• Beranda
  • Pemasangan Iklan
  • Kontak
  • Bagi Beritamu!
  • Tentang Kami
Wednesday, November 12, 2025
  • Login
BaleBengong.id
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip
No Result
View All Result
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip
No Result
View All Result
BaleBengong
No Result
View All Result
Home Berita Utama

Tolaklah Reklamasi Bali sampai Negeri Perancis

Anton Muhajir by Anton Muhajir
10 December 2015
in Berita Utama, Lingkungan
0 0
0
Dadang bersama orang Amazon di COP21 Paris. Foto Agung Parameswara.
Dadang bersama orang Amazon di COP21 Paris. Foto Agung Parameswara.

Lima menit menjelang tampil, Dadang Pranoto menyampaikan ide spontan.

“Nanti Mas ngomong tentang Bali Tolak Reklamasi ya. Terus aku nyanyi lagu Bali Tolak Reklamasi. Kita lanjut menyanyi bareng,” katanya. Ide mendadak. Tapi, boleh juga.

Selasa malam kemarin, kami bertemu lagi di Point Ephemere. Bar dan kafe di kawasan Paris Utara ini menjadi tempat pameran video dan foto kampanye If Not Us Then Who?. Tujuan kampanye global ini mendukung perjuangan masyarakat adat dalam mempertahankan hutan di kawasan mereka.

Sebagai musisi dan aktivis, Dadang terlibat dalam kampanye ini. Tidak hanya menjadi gitaris di band grunge Navicula dan vokalis band folk Dialog Dini Hari (DDH), Dadang memang sering terlibat dalam aksi-aksi sosial ataupun lingkungan.

Kali ini, Dadang terlibat pula dalam kampanye If Not Us Then Who?. Hal yang membawanya terbang ke Paris untuk pertama kali. Penampilan di Point Ephemere kemarin yang ketiga kali. Sebelumnya, Dadang sudah tampil solo pada 5 dan 6 Desember 2015.

Saya bertemu Dadang di Paris 6 Desember lalu. Namun, baru kemarin bisa lihat dia tampil. Malam itu, Point Ephemere penuh pengunjung. Tempat ini memang menjadi salah satu tempat kumpul asyik di kawasan Paris Nord. Lokasinya persis di samping sungai kecil Saint Martin.

Namun, pengunjung yang ikut menonton Dadang hanya sekitar 30 orang. Toh, tetap saja terasa aura akrabnya. Maklum, sebagian besar penonton memang kalangan pegiat masyarakat adat yang ikut hadir dalam Konferensi Parapihak terkait Perubahan Iklim (COP) 21 di Paris.

Wakil masyarakat adat yang hadir kemarin termasuk dari Dayak, Indonesia dan suku Amazon, Brazil. Keduanya bercerita tentang perjuangan masing-masing dalam melawan investasi yang didukung pemerintah maupun para preman. Keduanya masih berjuang. Belum berhasil mengusir investasi dari kawasan adat mereka.

Namun, mereka setidaknya membuktikan bahwa masyarakat adat punya kekuatan untuk melawan apa yang mereka anggap akan merusak wilayah mereka.

Cerita dua pejuang masyarakat adat itu menginspirasi Dadang untuk turut serta mengampanyekan perjuangan menolak reklamasi di Bali. Saya jadi korban, ditodong bercerita tentang gerakan ini, seperti halnya dua masyarakat adat dari Kalimantan dan Amazon.

Maka, dengan agak grogi, saya pun maju. Bercerita dalam bahasa Inggris ala kadarnya tentang perjuangan warga Bali menolak reklamasi. Tentang tidak adilnya pembangunan pariwisata di Bali, tentang rencana pembangunan pulau-pulau baru di wilayah konservasi yang justru akan mengancam masa depan Bali.

Sambutannya lumayan. Setidaknya pada tepuk tangan ketika saya jelaskan bahwa perjuangan yang sudah tiga tahun berjalan ini bisa menghentikan laju sementara rencana investasi tersebut.

Setelah itu, kami pun bernyanyi lagu kebangsaan Bali Tolak Reklamasi. Para pengunjung ikut serta menyanyi pada refrain, “Sayang Bali, tolak reklamasi..”

Lagu Bali Tolak Reklamasi menjadi pembuka dari lima lagu Dadang lainnya di Point Ephemere Selasa malam itu. Tentu saja, Dadang juga menyanyikan lagu yang sekarang menjadi anthem gerakan If Not Us Then Who? dengan judul sama seperti gerakan mereka.

Dalam sebuah spontanitas pula, Dadang kemudian berkolaborasi dengan warga adat dari Amazon, Brazil dan musisi dari Ekuador. Meskipun hanya eksperimen, kolaborasi mereka mendapat sambutan meriah dari penonton.

Kampanye If Not Us Then Who. Foto Agung Parameswara.
Kampanye If Not Us Then Who. Foto Agung Parameswara.

Bersikap
Keikutsertaan Dadang yang juga aktivis dalam kampanye perlindungan hutan selama COP21 berawal dari ajakan Handcrafted Films, Indonesia Nature Film Society (INFIS) dan AMAN. INFIS adalah komunitas pembuat film yang fokus pada isu-isu lingkungan dan masyarakat adat.

