Mau tak mau, suka gak suka, kita harus belajar bahasa Bali.
Banyak orang Bali sekarang berpendapat bahasa Bali sudah kuno, usang, dan kurang keren. Hal ini kita bisa jumpai ketika banyak generasi muda yang jarang menggunakan bahasa Bali di dalam percakapan mereka. Hal serupa di alami Anak Agung Ayu Meitridwiastiti atau lebih akrab disapa Gek Me.
Hal ini bisa dimaklumi sebab lahir dan dibesarkan di luar pulau Bali. Dia bersekolah di sana, yaitu TK dan SD di Yos Sudarso, Subang, Jawa Barat. “Sampai kelas tiga dia baru pindah ke Bali,” kata Gek Me di sela-sela kegitannya siaran di Radio Diva, Denpasar.
Gek Me mengaku tidak bisa bisa berbahasa Bali, bahasa yang dipergunakan selama ini adalah bahasa Indonesia dan itu full sampai kelas tiga.
Kepindahan Gek Mae ke Bali tidak secara otomatis membuat perempuan kelahiran Tangerang 23 Juli 1987 ini bisa menggunakan bahasa Bali dalam percakapan di kehidupan sehari-hari. Memang di dalam keluarga Gek Me didik oleh kedua orang tua dengan disiplin, dan mengajarkan mandiri, “Orang tua sering berbicara menggunakan bahasa Bali namun saya jawab dengan bahasa Indonesia. Takut salah bahasa Balinya,” ungkap Gek Me.
Melanjutkan kembali sekolah di Bali Gek Me tidak banyak mengalami masalah bahasa karena dia bersekolah dari SD sampai SLTP di kota Gianyar. Tepatnya SD Negeri 6 Gianyar dan SLTP Negeri 3 Gianyar. Lingkungan perkotaan ini membuatnya terbisa menggunakan bahasa Indonesia, apa lagi teman-teman sebayanya rata-rata anak kota.
Selepas dari SLTP 3 Gianyar, anak ke-2 pasangan dari Dr. Drs. Anak Agung Gede Rai, M.Si dan Dr. dr. Anak Agung Oka Lely, Sp.A melanjutkan ke SMA Negeri 1 Blahbatuh. Saat ditanya mengapa memilih sekolah ini, dia memberikan jawaban sebab ikut ama teman-teman dan tidak suka akan sekolah yang banyak aturan di saat Masa Oririentasi Siswa (MOS). Seperti kepang yang banyak.
Selama sekolah di SMA Gek Me mempunyai prestasi yang membanggaka yaitu ketua OSIS periode kedua dan PASKIBRAKA Gianyar.
Melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi di Perguruan Tinggi membuat perempuan pecinta lele goreng dan coklat ini. “Mau tak mau, suka tak suka, harus belajar bahasa Bali,” ungkap Gek Me.
Keinginannya pupus ketika mau kuliah di Jurusan Hubungan Internasional sebab mengharuskan Gek Me meninggalkan pulau Bali. Hal ini ditolak oleh sang ibu tercinta karena dia anak perempuan pertama. Dari sang ayah menyarankan kuliah di sastra Bali Falkultas Sastra Universita Udayana (Unud). Dengan pertimbang dari sang ayah lulusan S1 Satra Inggris sudah banyak sehingga peluang kerja sempit. Kalau pilihan sastra Jepang di Unud saat itu baru ada program D3.
Dari saran sang ayah, Gek Me menurut, meskipun keinginannya cuma 30 persen di sastra Bali.
Semasa kuliah, perempuan yang hobi renang, dan senam erobik merasa sangat tertekan akan pelajaran bahasa Bali disebabkan semasa sekolah dulu bahasa Bali merupakan formalitas saja. Hal ini dibuktikan dengan baru pahamnya aksara Bali yaitu A Na Ca Ra Ka, di semester tiga, dan di semester empat rasanya sudah tidak sanggup lagi melanjutkan kuliah ini.
Namun sang waktu menjawab dengan berbeda, di tahun 2007 seorang teman yaitu Diah Utari mengajak Gek Me menjadi penyiar di salah satu radio swasta di Denpasar tepatnya Radio Diva. Sebagai seorang penyiar radio Gek Me mempunyai nama udara yaitu Melia Krisnani dan di radio ini Gek Me membawakan acara yang dominan berbahasa Bali.
Semenjak menjadi penyiar radio mau tak mau Gek Me belajar bahasa Bali, yang memberikan imbas baik. Seperti mendapatkan pekerjaan di bidang entertainment lain. Seperti presenter di Dewata TV yang membawakan acara Dewata Nunas Tembang, di mana format acara ini menerima telepon dan memutarkan pilihan video klip yang dipilih serta mengharuskan dia berbahasa Bali.
Sari bahasa Bali mendapatkan kesempatan menjadi MC baik dalam bahasa Bali maupun bahasa Indonesia. Hadiah yang paling membahagiakan lulus dari S1 sastra Bali Falkutas Sastra Unud dengan perolehan IPK tertinggi.
Tidak sampai di sana bahasa Bali mempengaruhi Gek Me. Dengan tidak membuang waktu langsung melanjutkan ke jenjang S2 kosentrasi wacana sastra program studi linguistic UNUD. Setelah menyelesaikan studi S2 di tahun 2012 lagi-lagi, “Bahasa Bali yang memudahkan saya mendapatkan pekerjaan menjadi asisten dosen di IKIP PGRI Bali,” tutur Gek Me. [b]
Bangganya bisa mengenalmu gek ayu
Wah ada Mbok Gek Mey, Ketua OSIS dan murid kesayangan Ibu saya di BLASMAN. Perempuan Bali modern yang tidak lupa akan budaya dan bahasa Bali. Salam untuk Mbok Gek Ling Ling ya. Kakak beradik yang menginspirasi. 🙂