
Suara bariton muncul dari barisan paling belakang. Sosok ini berdiri dan mengangkat tangannya.
“Saya seorang transmen. Saya tidak mau dipaksa mengenakan rok saat bekerja sebagai ASN. Bagaimana saya bisa mengubah aturan ini?” ia menyatakan pikirannya dengan lugas sebagai pegawai aparatus pemerintah.
Dew juga minta waktu untuk bercerita hal lain. Ia mengaku sudah punya pacar, seorang perempuan yang sangat baik dan cantik.
Dew sudah terbuka atau coming-out atau terbuka dengan keluarga bahwa ia transmen/transpria. Sejak lahir, jenis kelaminnya cisgender perempuan, tapi ekspresi jiwa dan hatinya adalah laki-laki. Demikian juga secara fisik.
Hal yang paling membuatnya tertekan adalah nama klan keluarga yang disandangnya. Nama belakangnya identik dengan klan orang kaya dan status sosial tinggi di daerah tempat tinggalnya, Palu, Sulawesi Tengah.
Nama keluarga inilah yang menurutnya kemungkinan jadi tantangan bagi keterbukaannya. Sementara adik-adiknya juga punya ekspresi beragam, mereka mengekspresikan identitasnya sebagai gay. Jay dengan bangga memperlihatkan hasil karya fotonya berjudul “Cinta. Ada.” yang dipamerkan di acara bertajuk Love Buzz, pada 31 Januari-5 Februari 2023 di Uma Seminyak, Kuta, Bali.
Sebuah presentasi photo story dari sejumlah orang dengan warna-warni ekspresi gender dan seksualitas dari berbagai daerah di kawasan timur Indonesia, difasilitasi media radio berita 68H. Sebuah program podcast bertajuk Love Buzz juga bagian dari interaksi topik ini. Melalui foto, kita diajak berkenalan dengan emosi dan perjuangan berbagai sosok dengan ragam latar belakang gender dan seksualitas.
Ada delapan frame canvas yang menunjukkan rasa cinta Dew yang membuncah untuk sang pacar. Dimulai dari peralatan perawatan wajah dan kulit di meja rias, lalu foto baju kesayangan tank top dan rok kotak-kotak gaya remaja ditata dengan aksesoris lain. Ada juga foto keduanya sedang memadu kasih di sebuah pantai berpasir putih dan air laut yang biru menenangkan. Wajah sang pacar juga terlihat penuh di foto saat duduk di sebuah cafe dengan rambut panjag tergerai dan senyum tipisnya yang lembut.
Foto berikutnya adalah pacar sedang mengenakan mukena dan mengaji. Ada juga foto suasana rumah dengan punggung ibunya yang sedang duduk dengan sang pacar, serta kedua adik sedang melakukan aktivitas di depan layar.
Foto favoritnya adalah sosok pacar yang sedang duduk tanpa baju namun disajikan siluet dari cahaya beberapa lampu temaran. Kesannya estetik. “Dia cantik sekali, ini favorit saya,” ia tersenyum bangga.
Kisah lain dari Yanti Mesak, menyajikan karya Panggil Saya Amora. Sosok Amora dari Belu, Nusa Tenggara Timur ini punya banyak keinginan, jadi model, atlet voli, dan punya sepasang payudara. Sejak kecil, Amora merasa asing dengan tubuhnya karena dia merasa bukan laki-laki. Mulai 19 tahun, saat kuliah, barulah berani mengekspresikan diri sebagai transpuan. Ia ingin negara melalui kolom KTP mengakui sebagai transpuan.
Jenifer Imanuela dari Gorontalo membuat karya foto bercerita bertajuk Pilihan Saya. Ia memotret rekannya Rahmat, Mirna, Indri, Sabrina, dan Said dengan sangat intim. Mereka adalah transpuan yang bekerja di luar salon dan penata rias, pekerjaan yang kebanyakan ditekuni transpuan dengan sejumlah pertimbangan seperti rasa aman.
