
Beberapa hari sebelum melaksanakan Catur Brata Penyepian, umat Hindu melakukan upacara Melasti. Melasti merupakan ritual penyucian diri yang dilaksanakan satu tahun sekali. Ritual ini dilaksanakan di sumber air, seperti laut, danau, atau sungai.
Dilansir dari laman resmi Kota Denpasar, Melasti dalam Lontar Sunarigama dan Sang Hyang Aji Swamandala disebutkan bahwa Melasti meningkatkan Sraddha dan Bhakti untuk pada Dewata, manifestasi Tuhan Yang Maha Esa untuk menghanyutkan penderitaan masyarakat, menghilangkan papa klesa, dan mencegah kerusakan alam.
Masing-masing desa di Bali memiliki jadwal Melasti yang berbeda-beda. Namun, pada umumnya upacara Melasti mulai dilakukan empat hari sebelum Nyepi dan berakhir pada hari Pengerupukan.
Salah satu pantai di Bali yang menjadi tempat upacara Melasti adalah Pantai Padang Galak yang berlokasi di Desa Kesiman Petilan, Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar. Beberapa desa yang wilayahnya berdekatan dengan Pantai Padang Galak melakukan upacara Melasti di Pantai Padang Galak, seperti di Desa Sibang, Desa Sedang, Desa Peguyangan, dan desa lain di sekitarnya.
Desa saya merupakan salah satu desa yang melaksanakan upacara Melasti di Pantai Padang Galak. Jarak antara desa saya dan Pantai Padang Galak cukup jauh, sehingga pemedek harus menggunakan kendaraan bermotor untuk tiba di lokasi. Sementara, beberapa desa yang lokasinya dekat dari pantai bisa berjalan kaki, seperti Desa Kesiman.

Banyaknya desa yang Melasti di Pantai Padang Galak membuat pantai ini ramai sejak dini hari hingga sore hari. Dari tahun ke tahun tampak perbedaan jelas yang saya rasakan di Pantai Padang Galak. Dulu, seluruh pemedek masih bisa sembahyang di area sempadan pantai. Berbeda dengan kondisi saat ini, sempadan pantai hanya diperuntukkan sebagai tempat banten dan sesuunan. Sementara, pemedek sembahyang di bawah, area beton yang biasanya menjadi tempat parkir.
Hanya sedikit pemedek yang turun ke area pantai, terutama ketika ombak sedang tinggi-tingginya. Biasanya yang turun ke pantai hanya iring-iringan yang membawa sesuunan aci atau pratima bersama gamelan.
Kondisi ini diakibatkan abrasi yang terjadi di Pantai Padang Galak. Abrasi di wilayah selatan Bali telah terjadi sejak tahun 1980-an. Dilansir dari Kompas.com, pada tahun 1987 abrasi di Bali terjadi sepanjang 49,95 km. Kemudian, pada tahun 2009 abrasi terjadi di sepanjang 181,70 km dari total panjang pantai di Bali 437,70 km. Maka, dalam 22 tahun terjadi penambahan abrasi sepanjang 131,75 km dengan rata-rata abrasi 5,9 km per tahunnya.
Abrasi merupakan pengikisan tanah di daerah pesisir pantai yang disebabkan oleh ombak atau arus laut yang sifatnya merusak. Kondisi ini terjadi karena terganggunya keseimbangan alam di wilayah pantai. Meski abrasi umumnya disebabkan oleh fenomena alam, tak jarang abrasi disebabkan karena ulah manusia, seperti pembangunan masif di sekitar pantai.
Abrasi dapat mempengaruhi aktivitas di pantai, seperti upacara Melasti di Pantai Padang Galak. Ruang Melasti semakin sempit, pemedek kian terhimpit. Pihak Desa Adat Kesiman pun melakukan berbagai upaya untuk menyelamatkan eksistensi Pantai Padang Galak sebagai area Melasti. Pada tahun 2011, Desa Adat Kesiman melakukan penataan area kegiatan Melasti di Pantai Padang Galak. Kemudian, pada tahun 2023 dibangun wantilan yang menjadi salah satu tempat prosesi Melasti. Wantilan ini telah rampung tahun ini dan upacara melaspas pun telah dilakukan dua minggu sebelum kegiatan Melasti dilaksanakan.
Selain terhimpit abrasi, prosesi Melasti juga terhimpit fasilitas wisata. Kondisi ini terjadi di Pantai Melasti Ungasan yang berlokasi di Desa Ungasan, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung. Seperti namanya, pantai ini dulunya hanya dijadikan sebagai tempat upacara Melasti, sebelum berkembang menjadi kawasan pariwisata.
