Minggu, 31 Oktober menjadi hari yang sangat mengecewekan bagi saya.
Ada dua penyebabnya. Pertama, sebagai umat Hindu yang berdasarkan pengetahuan dan logika ikut menolak rencana urug laut Teluk Benoa. Kedua, sebagai umat pendukung klub Chelsea.
Sehari sebelumnya, Chelsea, klub sepak bola papan atas di London, kalah telak dari team medioker sekelas Liverpool. Padahal pemenang English Premier League (EPL) atau Liga Inggris tahun lalu tersebut tampil sangat dominan.
Di waktu nyaris bersamaan, surat terbuka sederhana dari medioker semacam saya kepada Mpu Jaya Prema Ananda ditanggapi dengan tulisan beliau yang berjudul Mohon Umat Hindu Tenang.
Mengingat Mpu Jaya Prema yang dahulu bernama Putu Setia adalah mantan jurnalis kawakan TEMPO, maka isi tulisan Mpu tersebut membuat saya kecewa. Dari sekian pertanyaan sederhana yang saya ajukan, nyaris tidak ada yang dijawab oleh Mpu.
Surat terbuka yang saya buat dengan bahasa sederhana dan cenderung mudah dipahami sepertinya tidak begitu diperhatikan oleh Mpu Jaya Prema. Akibatnya, jawaban yang saya dapat dari tulisan beliau saya rasa masih cukup jauh dari substansi.
Entah. Apakah ini semacam lelucon yang sering saya dengar di masyarakat tentang jumlah nominal sesari yang berbanding tegak lurus dengan perhatian pemuka agama hari ini terhadap umatnya?
Tapi, bagaimanapun saya sebagai umat dalam kasta terbawah dan dari kecil dididik untuk berpikiran adil dan menghormati semua orang ini, harus tetap bersyukur. Ya, bersyukur. Sebab, pertanyaan-pertanyaan saya yang tanpa diiringi pejati atau sesari apalagi mobil dinas dalam surat terbuka berkenan untuk ditanggapi oleh Yang Mulia Mpu Jaya Prema.
Mengulang Kegelisahan
Dalam jawabannya, Mpu menyinggung surat terbuka saya dengan menyatakan, isi surat saya hanya mengulang kegelisahan akibat pernyataan salah satu pengurus Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) I Ketut Wiana di berita online. Dalam berita itu, Wiana menyatakan peserta Kongres PHDI sepakat agar Teluk Benoa direvitalisasi.
Mpu kembali menegaskan dan mengulang pernyataan sebelumnya yang saya pertanyakan. Seperti tidak mau keluar dari kubangan kotak sempit pemahaman beliau tentang koridor agama. Beliau menyatakan bahwa PHDI memang kiprahnya dalam wilayah keagamaan saja.
Pernyataan itu sekilas mengingatkan pada cerita-cerita sebelum Reformasi 1998. Saat itu, ada anggapan bahwa organisasi petani sebaiknya hanya berbicara tentang pertanian. Seperti benih, tai kebo dan kawan-kawannya. Akan sangat tidak baik dan mungkin berbahaya jika organisasi petani berani keluar dari kubangan untuk bicara atau bahkan berani mengkritik kebijakan pemerintah.
Sekalipun pertanyaan itu menyangkut kebijakan kesejahteraan, kedaulatan dan ruang mereka. Para petani.
Dalam hal ini saya rasa tidak harus pernah menjadi jurnalis kawakan TEMPO untuk memahami pertanyaan-pertanyaan dan pernyataan saya dalam surat terbuka yang dimuat media jurnalisme warga BaleBengong.
Tulisan saya tersebut tidak hanya mengulang kegelisahan terhadap berita seperti yang Mpu Jaya Prema katakan. Tapi, lebih kepada kegelisahan kepada tulisan Mpu sebagai salah satu ujung tombak PHDI yang menanggapi berita online tersebut. Kegelisahan atas tidak jelasnya sikap PHDI terhadap pernyataan pengurus harian yang mendukung rencana urug Teluk Benoa dengan membawa bawa nama PHDI.
Kegelisahan saya adalah tentang masih samarnya posisi PHDI dalam kasus yang mengancam palemahan umat Hindu di Bali. Kegelisahan dan pertanyaan saya adalah tentang batasan koridor atau wilayah agama yang Mpu jadikan dalih agar PHDI tidak ikut-ikut mengambil sikap atas rencana urug laut di Teluk Benoa.
