Teks Wayan Kun Adnyana Foto Gaya Art Space
Seni rupa dalam ruang pamer tak ubah sebagai pemanggungan peristiwa tatapan. Peristiwa pembingkaian psikologi mata. Peristiwa menjadikan elementer visual seni rupa sebagai aktor-aktor yang diarensemen oleh seorang yang bernama perupa. Sesungguhnya ia seorang sutradara.
Perupa senior Bali Made Wianta merupakan salah satu perupa yang secara sadar memahami pemanggungan seni rupa di ruang galeri sebagai ruang penciptaan peristiwa. Wianta memahami dasar pemanggungan ini selayak kerja penyutradaraan; pembingkaian ruang dan waktu menjadi keruangan dan kewaktuan multilapis. Di sini peristiwa tatapan menyentuh perkara kognitif dan estetika, karena kesemuanya bertalian dengan kesadaran intelektual.
Wianta dalam pameran bertajuk Space on Space di Gaya Fusion Art Space, kali ini secara jeli menguji apresian untuk memasuki sensasi peristiwa tatapan. Kesemua dinding ruang pamer Gaya Fusion yang berukuran kurang lebih 1600X1200X450 Cm ditempeli imaji-imaji abstrak optis. Sebanyak 3000 gambar bermedium acrylik di atas tripleks berkisar ukuran 35X45 Cm ditempel di keseluruhan dinding. Dapat dibayangkan efek psikologi apresian ketika memasuki ruang penuh imaji optis itu. Ruang pamer berubah menjadi ruang tatapan.
Menjadikan ruang pemanggungan seni rupa sebagai peristiwa tatapan terang menuai titik urgensi di hari ini. Bagaimana tidak, ketegasan betapa peristiwa tatapan begitu populer di abad ini, tak lain tak bukan, karena abad mendengarkan telah lama diambil alih oleh abad tatapan (age of seeing), yang di dalamnya melihat, menonton, menatap, mengawasi, mengintip dan memata-matai mendominasi kehidupan harian.1 Dalam konteks ruang pamer Space on Space Made Wianta, tiap pribadi apresian tentunya akan mengalami pengalaman tatapan yang berbeda-beda. Keberbedaan pengalaman ini, tentu saja sangat berjarak dari ketika kita menonton layar televisi. Peristiwa tatapan pada sebuah acara televisi bisa saja mengondisikan pengalaman menonton menjadi seragam.
Mendebat Seni Lukis
Sebagai praktik seni rupa, pemanggungan imaji visual dalam Space on Space ini menyulut pemikiran ulang tentang demensi, ukuran (skala) dan ruang. Bacaan paling konvensional tentang elementer seni rupa hanya berhenti pada diskusi tentang warna, garis, dan bentuk. Sementara dalam kenyataan praktek pemanggungan seni rupa, klasifikasi elemen dasar ini telah mengalami perluasan. Wianta menyadari peristiwa tatapan akan berhasil mengorbitkan impresi para penatap, ketika elemen dasar seni rupa diperluas sekaligus ditata dengan ilmu pengetahuan seni rupa.
Salah satunya, bagaimana demensi dua seni lukis menunjuk ke keruangan yang sebenarnya, tanpa menghilangkan ruang imajinernya yang lekat. Imaji abstrak optis yang sesungguhnya telah selesai di tiap helai tripleks berukuran 30X45 Cm yang berjumlah ribuan itu, diorganisasi kembali di ruang pamer, demi penciptaan ruang tatapan yang lebih sensasional, meneror, sekaligus impresif.
Ruang yang berlapis-lapis tersebut juga diperoleh dengan memainkan warna, tata permukaan, cahaya, dan juga ukuran dan skala.1 Praktek gubah kesemua elemen visual ini sesungguhnya merupakan demensi seni patung kontemporer, namun pada kenyataannya juga telah mengakrabi praktek kreatif dalam pemanggungan genre seni rupa yang lain. Sebagai misal, Wianta bertimbang soal ukuran dan skala, dalam Space on Space malah jauh sebelum even pemanggungan ini dilangsungkan.
Ukuran dan skala jelas menentukan keberdirian ruang tatapan. Ukuran dan skala juga metode pembingkaian tatapan. Oleh pertimbangan pembingkaian ini pula, Wianta menyandarkan beberapa imaji gambar pada pilar Gaya Fusion Art Space, membentuk kesan garis sekaligus membingkai tatapan. Pola penataan ini mendinamisasi ruang tatapan.
