• Tanya Jawab
  • Mengenal Kami
  • Pemasangan Iklan
  • Kontak
  • Kontributor
    • Log In
    • Register
    • Edit Profile
Wednesday, November 29, 2023
  • Login
  • Register
BaleBengong.id
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Arsip
No Result
View All Result
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Arsip
No Result
View All Result
BaleBengong.id
No Result
View All Result
Home Budaya

Rudat, Kesenian Islam yang Mengesankan

Wayan Sunarta by Wayan Sunarta
13 November 2009
in Budaya, Kabar Baru, Travel
0 0
2

Teks dan Foto Wayan Sunarta

Siang itu, warga Muslim di Kecicang, Karangasem, berkerumun dan berdesak-desakan di sebuah lapangan kecil tak jauh dari masjid. Laki-perempuan, tua-muda, anak-anak kecil, semua menampakkan wajah sumringah. Mereka disuguhkan pementasan rudat. Mahdan, warga Kecicang, khusus mengundang kelompok kesenian rudat untuk memeriahkan pesta perkawinannya.

“Kelompok rudat itu dari kampung Kecicang,” ujar Mahdan, yang pernah menjadi anggota kelompok rudat di Kecicang.

Tak lama kemudian, satu regu pasukan rudat memasuki lapangan diiringi tetabuhan musik yang rancak. Ance atau komandan pasukan memberi aba-aba memakai lepri/sumpritan dan mengatur barisannya dengan gerak-gerik yang terkadang lucu. Penonton tertawa-tawa senang. Gadis-gadis berkerudung tersenyum simpul. Anak-anak kecil terkekeh-kekeh sambil bertepuk tangan.

Penampilan pasukan rudat itu memang menggelikan. Pemain yang rata-rata bertubuh kurus, meski ada juga yang tegap, mengenakan kostum unik, mirip prajurit. Dari segi kostum yang dikenakan, pasukan rudat terbagi dua. Barisan depan yang berjumlah 4 orang memakai kostum hitam lengkap dengan berbagai atribut, berselempang gemerlapan, bertopi mirip perwira, dan berkaca mata hitam. Barisan belakang yang berjumlah 12 orang mengenakan kostum serba putih, berselempeng merah menyala, berkopiah hitam. Ance atau komandan berada paling depan, memegang pedang komando.

“Tidak ada patokan khusus untuk jumlah pamain rudat. Namun, biasanya berjumlah 21 orang,” kata Mahdan.

Pasukan rudat memperagakan formasi baris-berbaris dan gerak-gerak bela diri sambil menyanyikan lagu dengan syair berbahasa Melayu dan Arab. Mereka bergerak ke kiri, ke kanan, ke depan, ke belakang. Sesekali meninju, menendang, menangkis, memluntir, memasang kuda-kuda. Pada beberapa adegan, pasukan membentuk formasi memutari lapangan. Mereka terus menyanyi diiringi musik yang rancak. Komandannya terus memberi aba-aba sambil memeragakan gerak-gerak silat dan mengacung-acungkan pedang.

Pemain musik terdiri dari beberapa orang tua. Alat-alat musik yang dipakai adalah rebana dua buah, jidur (rebana besar) satu buah, trenteng (drum kecil) satu buah. Musik ditabuh bertalu-talu menambah semarak suasana. Pasukan rudat semakin bersemangat menarikan gerak-gerak silat. Lagu-lagu yang dinyanyikan berupa “Salam Mun Salam”, “Selamat Datang”, “Ya Muhaimin”, dan beberapa lagu pesanan.

“Lagu pesanan sesuai dengan jenis acaranya. Kalau acaranya perkawinan, lagu pesanan yang dibawakan tentang perkawinan,” kata Mahdan.

Biasanya, pementasan rudat terbagi menjadi tiga bagian penting. Bagian pertama berupa pembukaan yang berisi salam dan tabik, permisi kepada penonton. Bagian kedua berisi salawat (puji-pujian kepada nabi). Bagian ketiga adalah penutup yang berisi permintaan maaf kalau ada salah kata dan laku selama menari.

Sejak jaman kerajaan Karangasem, kesenian rudat telah berkembang dan tersebar di beberapa kampung Muslim di Karangasem. Seperti di kampung Kecicang, Ujung, Saren Jawa, Tohpati, Bukit Abuan. Selain di Karangasem, kesenian rudat juga bisa ditemui di kampung atau komunitas Islam di daerah lain di Bali, seperti di Denpasar (Kampung Jawa, Pemogan), Buleleng (Pegayaman), Klungkung, Jembrana.