Nanang Sujana, pendiri sekaligus pembuat film utama INFIS, menceritakan perjumpaan pertamanya dengan Dadang ketika mereka terlibat dalam proyek bersama dalam tur band Navicula di Kalimantan pada 2012. Ketika itu, band Navicula yang memang peduli terhadap isu-isu lingkungan mengadakan tur bersama Greenpeace mengampanyekan perlindungan harimau dan hutan.

Ketika Nanang kemudian terlibat dalam proyek global If Not Us Then Who? yang lebih fokus pada kampanye perlindungan masyarakat adat, dia mengajak Dadang lagi. “Kami butuh figur musisi yang tidak hanya bernyanyi tapi juga bersikap. Menurut kami, Dadang sesuai dengan pilihan tersebut,” katanya.

Dadang pun kemudian terlibat dalam proyek global If Not Us Then Who? yang untuk mengampanyekan cerita-cerita tentang masyarakat adat terutama dalam melindungi hutan. Dadang berkunjung ke beberapa komunitas masyarakat adat di Indonesia termasuk di Toraja, Sulawesi Selatan. Dari kunjungan tersebut, lahirlah lagu karya If Not Us Then Who? yang menjadi semacam lagu kebangsaan gerakan ini.

“Karena saya percaya bahwa jika masyarakat adat terlindungi, maka hutan pasti terselamatkan,” ujar Dadang.

Di Indonesia, kampanye If Not Us Then Who? sendiri melibatkan berbagai komunitas masyarakat adat terutama AMAN. Bersama AMAN, mereka telah merekam dan membagi cerita warga adat dari Pandumaan Sipituhuta, Kecamatan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara; Desa Setulang, Kecamatan Malinau Selatan Hilir, Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara; Sungai Utik, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat; Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat; Kepulauan Aru, Maluku; dan Tobelo Dalam, Halmahera, Maluku Utara.

Bersama cerita masyarakat adat dari Peru, Nikaragua, Kongo, dan negara-negara lain di Amerika Selatan maupun Asia Pasifik, visualisasi tentang perjuangan masyarakat adat tersebut ditampilkan di Point Ephemere hingga 11 Desember 2015 nanti.

Tujuan utama kampanye ini, menurut Nanang, untuk menyampaikan kepada para pihak yang terlibat di COP21 bahwa masyarakat adat harus dilibatkan dalam pengelolaan hutan. “Kalau mau menyelamatkan hutan dunia, warga adat harus diajak terlibat. Sebab merekalah yang selama ini telah melindungi hutan-hutan di Bumi, termasuk Indonesia,” Nanang menambahkan. [b]

Tags: Bali Tolak ReklamasiCOP21Lingkungan
Liputan Mendalam BaleBengong.ID
Anton Muhajir

Anton Muhajir

Jurnalis lepas, blogger, editor, dan nyambi tukang kompor. Menulis lepas di media arus utama ataupun media komunitas sambil sesekali terlibat dalam literasi media dan gerakan hak-hak digital.

Related Posts

Inilah Panduan Nyepi Tanpa Internet Tahun Ini

Tersingkir di Tanah Sendiri

12 November 2025
Memanen Air Hujan dan Biogas, Teknologi Tepat Guna bagi Petani Bali yang Terabaikan

Ketimpangan Sumber Daya di Balik Krisis Air Tanah Bali

12 November 2025
Ketika Pulau Menghangat: Urban Heat Island di Pulau Bali

Ketika Pulau Menghangat: Urban Heat Island di Pulau Bali

3 November 2025
Adakah Sistem Peringatan Dini Banjir di Bali? Ini Simulasinya

Adakah Sistem Peringatan Dini Banjir di Bali? Ini Simulasinya

18 October 2025

Ancaman Kesehatan Pasca Banjir di Bali

8 October 2025
Mendata Bencana Banjir dengan Crowdsourcing

Mendata Bencana Banjir dengan Crowdsourcing

17 September 2025
Next Post
Suara Siswa Green School Bali di COP21

Suara Siswa Green School Bali di COP21

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Temukan Kami

Kelas Literasi BaleBengong
Melali Melali Melali
Seberapa Aman Perilaku Digitalmu? Seberapa Aman Perilaku Digitalmu? Seberapa Aman Perilaku Digitalmu?

Kabar Terbaru

Inilah Panduan Nyepi Tanpa Internet Tahun Ini

Tersingkir di Tanah Sendiri

12 November 2025
Memanen Air Hujan dan Biogas, Teknologi Tepat Guna bagi Petani Bali yang Terabaikan

Ketimpangan Sumber Daya di Balik Krisis Air Tanah Bali

12 November 2025
Koalisi MUAK Tolak Gelar Pahlawan Soeharto

Koalisi MUAK Tolak Gelar Pahlawan Soeharto

11 November 2025
Akses Medis Neurodiversitas: Perjuangan di tengah Minimnya Akses Layanan

Akses Medis Neurodiversitas: Perjuangan di tengah Minimnya Akses Layanan

10 November 2025
BaleBengong

© 2024 BaleBengong Media Warga Berbagi Cerita. Web hosted by BOC Indonesia

Informasi Tambahan

  • Iklan
  • Peringatan
  • Kontributor
  • Bagi Beritamu!
  • Tanya Jawab
  • Panduan Logo

Temukan Kami

Welcome Back!

Sign In with Facebook
OR

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip

© 2024 BaleBengong Media Warga Berbagi Cerita. Web hosted by BOC Indonesia