Dilansir dari jurnal Dampak Pengembangan Pariwisata terhadap Lingkungan di Objek Wisata Pantai Melasti Ungasan Bali, Pantai Melasti mulai beroperasi sebagai kawasan pariwisata sejak 1 Agustus 2018. Kemudian, berbagai atraksi dan fasilitas wisata mulai berkembang. Salah satunya adalah atraksi wisata berupa tari kecak yang dibuka sejak 20 November 2021. Ada pula fasilitas wisata lainnya, termasuk beach club yang kian berjamuran di Pantai Melasti.

Prosesi Melasti juga merupakan salah satu daya tarik wisata di Pantai Melasti. Banyak pegiat fotografi yang berbondong-bondong menyaksikan prosesi Melasti. Iring-iringan Melasti biasanya berjalan dari Pura Desa, Desa Ungasan, menuju Pura Segara, Desa Ungasan. Iring-iringan berjalan melewati jalanan berliku yang terlihat cantik ketika difoto dari atas. Berbeda dengan desa lainnya, iringan Melasti Desa Ungasan tidak dibarengi gamelan, melainkan kleneng pemangku.
Ada satu hal unik yang saya temukan ketika menyaksikan upacara Melasti Desa Ungasan. Iringan pemedek tidak melewati jalan umum atau jalan masuk Pantai Melasti, melainkan jalan belakang yang biasanya digunakan untuk foto prewedding. Ketika berbincang dengan salah satu pemedek, ia mengungkapkan hal tersebut dilakukan agar akses transportasi keluar masuk pantai tidak terhalang.
Menariknya, jalan khusus Melasti tersebut tidak akan dibuka pada hari biasa. “Jalannya sakral, emang diperuntukkan buat Melasti. Kendaraan malah nggak boleh masuk,” ungkap salah satu pecalang Desa Ungasan. Selain itu, kawasan Melasti Desa Ungasan merupakan kawasan khusus tempat upacara. Melasti dilaksanakan di pantai yang berlokasi di depan Pura Segara.
Upaya ini bisa dikatakan tindakan preventif yang dilakukan pihak Desa Ungasan dalam mencegah pencaplokan lahan pantai untuk fasilitas wisata. Meski begitu, tidak terelakkan bahwa prosesi Melasti terhimpit oleh beach club di kanan dan kiri Pura Segara Desa Ungasan. Dari satelit Maps pun kita dapat melihat kawasan untuk upacara Melasti sangat sedikit jika dibandingkan dengan area beach club.
Kasus berbeda terjadi di Desa Tembok, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng. Jika Desa Ungasan telah melakukan upaya preventif dengan menyediakan jalan khusus Melasti, Desa Tembok justru sebaliknya. Salah satu banjar di Desa Tembok terlambat, didahului pembangunan hotel.
Desa Tembok terdiri dari tiga banjar, sedangkan terhalangnya akses Melasti hanya terjadi di satu banjar. Kondisi ini terjadi di banjar Dek Doll. Ia menceritakan bahwa sejak awal akses jalan ke pantai untuk upacara Melasti, yaitu Pantai Gebang memang hak milik pribadi. Kondisi berubah ketika pemilik membangun hotel di tanahnya, menyebabkan akses ke Pantai Gebang terblokir. Sejak saat itu, iring-iringan Melasti terpaksa mengambil jalan di banjar lain karena jalan sebelumnya tidak bisa digunakan untuk umum.
Saat ini pihak banjar tengah mengupayakan agar jalan tersebut bisa digunakan lagi. Hal yang dikhawatirkan adalah berkurangnya akses masyarakat, terutama ketika tanah tersebut dikavling dan dibangun. “Kemarin saya ngobrol sama Pak Mekel (kepala desa) yang dulu tahun 2023 minta tanah kavlingan itu bisa dipakai untuk umum,” ungkap Dek Doll ketika dihubungi melalui telepon.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa pihak desa menunggu pemilik tanah mengajukan perizinan ke desa dan nantinya akan sekalian diusulkan agar jalan tersebut dapat digunakan sebagai jalan umum.
Prosesi Melasti yang menjadi ritual suci kini malah tercemar. Aktivitas pariwisata yang berlebih malah menyingkirkan adat dan tradisi masyarakat Bali. Jika abrasi semakin meluas dan pantai kian beralih fungsi menjadi kawasan wisata, di mana masyarakat Bali akan melakukan upacara Melasti? Alih fungsi tata ruang nyata berdampak pada prosesi adat dan agama.
vanujacoffee.com kampungbet