Bali kehilangan paman para mantan pecandu narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lain (Napza), Bob Monkhouse. Uncle Bob, demikian panggilan akrabnya, meninggal Minggu sore kemarin di Tabanan akibat serangan jantung.
Hingga pada akhirnya hidupnya, Bob adalah Direktur Yayasan Kesehatan Bali (Yakeba), pusat rehabilitasi bagi pecandu Napza di Bali. Bob mendirikan Yakeba pada 10 April 1999.
Sebelumnya, warga Australia ini pernah mengalami ketergantungan baik pada alkohol maupun Napza lain sejak 1987. Kecanduannya inilah yang membuat dia jatuh bangun. Pernah jadi guru bahasa Inggris di salah satu uiversitas di Bali, karyawan di perusahaan minyak di Kalimantan, hingga terakhir membuat hotel melati di Tabanan, Bali.
Pernah jatuh bangun akibat kecanduan itu, Bob yang belajar dari Alcoholic Anonyomus (AA), komunitas pecandu alkohol yang ingin menyembuhkan sesama pecandu, kemudian mendirikan Narcotic Anonymous (NA), terapi sejenis untuk pecandu narkotika.
Yakeba dengan dukungan Badan Narkotika Nasional (BNN) juga melaksanakan Halfway House, rehabilitasi bagi pecandu yang telantar atau tidak diterima keluarganya. Hingga saat ini, pecandu narkoba memang belum sepenuhnya bisa diterima, termasuk oleh keluarganya sendiri.
Melalui berbagai programnya, Bob dan Yakeba sudah memulihkan setidaknya 200 pecandu di Bali. Dari ratusan “alumni” Yakeba itu, beberapa orang kini aktif di lembaga penanggulangan narkoba maupun AIDS seperti Yayasan Spiritia, Burnet Institute, dan HIV/AIDS Care Indonesian Project (HICP).
Inilah yang membuat para mantan pecandu mengenang Uncle Bob sebagai paman bagi mereka. Sejumlah mantan pecandu mengingat Bob sebagai orang yang membuka jalan untuk kesembuhan dari kecanduan. ”Dia selalu memberikan spirit untuk pecandu yang dalam tahap pemulihan. Dia tidak pernah marah pada kami,” kata Adi Mantara, salah satu mantan pecandu di Denpasar Bali.
IGN Wahyunda, pecandu lain mengenang Bob sebagai orang yang membuka jalan bagi para pecandu Napza. ”Uncle (Bob) selalu memberikan kesempatan untuk siapa pun yang ingin pulih dari kecanduan,” ujar Koordinator Ikatan Korban Napza (IKON) Bali ini.
Baik Mantara maupun Wahyu mengaku kaget dengan kematian Bob. ”Kemarin sore pas ketemu dia masih ketawa-ketawa meski sakit,” kata Moyong, panggilan akrab Mantara. Wahyu pun terakhir kali ketemu Bob di rumah sakit ketika kondisi kesehatannya sudah berangsur lebih baik.
Menurut Moyong, yang juga bekerja di Yakeba, Bob memang sakit diabetes karena keturunan sejak tahun 2003 lalu. Meski dia sudah menggunakan insul untuk menurunkan kadar gula, sakit itu tetap merembet ke bagian badannya yang lain. Dua tahun terakhir, Bob beberapa kali masuk rumah sakit dengan keluhan diabetes ataupun rematik.
Terakhir, pada Kamis pekan lalu Bob masuk rumah sakit lagi karena mengeluh badannya kurang sehat. Ketika check up, dokter menyatakan kesehatan pria kelahiran 29 Maret 1941 ini sehat-sehat saja. Namun tak lama setelah itu Bob kembali masuk rumah sakit karena kena serangan jantung. Dia pun masuk ke kamar darurat Rumah Sakit Tabanan. Kondisinya sempat naik turun.
”Ketika terakhir ketemu Minggu pukul 4 sore, dia masih ngobrol dan ketawa-ketawa sama kami,” kata Moyong tentang pertemuan terakhirnya dengan Bob di rumah sakit. Wahyu pun mengatakan hal yang sama. Dia kaget dengan kematian yang datang cepat menjemput Bob. Pada Minggu sekitar pukul 5, Bob menghembuskan nafas terakhirnya.
Tak berlebihan jika kepergian Bob, adalah duka bagi komunitas penanggulangan AIDS maupun Napza di Bali. Sebab bukan hanya memberikan perhatian bagi para mereka yang kecanduan Napza, Bob juga memberi tempat untuk pecandu melarat.
”Uncle tidak memandang siapa pun untuk dirawat di Yakeba,” kata Wahyu yang ikut rehabiilitasi di Yakeba pada tahun 2000. Wahyu hanya sanggup membayar biaya rehab Rp 500 ribu per minggu. Setelah seminggu rehab, Wahyu keluar. Tapi sekitar sebulan kemudian, dia relapse. Orang tuanya malas memasukkan Wahyu ke rehab lagi. Alasannya karena tak sanggup bayar.
“Kalau hanya karena duit masalahnya, biar saja dia di sini gratis asal dia sembuh,” kata Wahyu menirukan omongan Bob saat itu. Maka, Wahyu pun kembali ikut rehab tanpa bayar sama sekali. Padahal untuk rehab di tempat lain bisa sampai bayar Rp 4 juta per bulan. Wahyu berulang kali relapse sehingga dijuluki king of relapse. Terakhir dia masuk penjara pada Desember 2003 dan keluar pada Agustus 2004. Setelah itu dia kapok pakai lagi hingga saat ini.
Keluar dari penjara pun Wahyu bergabung dengan Bob di Yakeba. Karena itulah, bagi Wahyu, bantuan Bob pada pecandu maupun pecandu sangat tulus. “Dia juga sangat mudah memaafkan kesalahan orang lain,” katanya.
Dekatnya hubungan narkotika dengan HIV dan AIDS juga membuat Bob kemudian aktif di program pengurangan dampak buruk (harm reduction). Yakeba melaksanakan program ini salah satunya dengan melaksanakan program pertukaran jarum suntik, needlce exchange program (NEP) di kalangan pecandu. Bob juga aktif sebagai Koordinator Jaringan Aksi Nasional Pengurangan Dampak Buruk Narkoba (Jangkar) wilayah Bali.
Dalam satu kali diskusi, penikmat rokok kretek dan kopi hitam ini menganalogikan mantan pecandu dengan meja. Dukungan bagi mantan pecandu ibarat kaki meja. Satu dukungan sama dengan satu kaki. Kalau hanya ada satu dukungan berarti hanya ada satu kaki. Dua dukungan berarti dua kaki, dan seterusnya. Misalnya ada meja dengan tiga kaki. Kalau satu kaki patah, maka meja itu akan jatuh. Semakin banyak kaki, meja itu akan semakin kuat berdiri. “Jika satu kaki patah, masih ada puluhan kaki lain yang menopang agar meja tetap berdiri,” katanya.
Kini, satu kaki bagi para pecandu maupun mantan pecandu di Bali itu telah pergi. Damailah di dunia barumu, Uncle.. [b]
Comments 1