak banyak kasus-kasus baru yang berhasil dibuka.
Menurutnya harus selalu membuka fakta baru, walau dalam bentuk berita langsung. “Yang penting menemukan fakta baru dari hasil penelusuran sendiri, bukan publikasi polisi atau pihak lain,” ujarnya.
Nezar mengatakan peliputan investigasi tak harus dilakukan wartawan senior. Presiden Richard Nixon jatuh oleh wartawan muda Washington Post, Bob Woodward dan Carl Bernstein yang membuka skandal Watergate. Kuncinya pada metode observasi yang detail dan mengembangkan hubungan dengan nara sumber.
Di dalam negeri, investigas illegal logging pernah dilakukan oleh Rommy Fibri, wartawan majalah Tempo. Ia harus menyamar sebagai ahli burung dan masuk ke hutan Kalimantan untuk menemukan jaringan illegal loging. Ia lalu mendapat informasi soal illegal loging dan foto-foto yang membuka fakta-fakta pembabatan hutan.
Dinilai menyalahi etika, Rommy menyamar dan tidak menyebut identitasnya sebagai wartawan saat investigasi, Tempo tidak bisa mengeluarkan bahan itu serta merta. Untuk menyiasatinya, Rommy dijadikan sumber berita, dan diwawancarai wartawan Tempo lain. Kemudian wartawan ini melakukan penelusuran dan wawancara berdasarkan data-data yang didapatkan Rommy. Jadi terhindar dari tuntutan hukum karena pelanggaran etik.
Selain itu, Nezar menyebutkan sekitar 20 edisi Tempo dalam 1,5 tahun mengulas kasus korupsi di Badan Urusan Logistik (Bulog). “Harus ada masukan dan dukungan media untuk mendukung usaha wartawan mengusut kasus,” katanya. Biasanya sulit terus berlanjut karena pemilik media memikirkan profit dan laku atau tidak berita itu.
Sementara Justin Herman, Direktur Radar Bali menyebut jurnalisme investigasi di Bali baru melakukan hal-hal kecil. Ia mengakui tantangannya lebih besar karena media motifnya bisnis jadi terbentur pada laku atau tidaknya berita itu untuk meningkatkan oplah koran.
Redaktur NusaBali, Bambang Wiyono memaparkan banyak hal yang bisa digali dari isu lokal Bali untuk diinvestigasi lebih lanjut. Misalnya kasus-kasus di pengadilan dan isu sosial lain seperti pelecehan seksual anak. “Ada targetnya yaitu mengubah kebijakan dari hasil investigasi wartawan,” ujarnya.
Ia mengharap ada tradisi investigasi di kalangan media. Misalnya dicoba dalam kasus pembunuhan Prabangsa, wartawan Radar Bali. “Kita melakukan investigasi kasus ini untuk mendorong polisi mengungkap kematian Prabangsa,” tambahnya. Misalnya menelusuri motif-motif pembunuhan dan pelaku. Ia mencontohkan pertemuan dengan pemangku yang melakukan pecaruan di rumah Susrama, tersangka pembunuhan Prabangsa.
Justin mengakui beban pekerjaan sangat berpengaruh. Misalnya di Radar Bali hanya memiliki 30 wartawan termasuk redaktur untuk mengisi sembilan halaman. “Beban kerja yang tidak proporsional,” kata Justin.
Nezar Patria mengatakan pentingnya manajemen media yang kuat soal keseimbangan liputan antara produktivitas dan kualitas berita. Pemimpin media harus memberikan peluang bagi wartawan mengerjakan peliputan investigasi, di luar rutinitas menulis berita-berita on the spot.
Sementara I Nengah Jimat, Divisi Hak Asasi Manusia LBH Bali mengharap media memberi porsi khusus pada liputan mendalam. “Media-media masih menulis di permukaan saja. Harus terus pembelajaran trik-trik dan trainning investigasi pada wartawan,” katanya. [b]
investigasi hanya sebuah metode atau alat, dan metode bersifat netral atau bebas kepentingan. Menguasai metode atau alat memang penting, namun yang lebih penting adalah adanya pemahaman dan kesadaran yang sifatnya paradigmatik. Memberikan training investigasi cuma awalan saja. Akan tetapi yang terus harus dijaga adalah pengembangan paradigma tentang peran ideal media dalam menyuguhkan informasi ke publik.