Menurut seorang warga Kecicang, Mudahar (60), rudat di Karangasem pertama kali berkembang di Tohpati, Bebandem. Kemudian berkembang di Saren Jawa yang tidak jauh dari Tohpati, lalu ke Kecicang. Rudat di Tohpati dan Saren Jawa diperkenalkan oleh Raden Kyai Jalil yang berasal dari Jawa. Sampai kini makamnya masih ada di Tohpati.

“Rudat di Kecicang juga dikembangkan oleh orang Arab bernama Ami Ali Muhamad,” kata Mudahar.

Lebih lanjut Mudahar mengatakan, kesenian rudat di Karangasem memiliki ciri khas tertentu, yakni pada gerakan, langkah, formasi, dan adegan perang-perangannya. Kostumnya juga khas, yakni memakai gaya Turki. Nama kostumnya kadet. Pemain barisan depan yang berkostum hitam dan komandan rudat memakai kaca mata hitam.

Di Kecicang terdapat dua kelompok rudat, yakni rudat dari Kelod-Kangin dan rudat dari Kelod-Kauh. Namun, kata Mudahar, kelompok rudat ini belum terorganisasi dengan baik, belum bersifat formal. Latihan masih bersifat insidental. “Jika ada undangan pentas, baru mereka latihan,” ujar Mudahar.

Rudat biasanya dipentaskan berkaitan dengan perayaan-perayaan Islam, seperti acara perkawinan, sunatan, Maulud Nabi, atau pada saat Idul Fitri. Namun, kadangkala kelompok rudat juga diundang tampil pada acara-acara lain yang tidak berkaitan dengan perayaan Agama Islam. Misalnya, baru-baru ini kesenian rudat dipentaskan pada acara pembukaan lomba gamelan baleganjur di lapangan Bebandem, Karangasem.

“Biasanya kesenian rudat juga diundang pentas jika ada acara besar di Puri Karangasem,” kata Mudahar.

rudat-3Sampai saat ini, asal usul kesenian rudat masih simpang siur. Belum ada data pasti tentang sejarah kesenian ini. Ada yang mengatakan kesenian ini merupakan pengembangan dari zikir zaman dan burdah. Zikir zaman adalah pementasan zikir yang disertai gerakan pencak silat. Sedangkan burdah adalah jenis kesenian Islam berupa nyanyian yang diiringi tetabuhan musik rebana.

Sumber lain mengatakan, kesenian rudat berasal dari Turki. Masuk ke Indonesia bersamaan dengan penyebaran Agama Islam pada abad XV. Rudat berasal dari kata “raudah” yang berarti taman nabi yang terletak di Masjib Nabawi, Madinnah. [b]

*Tulisan dimuat di Blog Wayan Sunarta.

Tags: AgamaBudayaIslamKarangasemSeni
ShareTweetSendSend
Anugerah Jurnalisme Warga 2021
Wayan Sunarta

Wayan Sunarta

Lulusan Antropologi Budaya, Fakultas Sastra, Universitas Udayana. Pernah kuliah Seni Lukis di ISI Denpasar. Mulai menulis puisi sejak awal 1990-an. Kemudian merambah ke penulisan prosa liris, cerpen, feature, esai/artikel seni budaya, kritik/ulasan seni rupa, dan novel. Tulisan-tulisannya dimuat di berbagai media massa lokal dan nasional, di antaranya Kompas, Koran Tempo, Media Indonesia, Republika, Suara Pembaruan, The Jakarta Post, Jawa Post, Pikiran Rakyat, Bali Post, Jurnal Kebudayaan Kalam, Jurnal Cerpen Indonesia, Majalah Sastra Horison, Majalah Gong, Majalah Visual Arts, Majalah Arti. Buku kumpulan cerpennya yang telah terbit adalah Cakra Punarbhawa (Gramedia, 2005), Purnama di Atas Pura (Grasindo, 2005), Perempuan yang Mengawini Keris (Jalasutra, 2011). Buku kumpulan puisinya adalah Pada Lingkar Putingmu (bukupop, 2005), Impian Usai (Kubu Sastra, 2007), Malam Cinta (bukupop, 2007), Pekarangan Tubuhku (Bejana Bandung, Juni 2010). Buku novelnya: Magening (Kakilangit Kencana, Jakarta, 2015).

