• Tanya Jawab
  • Mengenal Kami
  • Pemasangan Iklan
  • Kontak
  • Kontributor
    • Log In
    • Register
    • Edit Profile
Thursday, November 30, 2023
  • Login
  • Register
BaleBengong.id
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Arsip
No Result
View All Result
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Arsip
No Result
View All Result
BaleBengong.id
No Result
View All Result
Home Budaya

Reposisi Bahasa Rupa Tradisi Bali

Anton Muhajir by Anton Muhajir
26 September 2011
in Budaya, Kabar Baru
0 0
0

Wacana seputar tradisi, modern dan kontemporer masih kerap diperdebatkan banyak kalangan.

Tak cuma ‘mempermasalahkan’ definisi ketiga terminologi tersebut, para kritikus juga mengaitkannya dengan berbagai hal di masa kini, baik dalam konteks sosial, politik, maupun seni budaya. Hal ini pun mengemuka dalam Akademika Bentara, diskusi bertajuk “Local Knowledge” Reposisi Bahasa Rupa Tradisi Bali dalam Wacana Seni Rupa Kontemporer. Diskusi digelar di Bentara Budaya Bali, Minggu 25 September 2011 sore lalu.

Tiga pembicara yang hadir adalah I Wayan Seriyoga Parta, M.sn, Drs. I Wayan Kondra M.Si dan I Wayan Sudiarta, Spd. Kegiatan ini merupakan kelanjutan dari pameran seni rupa menampilkan karya-karya para seniman yang berproses secara otodidak dan beranjak dari bahasa rupa tradisi Bali.

Diskusi ini sendiri merupakan pemaknaan dari pameran seni rupa ‘Local Knowledge’ yang dibuka hingga Selasa 4 Oktober 2011 mendatang di BBB, Jalan Prof. IB Mantra No 88 A, Ketewel.

Seriyoga dalam paparan awalnya menyatakan bahwa eksplorasi seniman-seniman tersebut meski berawal dari ‘wilayah kolektif’ ternyata mengandung nilai individualitas kuat. Penggalian secara ‘pribadi’ ini sendiri adalah salah satu ciri dari modernitas.

Hal tersebut dipertegas pula oleh Sudiarta. Menurutnya, dewasa ini rekonstruksi tradisi bukan hal baru lagi. Dengan berbagai kepentingan, tentunya selain motif pariwisata budaya, tradisi dikonstruksi ulang untuk keperluan masa kini, termasuk dalam ranah seni rupa.

“Sayangnya, karya-karya rupa yang bertolak dari tradisi seringkali kurang mendapat apresiasi, padahal seni rupa kontemporer membuka peluang besar untuk mereka,” tuturnya.

Dari pembahasan tersebut, sejumlah peserta yang terdiri dari pelajar, seniman, budayawan, dan masyarakat umum lainnya mengajukan beberapa argumen yang memperkaya diskusi. Suklu, misalnya. Perupa Bali ini berpendapat bahwa pembicaraan soal tradisi, modern, dan kontemporer baiknya dimulai dulu dengan menjelaskan batasan yang jelas antara ketiganya. Wayan “Jengki” Sunarta menambahkan bahwa penjelasan definisi menjadi dasar penting guna menelaah wacana lebih luas.

Sementara itu, Jean Couteau, budayawan dan kritikus seni rupa asal Perancis, menyampaikan apresiasinya kepada Wayan Sadha, pencipta karikatur Sompret. Melalui kisah dan tokoh dalam gambarnya, Sadha sanggup mewakili suara rakyat kecil di Bali.

“Ini sikap yang sangat modern,” kata Jean Couteau menanggapi karya Sadha yang juga ditampilkan dalam pameran. Ia menambahkan, bahwa untuk mencari definisi dari tradisi dalam seni rupa, dapat ditelaah dari segi bentuk dan tematis suatu karya.

Lalu, bagaimanakah jelasnya reposisi bahasa rupa tradisi, khususnya tradisi Bali, dalam ranah seni rupa kontemporer?

Seriyoga Parta, yang juga kurator pameran, mengatakan seni yang beranjak dari tradisi, semangatnya bukan mengejar penemuan bentuk dengan tema besar yakni menjadikan “diri sebagai pusat” sebagaimana seni rupa modern ala Barat. Seni tradisi merupakan bagian dari kekuatan lebih besar yang bersifat transeden. Bila seni rupa modern di Barat mengenal adanya perspektif dalam karya-karya lukisnya, seni rupa tradisi atau yang beranjak dari tradisi Bali, dapat mengabaikannya. Hal ini tercermin dari penonjolan bentuk-bentuk tertentu yang keluar dari kaidah perspektif ala Barat dan penggambaran objek secara berulang.