Konsep pemanggungan ini juga searah dengan konsep baru seni lukis kontemporer, yakni bagaimana seni lukis tidak hanya sebagai lukisan, melainkan juga merepresentasikan ide tentang lukisan.1 Pandangan ini tentu memperluas jangkauan seni lukis, dari sebelumnya sebatas menuangkan ide-ide menjadi lukisan, kini juga menimbang ide-ide tentang penciptaan (konsep) lukisan baru. Wianta menata sedemikian rupa karya lukis mininya hingga memenuhi dinding ruang pamer, terang berupaya menciptakan demensi baru seni lukis. Lukisan menjadi elemen lukisan.
Seni lukis yang dipanggungkan Wianta dalam Space on Space memosisikan seni lukis tidak hanya berdemensi ganda, tetapi telah meruang. Seni lukis yang luruh dalam keruangan arsitektural; ditatap bukannya permukaan luar, melainkan permukaan dalam. Demensi yang mengurung para penatapnya ke dalam ruang penuh sensasi.
Konsep seni mural dan mosaik di dinding-dinding zaman Barok, barangkali bisa dijadikan rujukan historis dalam membaca pola pemanggungan karya Wianta ini. Mural dan mosaik dinding juga luruh dalam interior arsitektur, cuma yang diorbitkan lebih banyak visual naratif. Sementara Wianta tidak membebani pemanggungan ini dengan narasi tertentu. Dia hanya bicara peristiwa tatapan dalam keruangan yang berlapis-lapis.
Peristiwa tatapan memuarakan dialog antara proses melihat, merasakan, dan memahami. Proses ini juga bersentuhan dengan potensi pandangan dalam (inner eye) para penatap, yakni terkait peta kognitif, emosi, dan spirit, lazim disebut psiko-fisikal persepktif.1 Hal-hal terkait dengan psiko-fisikal perspektif lebih banyak dipengaruhi oleh peran simbolis murni karya seni rupa, yang tentunya selalu mengalami proses transformasi. Bentuk kecil dari transformasi yang dimaksud diantaranya pada metode pemanggungan.
Kerumitan menata keseluruhan piranti penyangga dalam peristiwa tatapan mengantarkan seorang perupa ke dalam kecakapan wawasan dan artistik seorang sutradara. Karena mencipta peristiwa tatapan merupakan langkah melampaui cipta-mencipta seni. Karya seni (benda seni) hanyalah bagian di dalam ruang peristiwa yang kompleks itu. Tak ada jawaban lain untuk memenuhi hasrat penciptaan ini, selain kesadaran intelektual yang terus berkembang.
Peristiwa tatapan juga tak mungkin berlangsung dalam kondisi kebosanan. Artinya, suasana yang terkonsepkan dan yang akan dihadirkan kemudian, haruslah sebuah kondisi baru. Sangat susah membayangkan peristiwa tatapan dapat berlangsung impresif jika hal tersebut hanya pengulangan. Pada bingkai ini, perupa harus mau belajar dari televisi yang secara akurat dan real time dapat mencipta peristiwa tatapan yang memesona.
Wianta jelas sosok yang bisa diajak berdiskusi tentang hal ini. Mencipta peristiwa tatapan hari ini harus pula dibaca sebagai pertarungan melawan kejayaan televisi. Televisi telah begitu populer. Tinggal kini, sanggupkah perupa memalingkah perhatian jutaan pasang mata untuk melihat, menonton, melirik, menoleh, juga menatap peristiwa seni rupa? Wianta telah berulang kali bereksperimen tentang hal itu, sebut misalnya dengan pemanggungan Art and Peace di penghujung 1999, atau kali ini dengan Space on Space. [b]
Wayan Kun Adnyana, kurator seni rupa, pengajar di FSRD ISI Denpasar.
Nama Pameran: Space on Space
Artis: Made Wianta
Tanggal: 20 Desember 2009 – 20 Januari 2010
Jam: 9 AM – 10 PM
Gaya Art Space
Jl. Raya Sayan, Ubud
Bali, Indonesia 80571
+62 (0) 361 979252/ 979253
+62 (0) 361 975895
artspace@gayafusion.com