Related Posts

Napak Tilas Konflik Tanah Desa Adat Bugbug

Napak Tilas Konflik Tanah Desa Adat Bugbug

23 October 2023
Klub Menulis Musik bersama Made Adnyana: Sisi Lain Dunia Musik

Klub Menulis Musik bersama Made Adnyana: Sisi Lain Dunia Musik

13 September 2023
Gemuruh di Bali Utara: Hulutara, Irama Utara, Beluluk (Bagian 1)

Gemuruh di Bali Utara: Hulutara, Irama Utara, Beluluk (Bagian 1)

4 September 2023
Sang Gunung Menyerahkan Jejaknya ke Laut, Alternatif Pengarsipan Sejarah

Sang Gunung Menyerahkan Jejaknya ke Laut, Alternatif Pengarsipan Sejarah

22 August 2023
Relief Bebitra, Situs Sejarah Tersembunyi di Gianyar

Relief Bebitra, Situs Sejarah Tersembunyi di Gianyar

17 August 2023
Kepus Pungsed, Gebrakan Skena Kontemporer Awal Tahun

Kepus Pungsed, Gebrakan Skena Kontemporer Awal Tahun

28 January 2023
Next Post

Nyanyian Semesta Ayu Laksmi

Comments 2

  1. art and entertainment says:
    14 years ago

    Ternyata di Bali masih ada identitas Islam juga ya…info yang sangat bermanfaat. terima kasih.

    Reply
  2. Widiyawati,S.Sn (Nim 09002035) says:
    14 years ago

    Islam tidak memberikan teori atau ajaran yang rinci tentang seni dan estetika.Rasulullah bersabda ” Antum ‘ alamubi umuri Dun Yakum”(kamu lebih memaklumi mengenai urusan duniamu sendiri. Islam adl agama fitrah, agama serasi benar dengan fitrah kejadian manusia, kesenian bagi manusia adalah termasuk fitrahnya pula, Kesanggupan berseni itu pulalah yg memberikan manusia dengan makluk Tuhan lainyaBerkesenian hukumnya jaiz/ boleh terlebihkesenian rodat adalah kesenian yang dipakai untuk sarana beribadah kepada Alloh yaitu untuk memuji kebesaran Alloh SWT. Syair-Syair yang mengiringi tari Rudatjuga berupa Salawat nabi(merupakan wahyu Alloh). Busana tari ini juga menutup aurat. Gerakan tarinya juga tidak erotis yang bisa mendatangkan fitnah.Pertunjukan biasanya ada di masjid, ada unsur pendidikan untuk agama. jadi pada dasarnya kesenian tari rudat ada unsur pendidikannya( Agama, Seni/ estetika, Filosofi dll) Tari Rudat biasanya syair-syairnya diambil dari kitab barjanji( perjanjian). Insaalloh pelaku kesenian ini selain mendapat keuntungan di dunia juga akhirat karena kesenian ini juga dipakai untuk sarana berdoa atau memuji Alloh,secara otomatis pelaku tari ini sudah masuk islam karena salawat nabi. serta doa doa yang lainnya yang juga berupa ayat- ayat dari Al quran.trimakasih Widiyawati, S,Sn ( Nim: 09002035), Klas A

    Reply

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Melali Melali Melali

Temukan Kami

  • Trending
  • Comments
  • Latest
Kebijakan Kendaraan Listrik, Sumber Bahan Bakarnya dari Mana?

Kebijakan Kendaraan Listrik, Sumber Bahan Bakarnya dari Mana?

27 November 2023
Begini Lho Cara Menjelajah Nusa Penida dengan Cara Berbeda

Sekolah Perempuan oleh Bali Sruti

26 November 2023
Difabel, Pandemi, dan Perjuangan Inklusi

Kampanye Hak Alat Bantu Disabilitas

25 November 2023
Perjuangan Perempuan di Konsesi Lahan TWA Gunung Batur

Perjuangan Perempuan di Konsesi Lahan TWA Gunung Batur

24 November 2023
Museum Giri Amertha dan Sang Hyang Dedari

Museum Giri Amertha dan Sang Hyang Dedari

23 November 2023

Kabar Terbaru

Kebijakan Kendaraan Listrik, Sumber Bahan Bakarnya dari Mana?

Kebijakan Kendaraan Listrik, Sumber Bahan Bakarnya dari Mana?

27 November 2023
Begini Lho Cara Menjelajah Nusa Penida dengan Cara Berbeda

Sekolah Perempuan oleh Bali Sruti

26 November 2023
Difabel, Pandemi, dan Perjuangan Inklusi

Kampanye Hak Alat Bantu Disabilitas

25 November 2023
Perjuangan Perempuan di Konsesi Lahan TWA Gunung Batur

Perjuangan Perempuan di Konsesi Lahan TWA Gunung Batur

24 November 2023
BaleBengong.id

© 2020 BaleBengong: Media Warga Berbagi Cerita

Informasi Tambahan

  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Peringatan
  • Panduan Logo
  • Bagi Beritamu!

Temukan Kami

No Result
View All Result
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Arsip

© 2020 BaleBengong: Media Warga Berbagi Cerita

Welcome Back!

Sign In with Facebook
OR

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Sign Up with Facebook
OR

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In