Hari-hari ini, kawasan Nusa Dua serupa darurat perang.
Saya sendiri tidak langsung melihat di lokasi, seperti sekitar Bandara Ngurah Rai, Jimbaran, atau Nusa Dua. Tapi, saya bisa membayangkannya karena pernah mengalami sendiri beberapa kali.
Ketika Barack Obama ke Bali untuk ikut ASEAN Summit dua tahun lalu, situasi Bali selatan juga mirip perang. Pasukan pengamanan menyebar di hampir tiap sudut jalan antara Bandara Ngurah Rai hingga Nusa Dua. Jalan Raya Bypass Ngurah Rai, yang ketika itu menjadi satu-satunya penghubung antara Nusa Dua dan Denpasar, ditutup. Saat itu, dampaknya macet berkepanjangan sampai Jl Gatot Subroto di Denapsar utara.
Kendaraan lapis baja dan kawat berduri berjejer sepanjang jalan. Pasukan polisi berpatroli tiap saat dengan senjata otomatis seperti sengaja dipamerkan.
Saat ini, saya yakin kondisinya tak jauh berbeda atau bahkan lebih menyeramkan dari dua tahun lalu. Maklum, kegiatan kali ini jauh lebih besar dan mentereng citranya, Konferensi Tingkat Tinggi Asia Pasific Economic APEC Summit. Forum ini dihadiri 20 pemimpin negara-negara penting di dunia pada 1-8 Oktober 2013.
Pusat perhelatan dunia itu diadakan di kawasan elite Bali Tourism Development Centre (BTDC). Kawasan seluas sekitar 350 hektar ini tempat di mana hotel-hotel ternama dunia seperti Bali Hyatt, Westin, Marriot, dan seterusnya berada.
Karena pentingnya itu, maka pengamanannya pun harus ekstra. Beberapa media menyebut sekitar 11.000 personel, termasuk bantuan dari Jawa, akan tumpek blek di Nusa Dua dan sekitarnya. Semua kesatuan ada di sana.
Hari-hari ini, helikopter pun hilir mudik di sekitar Denpasar selatan tempat di mana saya sehari-hari bekerja. Jadi, makin lengkaplah suasana serupa perang itu.
Lalu, bagaimana dampak KTT APEC itu kepada warga? Saya tidak tahu persis. Saya hanya baca lebih banyak orang mengeluh gara-gara kegiatan yang sampai dibuatkan jalan tol pertama di Bali ini.
Saya sendiri salah satu korbannya. Kegiatan di Flores pada minggu kedua harus saya undur ke minggu kedua karena Bandara Ngurah Rai harus ditutup pada 5, 6, dan 8 Oktober 2013. Akibatnya, ribuan penerbangan harus ditunda. Jutaan penumpang harus menunda ulang jadwal penerbangan, dan tentu saja pekerjaan mereka.
Pengamanan yang serba ketat juga memusingkan warga. Seorang pengguna Twitter (@In_Utero_Bali) menuliskan uneg-unegnya: Gara2 APEC jln ditutup dmn2, TNI & Polisi berjaga dimana2 bagaikan tinggal di negara yg sedang dlm kondisi darurat militer!!
Tak hanya di Nusa Dua, Kuta, dan sekitarnya, KTT APEC itu akan berdampak pula hingga Denpasar dan sekitarnya. Tiap saat rombongan peserta KTT APEC wara-wiri jalan-jalan utama, seperti By Pass Ngurah Rai dan IB Mantra.
Ini contoh keluhan warga dari akun @LeosBrados di Twitter: Rombongan APEC lewat by pass IB. Mantra.. semua kendaraan dsuruh minggir, lampu merah dtrobos!! lebih sadis dripada geng motor.
Kalau mau lihat apa saja keluhan warga gara-gara pelaksanaan KTT APEC ini, cek saja tanda pagar #Gara2APEC di Twitter. Semua keluhan ada di sana.
Semua keluhan itu ya gara-gara pelaksanaan KTT APEC, forum di mana para pemimpin dunia, pengusaha, dan semacamnya berkumpul untuk membuat kesepakatan terutama terkait bisnis mereka dan konon untuk kesejahteraan rakyatnya. Entah rakyat yang mana. [b]
Tulisan ini dimuat pertama kali di blog TEMPO.
Komentar jujur ya, saya bekerja di STP Nusa Dua Bali, tempatnya tidak jauh dari BTDC Nusa Dua. Sehari-hari lewat Sunset Road dari Kerobokan ke Nusa Dua. Jujur saja selama APEC tidak ada keluhan berarti. Paling hanya disuruh minggir kalau ada rombongan lewat. Kalau kena macet belum pernah, kecuali macet yang memang sudah biasa seperti di Kedonganan di sore hari.
Hmmm, selain itu, dampak lain ya mahasiswa diliburkan selama APEC karena sebagian besar mahasiswa ikut bertugas sebagai tenaga Helpdesk.