Teks Maryo Kempes, Foto Anton Muhajir
Rencana Pemerintah Provinsi Bali mengenai rencana pembangunan jalan layang Serangan – Tangjung Benoa (TOL STB) sebaiknya diurungkan alias dibatalkan. Proyek yang menelan biaya Rp 1,2 triliun pinjaman dari Korea tidak akan menjadi solusi untuk mengatasi kemacetan di jalan By-Pass Ngurah Rai yang merupakan jalan penghubung Denpasar – Nusa Dua.
Masalah kemacetan di Bali sebenarnya bukan karena kurangnya jalan baru, tetapi karena jumlah kendaraan yang masuk ke Bali sudah overload. Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Bali mencatat bahwa 2 dari 3 orang di Bali memiliki kendaraan sepeda motor. Hal ini terlihat pada waktu jam berangkat atau pulang beraktivitas di beberapa ruas jalan sering mengalami kemacetan. Apakah nanti setiap jalan yang mengalami kemacetan akan dibuatkan jalan layang sebagai alternatif solusi mengurangi kemacetan?
Proyek yang direncanakan dari tahun 2005 oleh Dinas Pekerjaan Umum (PU) ini telah disosialisasikan kembali pada 10 Maret 2010 di Wisma Wisata Werdhapura no 49 Sanur. Pada pertemuan ini titik temu kesepakatan pun belum tercapai. Banyak pihak yang mengharapkan proyek ini dikaji ulang. Mulai dari tokoh spiritual, akademik, lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan tokoh masyarakat terkait.
Walhi Bali menilai proyek ini tidak akan efektif bahkan hanya akan menjadi bomerang bagi pemerintah provinsi Bali. Ada beberapa alasan mengapa proyek ini sebaiknya dihentikan dan tidak perlu dikaji ulang.
Pertama, proyek ini akan menggusur hutan bakau sepanjang 2,5 Km = 7 Ha. Hutan bakau merupakan kawasan lindung yang berguna untuk mencegah timbulnya kerusakan fungsi lingkungan hidup. Selain itu hutan bakau juga sebagai vegetasi alami yang berfungsi untuk meningkatkan lindung terhadap tanah, air, iklim, tumbuhan, dan satwa serta mempertahankan keanekaragaman hayati. Bila ini akan digusur berarti akan bersebrangan dengan komitmen Gubernur Bali yang akan menjadikan Bali sebagai green province pertama di dunia.
Kedua, proyek ini akan menyusuri tepi pantai sepanjang 2 Km. Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Bali disebutkan bahwa kawasan pesisir pantai termasuk kawasan lindung. Dan untuk perlindungan sepadan pantai ditetapkan jarak 100 m dari garis pasang. Ini artinya dalam radius jarak tersebut tidak diperbolehkan mendirikan sebuah bangunan. Jangan sampai kawasan suci yang sekarang sudah hancur oleh maraknya vila bodong kini ditambah dengan bangunan jalan tol. Selain itu dalam Bhisama terkait tinggi bangunan yang maksimal 15 m kini akan dibangun jalan tol setinggi 45 m. Tentu proyek ini akan melanggar Bhisama tentang keunikan yang dimiliki oleh pulau Bali.
Ketiga, proyek ini akan menggusur masyarakat Serangan dan Tanjung Benoa yang tanahnya akan dilewati jalur tol STB. Karena kurangnya sosialisasi di masyarakat setempat maka akan mengundang terjadinya konflik agraria. Di mana masyarakatlah yang kebayakan akan menjadi korban dan dirugikan. Bila tujuan lain pembangunan tol STB untuk meningkatan perekonomian, maka pihak mana yang paling diuntungkan. Kebanyakan pelaku usaha di Nusa Dua adalah pihak asing. Jadi, lagi-lagi, pemerintah hanya berpihak pada kepentingan investor dan mengabaikan kepentingan rakyatnya sendiri. Apakah nanti masyarakat Bali hanya akan menjadi penonton dan budak di tanah sendiri?
Keempat, pulau Bali berada dalam kawasan cincin api. Ini berarti Bali masuk ke dalam kawasan rawan gempa bumi. Sudah terbukti gempa bumi dengan skala cukup besar berkisar 6 SR telah mengguncang Nusa Dua sebanyak dua kali meskipun tidak menimbulkan kerusakan berat. Tidak menutup kemungkinan gempa akan kembali terjadi dengan skala lebih besar sehingga memicu terjadinya Tsunami. Badan Perencana Pembangunan Daerah (BAPPEDA) propinsi Bali bekerjasama dengan Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) Universitas Udayana telah membuat Peta Potensi Risiko Bencana namun tidak diterbitkan dan disosialisasikan ke masyarakat karena dikhawatirkan para wisatawan akan kabur meninggalkan Bali.