Juga terhadap standar ganda yang Mpu berlakukan. Di satu sisi itulah dalih PHDI tidak bersuara karena ada batasan koridor agama. Tapi, di sisi lain, tidak ada teguran atau sanksi tegas ketika Wiana membawa dan menggiring opini seolah-olah PHDI mendukung rencana urug laut tersebut. Ini memancing emosi umat yang sudah tiga tahun berjuang mempertahankan dan berusaha mengembalikan Teluk Benoa menjadi kawasan konservasi.
Banyak lagi pertanyaan yang belum dijawab Mpu Jaya Prema.
Terlebih yang sangat saya sayangkan, daripada menjawab pertanyaan saya, Mpu malah menggiring ke opini lain. Mpu malah cenderung menggiring opini bahwa tulisan saya dan isu tentang rencana urug Teluk Benoa ini telah menyulut kemarahan anak-anak muda Hindu terutama pasemetonan beliau.
Saya rasa ini cukup mengerikan. Mereka dikesankan begitu marah sampai ada yang menanyakan alamat kantor BaleBengong.
Mpu juga menyatakan seolah ada kemarahan karena banyaknya makian terhadap sulinggih yang kebanyakan dilakukan warga non-Hindu. Mpu juga menceritakan keberhasilan Mpu menahan amarahnya dan mengajak umat Hindu tenang seperti beliau.
Sekilas memang terdengar sangat mulia. Tapi, entah umat Hindu mana yang dianjurkan tenang oleh beliau. Lalu, bagaimana umat Hindu yang palemahannya diancam oleh keputusan pemerintah pusat yang berpihak pada kepentingan investor, bisa tenang hanya dengan anjuran?
Wajar
Di sisi lain, saya juga merasa aneh. Kenapa tulisan saya dan BaleBengong malah dikaitkan dengan makian-makian dan emosi anak-anak muda Bali yang secara pribadi saya belum lihat langsung. Padahal, tulisan itu sebenarnya justru untuk membuatkan panggung kehormatan bagi Mpu Jaya Prema agar menjawab kegelisahan umat.
Jikalaupun ada pertanyaan-pertanyaan dan suara menuntut ketegasan sikap PHDI atas isu reklamasi Teluk Benoa setelah ada berita di media, saya kira wajar dan malah sebuah keharusan dan kenisacayaan. Menurut saya, yang patut dipermasalahkan justru ialah standar ganda Mpu tentang penggiringan PHDI keluar dari koridor agama. Tidak pernah ada pernyataan yang menyangkal.
Tidak juga ada teguran atau sanksi tegas terhadap ketua harian atau media yang mengaitkan PHDI dengan dukungan atas rencana urug Teluk Benoa.
Ketika pernyataan tentang makian terhadap sulinggih yang cenderung dilakukan warga non-Hindu dan kemarahan umat yang belum jelas bentuknya itu dimunculkan pemermukaan, saya melihat pesan yang cukup mengerikan. Semoga kali ini saya salah menangkap pesan tersebut.
Tanpa kejelasan bentuk, saya takut ini kemudian berkembang dan menjadi pemicu sifat “saling kaden“. Akhirnya kemudian bisa berkembang ke arah benturan gerakan Bali Tolak Reklamasi dan warga non-Hindu dengan pasemetonan beliau atau umat yang menghormati sulinggih. Sesuatu yang sebenarnya tidak relevan.
Setahu saya, gerakan ini termasuk saya sendiri, masih sangat menghormati sulinggih. Dengan dasar itu juga saya berani menulis surat terbuka sebelumnya. Kenapa ketika ada ancaman atas pelemahan alam Bali ditambah munculnya berita tentang dukungan PHDI, kami anak-anak muda yang berjuang ini, seperti menjadi anak-anak yatim piatu tanpa perhatian.
Dalam tulisan ini saya tidak lagi mengharapkan jawaban apapun dari Mpu Jaya Prema yang sudah dengan tegas menyatakan tidak mau berkomentar apapun mengenai PHDI dan rencana reklamasi Teluk Benoa. Di samping menghormati keputusan beliau, sebagai umat terpelajar tanpa harus diundang ngopi dan diskusi pun, saya sudah bisa menilai di mana posisi Mpu dalam rencana urug Teluk Benoa ini.
Saya juga tidak mau mencederai gerakan rakyat menolak reklamasi Teluk Benoa yang berdasarkan hati ini dengan memaksa-maksa orang yang sudah seharusnya lebih paham. Tentu saja seperti pandangan teman lain di BaleBengong, ada atau tidak ada dukungan dari PHDI, gerakan perlawanan ini harus terus dilanjutkan..