Dalam fotonya nampak orang yang sedang memotong bambu, memanen buah, pembawa acara adat, content creator, dan lainnya. Jenifer adalah pegiat Binthe Pelangi Gorontalo dan terpilih sebagai duta kampanye penanggulangan HIV dan AIDS di kalangan transgender pada 2013.
Ada juga Carlin Karmadina. Melalui serial foto bertajuk Laut Lisa, sosok transpuan 51 tahun ini menunjukkan pekerjaanya sebagai nelayan di Wuring, sebuah kampung suku Bajo di Maumere. Dalam narasi pameran ditulisakan, ketika cuaca baik dalam seminggu ia melaut 3-4 kali dengan pakaian feminin termasuk penutup kepala. Carlin adalah periset seni dan anggota Lembaga Pers Mahasiswa Universitas Nusa Nipa, Maumere, NTT.
Aspek spiritual dan keragaman gender hadir dalam karya foto So’na, the love story of Calalai oleh Rayhana Anwarie. Ia berkisah, Irmawati Daeng So’na telah dikecewakan berkali-kali, karena sebagai guru diwajibkan menggunakan pakaian muslimah dan dipecat karena orientasi seksualnya. Dalam kebudayaan Bugis, Sulawesi Selatan, sosok So’na disebut calalai, gender ketiga dalam kebudayaan Bugis. Perempuan yang tampil seperti laki-laki. Rayhana mengisahkan sang pacar, So’na yang pernah mendampingi masyarakat adat melawan tambang ilegal dan pernah mencalonkan diri sebagai anggota KPU.
Sosok Dona, transpuan yang bekerja sebagai pekerja seks menjadi materi foto Lee Yan, pegiat komunitas Satu Hati di Manado. Ia merekam upaya kerja keras pekerja seks yang mangkal di Taman Kesatuan Bangsa, Mando, Sulawesi Utara karena pelanggan berkurang saat pandemi. Suatu malam, Dona dan temannya mendapat kunjungan dari gereja yang membawakan makanan dan doa.
Agustini, seorang peneliti dalam diskusi pameran foto ini memaparkan risetnya mengkaji regulasi hukum terkait hak warga dengan keragaman gender ini.
Ia berharap mereka yang termarjinalkan merebut haknya melalui ruang hukum. Misalnya ada pengajuan penggantian jenis kelamin sebanyak 168 kasus pada 1998-2020. Banyak yang berhasil, tapi ada 2 kasus yang ditolak pengadilan. “Ajukan terus sampai hakim bosan dan membutuhkan. Pengadilan memberi ruang penggantian jenis kelamin,” katanya.
Hakim pasti menggunakan asas yuridis dan norma sosial. Jika merasa tidak adil, warga bisa melaporkan hakim ke Komisi Yudisial.
Hak-hak ini menurutnya harus dipahami komunitas karena isu LGBT diangkat lagi jelang Pemilu 2024 ketika sejumlah daerah berencana membuat Perda larangan LGBT. Ia menyarankan komunitas membuat kontrak politik, karena jumlah komunitas LGBT cukup berpengaruh. Menurutnya sangat penting punya keberanian merebut hak, walau trauma dengan upaya-upaya kekerasan atau persekusi. “Mereka perlu kita kok,” Agustini meyakinkan.
Atnike, komisioner Komnas HAM juga mengatakan ada 11 norma kebebasan berekspresi, termasuk kebebasan beragama dan berekspresi. Ia menyebut warga tidak boleh menyerah dari prosedur hukum saat ini. Misalnya jika ada yang melakukan represi. “Perubahan ini harus dicoba, perlindungan hak kelompok marjinal. Kita harus menghadapi praktik hukum yang mendiskriminasi dan memantau regulasi daerah yang diskriminatif,” ajaknya.
Dipaksa berpakaian perempuan di instansi kerja bisa dilaporkan ke Komnas HAM kalau tindakan itu melanggar hak asasi atau aturan. Tapi menurutnya prosedur penyadaran lebih penting di tempat kerja untuk edukasi penghormatan HAM.
Gus Yoga, salah satu pegiat komunitas LGBT menambahkan, ia kesulitan akses untuk mengadvokasi hak-haknya. Ia juga tidak tahu melapor ke mana kalau dapat diskriminasi.