Berdasarkan peta tersebut bahwa kawasan Serangan – Tanjung Benoa berpotensi tinggi terjadi tsunami. Bangsa kita bisa dibilang bangsa yang minim dengan respon cepat tanggap bencana. Sedikit terjadi bencana sudah menimbulkan jatuh korban. Jangan sampai masyarakat kita yang belum berpengalaman tanggap bencana akan diperparah dengan bobroknya perencanaan pembangun oleh pemerintah yang mengakibatkan semakin banyak jatuhnya korban jiwa.
Ada sebuah pertanyaan besar bahwa pembangunan tol STB akan banyak melakukan pelanggaran dan lebih bahayanya kawasan Serangan – Tanjung Benoa masuk kawasan potensi gempa dan tsunami, tetapi mengapa instansi-instansi terkait tetap memaksakan perencanaan pembangunan ini?
Sebenarnya untuk mengurangi kemacetan di Denpasar, Walhi Bali telah mendorong pemerintah melalui aksi hari Bumi tanggal 6 Juni 2009 untuk menyedikan transportasi publik yang nyaman, murah dan ramah lingkungan. Juga pengenaan pajak emisi bagi kendaraan pribadi untuk mengalihkan pengguna kendaraan pribadi ke transportasi umum. Selama ini kendaraan termasuk penyumbang emsi gas rumah kaca (GRK) terbesar. Dan pengguna tidak dikenakan tanggung jawabnya sebagai pencemar polusi yang dapat menurunkan kulitas lingkungan.
Apabila pemerintah tidak cepat merespon masalah ini walaupun dengan menambah banyaknya jalan baru tidak akan berpengaruh mengatasi kemacetan karena yang kita tahu wilayah Bali semakin menyempit dan daya dukung Bali semakin menurun. [b]
Ya, saya rasa memang karena jumlah kendaraan bermotor di Bali terlalu banyak, apalagi mengingat bertambahnya jumlah penduduk. Jadi menambah jalan saya rasa bukan solusi yang bijaksana.
setuju….itu bukan solusi tepat…
jalan layang? sepertinya percuma..melihat di kota2 lain saja masih seperti itu…
Jadi solusinya apa?
Mengurangi kendaraan bermotor?
Bagaimana caranya? Setiap masyarakat dipaksakan menjual salah satu sepeda motornya? Anda mau motor istri anda dijual? Misal anda tinggl di Nusa Dua, lalu tiap hari anda harus mengantar istri anda bekerja di Gianyar, sedangkan anda bekerja di Mengwi? Belum lagi mengantar anak sekolah.
BTW penulis sendiri punya motor berapa?
Transportasi Publik? Transportasi publik yang mana? Adakah model transportasi publik yang berhasil di Indonesia ini?
Saya sebagai masyarakat yang tinggal di area Jimbaran sangat merasakan bagaimana macetnya pertigaan patung Ngurah Rai ketika berangkat dan pulang kerja (pagi jam 7-8 dan sore jam 5-6). Jadi kalau tidak membuat jalan alternative, entah jalan layang atau jalan biasa, tolong diberikan alternative lain. Jangan cuman kritik tanpa solusi.
bukan transportasi publik saat ini. mungkin anda pernah dengar transportasi umum yang menggunakan 1 tiket. jadi cukup membeli tiket satu kali bisa keliling kemana ja dalam waktu sehari. ini yg seharusnya pemerintah sediakan, transportasi publik yg murah, aman dan ramah lingkungan. pemerintah kerap melakukan studi banding terkait transportasi tapi tidak ada hasilnya. entah apa yang dilakukan disana?
bapak sekarang baru merasakan setiap pagi dan sore merasakan kemacetan. bila kendaraan terus ditambah sejalan pertambahan penduduk maka nanti tidak hanya sore dan pagi aja mengalami kemacetan tapi selama 24 jam penuh. banyaknya kendaraan juga mengakibatkan kualitas udara semkin tercemar. sekarang ada banyak macam penyakit baru yang asing bagi kita ini merupakan akibat dr kotornya udara ditambah pemansan global sehingga banyak virus mengalami mutasi dan berkembang secara pesat.
kita mesti berpikir kedepan, apakah generasi kita nanti harus bernafas dengan udara yang penuh racun akibat polusi udara?
Weh jalan layang di serangan, bakal menambah kacau serangan yang sudah digempur byk cafe. Terlalu mudah nyicil sepeda motor, makanya jalan makin dipenuhi motor tuh
Transportasi umum 1 tiket? Boleh juga tuh. Realisasinya gimana ya?
Banyak yang mengkritik bahwa sekarang ini di Bali sudah terlalu banyak kendaraan bermotor. Tapi kalau dilihat yang mengkritik tersebut juga memiliki kendaraan lebih dari satu, jadi ibaratnya menjilat ludah sendiri saja. Omdo (omong doang).
Seperti yang saya tulis diatas, apakah anda mau manjual kendaraan anda yang lain?
Masalah cafe (remang) di serangan, saya rasa itu memang salah.
Tapi membangun jalan layang? saya rasa itulah jawaban logis untuk saat ini.
