Pepohonan bakau di Selatan Bali selalu bisa membuat pikiran beristirahat.
Begitu pula dengan hutan bakau di dekat perempatan tersibuk By Pass Ngurah Rai Tuban menuju Bandara Ngurah Rai. Ada area refreshing yang masih tersembunyi. Lokasi jalan-jalan ini dikelola kelompok nelayan setempat.
Sebanyak 90 orang kelompok nelayan itu menyiapkan kejutan kecil untuk membasuh penat pengunjungnya. Persis sebelum lampu lalu lintas arah bandara, di kiri jalan jika kita dari Denpasar, ada sebuah jalan masuk selebar mobil yang membawa kita ke pintu bambu. Di dekatnya ada patung kepiting bakau berwarna cokelat.
Pintu gerbang kecil menuju hutan bakau ini biasanya terkunci jika Anda belum membuat reservasi. Di mulut pintu bambu kecil ini ada papan berukuran sedang bertuliskan Community Development Ekowisata Mangrove Kelompok Nelayan Wanasari.
Di sekitar areal ini cukup ramai karena ada proyek pengerjaan jalan tol di atas perairan. Juga ada warung kecil, pos koordinasi kelompok nelayan, dan bale kelompok nelayan. Anda bisa bertanya dengan warga sekitar terutama di pos nelayan untuk bisa masuk ke kawasan ekowisata ini.
Pengelolanya mengatakan beberapa kelompok turis sudah pernah masuk dan mengadakan kegiatan kecil di areal ekowisata. Awal tahun ini, sudah dibuat dua gazebo berukuran besar di atas perairan. Gazebo terbuat dari kayu dan bambu ini jaraknya hanya sekitar 30-50 meter dari jalan tol yang hampir rampung ini.
Selain kerapatan pohon bakau, di sekitarnya ada tambak-tambak kepiting yang dikeliling pagar bambu. Ketika air surut, tak bisa dipastikan pasang surut air di kawasan ini, kepiting yang berwarna cokelat dan hitam ini akan terlihat di lumpur dan akar-akar bakau. Sebaliknya jika air pasang.
Kepiting bakau adalah ikon kelompok nelayan Kelurahan Tuban yang mewilayahi bandara internasional Ngurah Rai. “Kepiting bakau kami jual ke restoran terdekat,” kata Agus, salah satu anggota kelompok. Di masa depan, Agus dan kelompok nelayan berniat mengembangkan kuliner kepiting agar pengunjung bisa menikmati. Ada lima jenis kepiting bakau yang dibudidayakan.
Jalan setapak sudah dibuat dan panjangnya baru 250 meter mengelilingi hutan bakau. Warga berencana membangun sampai 2,5 km ke arah barat laut. Jika terealisasi, maka jalan bamboo dengan lebar sekitar 1 meter ini adalah rute trekking terpanjang di pesisir hutan bakau di Bali.
Udara segar langsung menyergap ketika jalan di pesisir bakau ini. Termasuk saat siang hari ketika matahari terik. Beberapa kali suara pesawat yang akan landing menderu. Pemandangan ekstra di sini adalah pesawat di atas jalan tol.
Latar belakang lain adalah perahu-perahu nelayan tradisional yang parkir di sekitar gazebo. Makin sedikit nelayan yang aktif melaut karena tangkapan makin sedikit dan saat ini sedang sulit keluar karena proyek jalan tol.
I Made Sumasa, koordinator kelompok nelayan di sini mengatakan sejumlah paket wisata yang ditawarkan adalah edukasi bakau meliputi penanaman dan pembibitan. Lalu budi daya kepiting, tur hutan mangrove dengan perahu, trekking, dan menyewakan gazebo.
Pria ini mengatakan peluang ekowisata ini akan sangat berarti bagi nelayan yang sudah makin sedikit penghasilannya dari melaut.
Hutan mangrove yang sudah dikelola sebagai obyek wisata di dekat sini adalah Taman Hutan Rakyat Mangrove di Suwung Kauh, Denpasar. Area ini hampir bersisian dengan ekowisata mangrove ini karena hutan mangrove di Bali selatan memanjang sampai Nusa Dua. [b]
Tulisan ini juga dimuat di Bali Daily. Foto-foto Anton Muhajir.
wah keren. Tempat alternatif Mangrove Center yang gak keurus.. Oya kalau mau masuk mesti reservasi dulu ya?
hebat