
Oleh Dayu Shinta dan Gusti Agung Prema
Bali adalah salah satu destinasi wisata favorit dunia. Sektor Pariwisata merupakan penyokong ekonomi Bali terbesar, sehingga sangat terdampak Pandemi COVID-19. Pemerintah membuat kebijakan membatasi jam kerja masyarakat, toko-toko dan tempat umum yang biasanya dibuka 12-24 jam dibatasi menjadi 8 jam sehari mulai dari jam 8 pagi sampai jam 4 sore.
Tidak sedikit juga toko-toko dan tempat pariwisata sudah gulung tikar karena bangkrut. Oleh sebab itu banyak tenaga kerja yang berasal dari sektor pariwisata mengalami pemutusan hubungan kerja.
Di Buleleng, Bali utara, ada sejumlah objek wisata populer. Misalnya di Kecamatan Banjar terkenal dengan objek wisata Pemandian Air Panas Banjar. Objek wisata ini juga mengalami dampak yang serupa selama Pandemi.
Saya berkukunjung ke Pemandian Air Panas Banjar ketika objek wisata sudah diizinkan dibuka pasca PPKM darurat. Liputan ini bagian dari praktik Kelas Jurnalisme Warga (KJW) BaleBengong di Buleleng pada 2-3 Oktober 2021.
Pemandian Air Panas Banjar didirikan oleh Ida Made Tamu yang merupakan warisan turun temurun dari leluhur. Ida Made Tamu merupakan pemilik serta pengelola Pemandian Air Panas Banjar saat ini.

Pemandian Air Panas Banjar diperkirakan sudah dibuat sebelum kolonial Jepang di Indonesia. Pada awalnya pemandian ini dibuat untuk pemandian darurat pada masa kolonial Jepang, sumber mata air dari air panas banjar berasal dari kaki gunung Batukaru. Hal ini yang diyakini oleh masyarakat dan pengunjung yang singgah. “Pengunjung meyakini bahwa air panas ini bisa mengatasi masalah kulit mereka seperti gatal-gatal dikarenakan kandungan belerang dalam air yang tinggi berkisar sekitar 20%,” tutur Jik Tamu, panggilan akrabnya.
Karena kian hari semakin banyak pengunjung yang bersinggah untuk mandi dan beristirahat, Ida Made Tamu melihat hal ini sebagai potensi pariwisata. Sekitar tahun 80an, ia mengajukan usulan ke Pemda untuk pendirian Pemandian Air Panas Banjar.
Untuk itu dibuat Yayasan Air Panas Nirmala sebagai badan yang menaungi Pemandian Air Panas Banjar bersama dengan Dr. Ida Bagus Astawa sebagai pemberi modal awal berdirinya yayasan ini. Pemandian Air Panas Banjar beroperasi pada tahun 1986. sampai saat ini memiliki karyawan sebanyak 40 orang.
Pemandian Air panas banjar memiliki 2 kolam dengan kedalaman kolam dari 1 sampai 2 meter. Masing-masing kolam terdapat 8 pancuran. Berendam di air panas membuat tubuh lebih segar karena memiliki khasiat.
Sebelum masa pandemi para pengunjung di Pemandian air Panas Banjar didominasi oleh wisatawan asing namun kini lebih banyak berasal dari wisatawan domestik. Di awal masa pandemi jumlah kunjungan berkisar sekitar 5-10 orang per hari dan itu semua merupakan pengunjung domestik.
Banyak juga toko-toko, pedagang, hingga restoran yang dulu beroperasi di sekitar lokasi pemandian air ditutup. Jumlah staf di pemandian air panas selama masa pandemi dipangkas dari 40 orang menjadi 3 orang saja. Yang masih bekerja yaitu, satu penjaga kolam dan 2 tukang kebun.
Selama pandemi air panas dibuka dari jam 08.30 sampai 17.30 WITA. Tarif yang dikenakan saat ini bersifat sukarela, padahal sebelum pandemi tarif Rp20 ribu rupiah untuk orang dewasa dan Rp10 ribu rupiah untuk anak-anak. Untuk parkir sekarang tidak dikenakan tarif atau gratis.
Salah satu pengunjung air panas Ketut Marsini dari Gitgit menyampaikan bahwa air panas sangat bermanfaat bagi kesehatannya, apalagi bisa diakses dengan harga terjangkau. Pengelola berharap pandemi akan segera berakhir dan kondisi kembali normal seperti semula.