Masalah pemanasan Global.
Kendaraan bermotor penyebab utama pemanasan global, tapi bertambahnya jumlah gas penyebab rumah kaca di bumi. Jadi kendaraan bukan penyebab utama dan satu-satunya.
Satu hal yang sederhana : jika anda tidak menginginkan global warming, jangan pakai produk modern. Jangan pakai produk yang menggunakan listrik, jangan naik motor dsb. Mending balik ke jaman batu saja.
Jalan layang, tol dsb untuk mengatasi kemacetan ??? bagaimana dengan Jakarta ? yang sudah dipenuhi jalan layang, tol dsb… tetap macet juga kan ???
betewe, “telah membuat Peta Potensi Risiko Bencana namun tidak diterbitkan dan disosialisasikan ke masyarakat karena dikhawatirkan para wisatawan akan kabur meninggalkan Bali…” kok bisa begitu ya ???
Weh jalan layang di serangan, bakal menambah kacau serangan yang sudah digempur byk cafe. Terlalu mudah nyicil sepeda motor, makanya jalan makin dipenuhi motor tuh
Jadi solusinya apa?
Mengurangi kendaraan bermotor?
Bagaimana caranya? Setiap masyarakat dipaksakan menjual salah satu sepeda motornya? Anda mau motor istri anda dijual? Misal anda tinggl di Nusa Dua, lalu tiap hari anda harus mengantar istri anda bekerja di Gianyar, sedangkan anda bekerja di Mengwi? Belum lagi mengantar anak sekolah.
BTW penulis sendiri punya motor berapa?
Transportasi Publik? Transportasi publik yang mana? Adakah model transportasi publik yang berhasil di Indonesia ini?
Saya sebagai masyarakat yang tinggal di area Jimbaran sangat merasakan bagaimana macetnya pertigaan patung Ngurah Rai ketika berangkat dan pulang kerja (pagi jam 7-8 dan sore jam 5-6). Jadi kalau tidak membuat jalan alternative, entah jalan layang atau jalan biasa, tolong diberikan alternative lain. Jangan cuman kritik tanpa solusi.
setuju….itu bukan solusi tepat…
jalan layang? sepertinya percuma..melihat di kota2 lain saja masih seperti itu…
Jalan layang, tol dsb untuk mengatasi kemacetan ??? bagaimana dengan Jakarta ? yang sudah dipenuhi jalan layang, tol dsb… tetap macet juga kan ???
betewe, “telah membuat Peta Potensi Risiko Bencana namun tidak diterbitkan dan disosialisasikan ke masyarakat karena dikhawatirkan para wisatawan akan kabur meninggalkan Bali…” kok bisa begitu ya ???
masalah kemacetan bukan hanya terjadi di jalan by pass ngurah rai ( patung ngurah rai ) tapi hampir di semua sudut kota denpasar dan kuta . mari kita cari solusi terbaik . demi masa depan bali dan anak cucu kita di kemudian hari . apabila setiap masalah kemacetan di bali dan solusinya di buatkan jalan tol , waduh lama2 bali ada julukan baru lagi , pulau seribu tol . dan pembangunan tol pun adalah penambah hutang ( krn dana dari luar negeri ) . coba kita perbaiki dari diri kita masing2 , saya perhatikan macet yang terjadi krn banyak yang tdk taat lalu lintas contoh nya : jalur yang lurus kena lampu merah , belok kiri jalan terus , tapi kadang2 krn panas semua pada mau berteduh ( di sebelah kiri ) dan pada saat lampu hijau semua pada mau duluan jalan. ini yang saya perhatikan juga penyebab macet . sy juga merasakan macet di kota tercinta kita ini denpasar – kuta . saya kadang terpaksa ke ktr keluar lbh awal . dan pulang dari ktr agak malam , krn capek kena macet . mari kita bersama sama cari jalan terbaik utk masa depan bali . gbu
fyi.jakarta macet seperti sekarang karena tidak menyediakan transportasi publik yang baik. penduduk komuter jakarta sudah sedemikian besarnya namun rel kereta tidak pernah ditambah.
bila terdapat MRT (mass rapid transportation) yang baik,ditambah angkutan umum (bis dll) yang memadai jkt tdk akan spt skrg ini.
saya lihat pola pergerakan masyarakat bali sekarang sdh komuter, tinggal di denpasar bekerja di kuta/nusa dua/seminyak dll. tinggal di kota lain kerja di denpasar. sehingga sangat diperlukan adanya MRT yang baik. sdh tdk mungkin hanya mengandalkan pertambahan sepeda motor (& kendaraan pribadi)
sy setuju tidak perlu penambahan jalan layang di bali, tetapi lebih ke penyediaan transportasi publik yang baik. ini akan menambah poin daya tarik pariwisata bali pastinya…
Artikel yang menarik. Salam.
Fakultas Ilmu Agama Islam, Universitas Islam Indonesia
http://fis.uii.ac.id/