Mari belajar dari Chelsea
Jauh di negeri Inggris, tentang hal yang jauh berbeda, di waktu hampir bersamaan, datang juga kabar begitu mengecewakan untuk saya. Tim bola kesayangan saya kalah telak di kandang oleh team medioker. Hal yang sangat miris kalau ini dilihat dari sisi nama besar Chelsea, Jose Mourinho dan para pemain di dalamnya.
Sangat miris Chelsea sebagai tim yang beberapa tahun terakhir menjadi representatif atas umat persepak bolaan Inggris di kancah Eropa menunjukan permainan yang sangat buruk dan tidak pantas di kandang sendiri. Padahal mereka hanya melawan tim yang tak kunjung pernah juara di EPL sejak belasan tahun lalu.
Secara logika saya sepakat kalau ini sangat wajar di sebut dengan istilah memalukan.
Begitu banyak hujatan, kritik dan celaan baik dari pendukung Chelsea sendiri atau non Chelsea, media mainstream, pengamat bola, hingga suara-suara kecil di kepala saya sendiri. Saya akhirnya bisa bernapas lega dan menegakkan kepala saya, ketika pelan-pelan memperhatikan, mengamati, dan memahami sikap serta pernyataan Mourinho sebagai corong dan unjuk tombak klub di media resmi klub.
Pernyataan dan sikap yang membuat saya sebagai umat pendukung Chelsea masih bisa tenang tanpa dia menganjurkan kami harus tenang. Sikap dan pernyataan yang masih membuat saya yakin tentu karena sikap dan pernyataan yang jelas posisinya sehingga saya merasa tidak gusar dan harus buang-buang waktu untuk membuat surat terbuka untuk dia.
Sikap dan pernyataan yang mulia Jose Mourinho membuat saya tenang dan yakin sebagai umat Chelsea. Misalnya, Mourinho atau The Special One dalam pernyataannya ke media manapun tidak pernah mengangkat ke permukaan tentang hujatan dan kritik dari non Chelsea kepada Chelsea atau dirinya. Mungkin dia menganggap itu hal yang wajar ketika kualitas permainan Chelsea jauh menurun.
Ketika ada hujatan dari fans Chelsea pun dia mengatakan dengan jelas kalau itu hal yang wajar. Dia berjanji akan bertanggung jawab dengan selalu berusaha menaikkan kondisi permainan klub. Dia selalu menunjukkan sikap profesional misalnya tidak segan membangku cadangkan pemain bintang sekelas Hazard ketiaka permainannya buruk dan melakukan banyak kesalahan.
Beberapa pekan ini ketika kencang spekulasi dan ancaman nyata Chelsea akan terpental dari kasta tertinggi Liga Inggris, Mourinho tidak lantas memilih bungkam dengan dalih urusan pelatih hanya melatih bola. Dia selalu membuat pernyataan-pernyataan tegas dan menyegarkan untuk membangkitkan moral, semangat dan keyakinan pemain dan semua umat pendukung Chelsea.
Semuanya agar kami keluar dari tekanan, untuk kembali berdaulat di kancah EPL. Mou tidak segan bersikap tegas dan melawan jika ada keputusan otoritas wasit atau FA yang dinilainya tidak adil pada Chelsea, walau itu kemudian berbuah sanksi dan denda untuk dirinya pribadi.
Sedikit kembali pada Mpu Jaya Prema yang sejenak saya lihat di Twitter. Beliau menyatakan akan mempertimbangkan untuk berhenti mengunakan media sosial yang menurut beliau keadaannya sudah tidak kondusif. Membuat kebanggaan saya lebih melesat kepada Jose Mourhino. Ketika kondisi lapangan media jelas-jelas tidak kondusif untuknya, dia tidak pernah berusaha mencari zona aman. Dengan tegas dia mengatakan tidak akan mundur dari kursi kepelatihan Chelsea.
Saya sadar betul kenapa Mou seperti itu. Mungkin salah satunya karena begitu banyak prestasi yang dia miliki dan ukir di hati umat penggemar Chelsea.
Apakah ini juga yang membuat PHDI tidak berani bersikap tegas seperti Mou? Mungkin karena PHDI belum merasa bisa seperti Mou atau belum mampu mengukir prestasi yang membanggakan di hati umat Hindu macam saya. Atau mungkin sudah, tapi hanya saya yang salah belum bisa merasakan?
Semoga dalam kasus urug Teluk Benoa ini, ada prestasi yang berpihak pada umat dan palemahan Bali yang akan diukir oleh PHDI. Seperti piala Liga Champion yang akan diukir Chelsea..
Salam tolak reklamasi Teluk Benoa. Angkat tangan kiri. Keep The Blue Flag flying high.. [b]