Adapun Kondra pada akhirnya menyampaikan pentingnya perubahan paradigma khususnya di kalangan seniman. Bahwa menjadi perupa tradisi atau yang dikait-kaitkan dengan tradisi (meski karyanya sudah termasuk kontemporer) bukanlah sesuatu yang mesti ditanggapi dengan inferioritas.

Posisi karya seni yang beranjak dari tradisi dalam wacana seni rupa kontemporer tetap diakui. Sebab, ia hadir dengan tema-tema yang sesungguhnya sangat kontekstual. Walau demikian, Jean Couteau dan moderator mengatakan pendapat yang semakna, bahwa teknik-teknik yang bersifat tradisi, bagaimanapun juga, harus tetap dipertahankan, tetapi jangan sampai berhenti jadi kerajinan semata. [b]

Artikel dan foto dari Bentara Budaya Bali.

Tags: AgendaBaliDiskusiSeni Rupa
ShareTweetSendSend
Anugerah Jurnalisme Warga 2021
Anton Muhajir

Anton Muhajir

Jurnalis lepas, blogger, editor, dan nyambi tukang kompor. Menulis lepas di media arus utama ataupun media komunitas sambil sesekali terlibat dalam literasi media dan gerakan hak-hak digital.

Related Posts

Napak Tilas Konflik Tanah Desa Adat Bugbug

Napak Tilas Konflik Tanah Desa Adat Bugbug

23 October 2023
TPA Suwung yang Dibalut Asap: The Aftermath

TPA Suwung yang Dibalut Asap: The Aftermath

19 October 2023
(Esai foto) Menikmati GWK dari Luar

(Esai foto) Menikmati GWK dari Luar

24 September 2023
Klub Menulis Musik bersama Made Adnyana: Sisi Lain Dunia Musik

Klub Menulis Musik bersama Made Adnyana: Sisi Lain Dunia Musik

13 September 2023
Gemuruh di Bali Utara: Hulutara, Irama Utara, Beluluk (Bagian 1)

Gemuruh di Bali Utara: Hulutara, Irama Utara, Beluluk (Bagian 1)

4 September 2023
Mairakilla: Energi dan Interaksi Panggung Underground

Mairakilla: Energi dan Interaksi Panggung Underground

3 September 2023
Next Post
TANTRI, Kekuatan Sebuah Dongeng

TANTRI, Kekuatan Sebuah Dongeng

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Melali Melali Melali

Temukan Kami

  • Trending
  • Comments
  • Latest
Suka Duka Queer di Bali

Mengenal Ruang Aman QLC Bali

29 November 2023
Kebijakan Kendaraan Listrik, Sumber Bahan Bakarnya dari Mana?

Kebijakan Kendaraan Listrik, Sumber Bahan Bakarnya dari Mana?

27 November 2023
Begini Lho Cara Menjelajah Nusa Penida dengan Cara Berbeda

Sekolah Perempuan oleh Bali Sruti

26 November 2023
Difabel, Pandemi, dan Perjuangan Inklusi

Kampanye Hak Alat Bantu Disabilitas

25 November 2023
Perjuangan Perempuan di Konsesi Lahan TWA Gunung Batur

Perjuangan Perempuan di Konsesi Lahan TWA Gunung Batur

24 November 2023

Kabar Terbaru

Suka Duka Queer di Bali

Mengenal Ruang Aman QLC Bali

29 November 2023
Kebijakan Kendaraan Listrik, Sumber Bahan Bakarnya dari Mana?

Kebijakan Kendaraan Listrik, Sumber Bahan Bakarnya dari Mana?

27 November 2023
Begini Lho Cara Menjelajah Nusa Penida dengan Cara Berbeda

Sekolah Perempuan oleh Bali Sruti

26 November 2023
Difabel, Pandemi, dan Perjuangan Inklusi

Kampanye Hak Alat Bantu Disabilitas

25 November 2023
BaleBengong.id

© 2020 BaleBengong: Media Warga Berbagi Cerita

Informasi Tambahan

  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Peringatan
  • Panduan Logo
  • Bagi Beritamu!

Temukan Kami

No Result
View All Result
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Arsip

© 2020 BaleBengong: Media Warga Berbagi Cerita

Welcome Back!

Sign In with Facebook
OR

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Sign Up with Facebook
OR

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In